Katoliknews.com – Imam di Filipina, Pastor Teresito Suganub yang pernah ditawan selama empat bulan oleh para teroris kelompok ISIS meninggal dunia Rabu 22 Juli 2020 dalam usia 59 tahun.
Uskup Marawi, Mgr. Edwin Dela Peña mengatakan, imam itu meninggal karena serangan jantung pada Rabu dini hari di kediamannnya di Noralah, Cotabato Selatan.
“Dengan sangat sedih kami membuat pengumuman ini,” kata uskup itu, sambil mengajak semua umat Katolik mendoakan arwah pastor kelahiran 1 Agustus 1960 itu.
Nama imam ini, yang akrab disapa Pastor Chito, menjadi berita utama di media pada 23 Mei 2017 silam ketika ia bersama beberapa umat diculik kelompok militan yang terafiliasi dengan organisasi teroris ISIS di Marawi, Filipina Selatan.
Seperti dilansir Licas.news, saat diculik, Pastor Chito adalah Vikaris Jendral (Vikjend) di Keuskupan Marawi. Selama empat bulan ia dan kawan-kawannya berada di bawah “genggaman” kelompok radikal itu.
Setahun pasca bebas, pastor berjanggut panjang itu mengisahkan selama disandra dirinya dipaksa memeluk Islam dan mengumpulkan amunisi untuk kelompok radikal tersebut. Ia juga dipaksa untuk mengikuti kuliah tentang tujuan terorisme.
Ada ketidakpastian yang menggelantung di kepalanya kendati saat itu para teroris menjanjikan tidak akan membunuhnya.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi,” katanya, sambil menambahkan bahwa selama waktu itu satu-satunya yang dia pikirkan adalah agar bisa tetap hidup.
Marah dengan Tuhan dan Kekuatan Doa
Peristiwa itu tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya.
Berada di tengah pengalaman tragis demikian, membuatnya sempat mempertanyakan kebijaksanaan Allah yang diimaninya.
“Saya marah kepada Tuhan karena menempatkan saya dalam situasi yang begitu mengerikan,” katanya.
“Namun, iman saya kepada Tuhan tidak luntur, bahkan menjadi lebih dalam,” tambahnya.
“Saya berdoa lebih cepat daripada biasanya karena maut menatap lurus ke wajah kami. Kapan saja bom atau peluru bisa mengenai siapa pun dari kami selama pertempuran sengit antara kedua belah pihak,” tambah imam itu.
Doa menjadi kekuatannya selama menghadapi cobaan itu.
Ia mengaku sejatinya tidak takut mati, namun dia tidak bisa kalau harus melalui penderitaan yang hebat.
Dia pun memohon bimbingan bagaimana cara melarikan diri melalui Perawan Maria dan kepada Yesus.
Suatu hari, kisahnya, dia memiliki kesempatan untuk melarikan diri. “Tidak ada yang membantu saya,” katanya.
Dia bersama seorang koster yang juga dibawa oleh orang-orang bersenjata. Dengan pistol di tangannya dan tahu bahwa pasukan pemerintah ada di dekatnya, Pastor Chito dan koster itu melarikan diri tengah malam.
Ia berhasil dan selamat, namun sang koster harus pergi untuk selama-lamanya.
Trauma dan Pengampunan
Setahun setelah cobaan itu, Pastor Soganub mengakui bahwa ia kerap bangun tengah malam.Dia menghindari bertemu orang dan banyak berdoa.
“Jika sulit untuk membangun kembali sebuah bangunan, bagaimana dengan manusia? Sangat sulit untuk membangun kembali batin seseorang,” katanya.
Suara bom yang meledak berkali-kali di sekitarnya dan saat-saat ketika kematian itu begitu nyata, masih terekam kuat di ingatannya.
Dia mengatakan masih ada kemarahan di dalam hatinya, “tetapi saya adalah seorang Kristen dan seorang imam.”
“Saya masih percaya bahwa cara Kristen adalah cara cinta dan pengampunan adalah bagian darinya,” katanya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Pastor Chito menghabiskan waktunya berkeliling di negaranya untuk mendorong dialog antaragama dan saling memahami antara orang Kristen dan Muslim.
Keterlibatannya dalam berbagai dialog adalah caranya untuk berterima kasih kepada mereka yang berdoa untuk keselamatannya.
“Saya sangat tersentuh oleh banyak orang yang datang kepada saya dan memberi tahu saya bahwa mereka berdoa untuk keselamatan saya,” katanya.
Konflik Marawi tahun 2017 berlanjut hingga lima bulan, di mana pemerintah mengumumkan darurat militer di seluruh wilayah Mindanao, Filipina Selatan.
Konflik mengakibatkan kematian lebih dari seribu orang, sebagian besar dari kelompok teroris bersenjata, dan menyebabkan sekitar 400.000 penduduk mengungsi.
Ian Saf
Komentar