Katoliknews.com – Langkah para penggugat Izin Mendirikan Bangunan(IMB) Gua Maria Wahyu Ibuku Giri Wening di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencabut lagi gugatan menuai apresiasi.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, sebanyak 39 warga menggugat IMB gua itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta pada 23 Mei 2016.
Mereka beralasan, Bupati Gunung Kidul yang menerbitkan IMB pada 12 Februari lalu melanggar sejumlah aturan, seperti tidak adanya izin dari warga, lokasinya berada di daerah rawan bencana tetapi tidak mengantongi Analisa Resiko Bencana.
BACA: IMB Gua Maria Giri Wening di Gunung Kidul Digugat
Namun, pada 28 Juli lalu, di mana diagendakan sidang lanjutan di PTUN, para penggugat memilih mencabut lagi gugatannya dengan alasan untuk menjaga ketertiban.
“Penggugat merasa bahwa situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat saat ini tidak kondusif dan ditakutkan memicu tejadinya kegaduhan dan konflik horizontal antarmasyarakat,” demikian tulis Tim Advokasi Gua Maria Giri Wening, Hamzal Wahyudin dan Agnes Dwi Rujiasti dalam keterangan tertulis yang diterima Katoliknews.com, Kamis, 4 Agustus 2016.
Pihak tergugat pun menilai ada itikad baik dari pihak penggugat dalam melakukan penyelesaian perkara melalui mekanisme perdamaian yang mampu mengakomodir kepentingan para pihak.
Mengingat bahwa penyelesaian perkara melalui mekanisme perdamaian juga bersifat final dan mengikat (final and binding), sehingga, kata tim advokasi, konsekuensi dari hal tersebut adalah tidak dapat diajukannya kembali gugatan atas perkara IMB ini di kemduian hari.
Apalagi, kata mereka, pemberian izin terkait gua itu dalam konteks menunjung tinggi kebebasan beragama, sebagaimana ditegaskan dalam undang-undang.
“Perlu diperhatikan pula bahwa Gua Maria Giri Wening sangatlah berarti bagi Umat Katolik. Di tempat itu umat katolik dapat menyampaikan doa-doa kepada Bunda Maria, dimana hal tersebut merupakan perlambang permohonan pada ibu, yang akan menampung segala kesulitan manusia,” kata mereka.
Di tempat yang hening itu juga menjadi sarana meditasi, menyepi, sesirih dan sekaligus merefleksikan perjalanan hidup manusia yang penuh tantangan, rintangan dan godaan.
“Penghormatan pada hak atas kebebasan beragama selayaknya menjadi perhatian semua pihak, sehingga keberagaman yang ada justru menjadikan semua orang dapat hidup berdampingan bersama tanpa ada kendala.”
Roby Sukur/Edy/Katoliknews
Komentar