Katoliknews.com – Forum Umat Islam (FUI) Yogyakarta merasa keberatan dengan penggunaan model mahasiswi berjilbab dalam baliho milik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW).
Mereka lantas meminta pihak kampus untuk menurunkan semua baliho yang menggunakan model mahasisiwi berjilbab tersebut. Sementara pihak kampus berdalih tema itu untuk menunjukkan keberagaman agama, suku, ras, dan etnis yang ada di dalam kampus —yang dianggap sebagai miniatur Indonesia.
“Kami mempunyai hak untuk keberatan. Pemakaian muslimah berjilbab oleh universitas Kristen sangat menyakitkan bagi kami,” kata koordinator Anggota Muda FUI Yogyakarta, M. Fuad Adreago, Kamis, 8 Desember, sebagaimana dilansir Rappler.com.
Menurutnya, anggota FUI telah menemui rektorat UKDW pada Rabu, 7 Desember, dan meminta pihak kampus agar menurunkan baliho tersebut.
“Kami menerima laporan dari masyarakat muslimin tentang baliho itu. Tugas kami mem-filter jangan sampai dicopot sendiri oleh kaum muslimin. Kemudian mereka [kampus] menyadari dan dicopot sendiri,” kata Fuad.
‘Miniatur Indonesia’
Sementara itu, pihak kampus UKDW mengatakan bahwa mereka menerima ancaman dari FUI jika tidak menurunkan baliho. Sedikitnya terdapat 5 titik baliho yang tersebar di Yogyakarta dan harus diturunkan karena memuat tema yang sama.
“Deadline-nya Kamis hari ini, dan semuanya sudah diturunkan. Mereka [FUI] mengatakan akan datang dengan jumlah yang lebih banyak jika tidak diturunkan,” kata Rektor UKDW Henry Feriadi kepada Rappler, Kamis.
“Mungkin itu sudah masuk kategori ancaman,” ujarnya.
Dalam jumpa pers di kampus UKDW, Henry memaparkan kronologis terjadinya peristiwa tersebut.
Menurutnya pada Rabu pagi, terdapat dua tamu yang datang dari salah satu organisasi massa berbasis agama Islam dan dari Aliansi Jurnalis Islam Bersatu. Mereka meminta kepada kampus untuk menurunkan baliho dengan model mahasiswi berjilbab.
“Alasannya jilbab adalah simbol Islam dan pemuatannya tidak meminta izin lebih dulu pada ormas itu. Baliho harus diturunkan pada pukul 12:00 [Rabu] siang karena dianggap menyesatkan,” kata Henry.
Kemudian, pada pukul 12:15 WIB, datang lagi sekitar 6 orang yang menyatakan dari FUI. Tuntutan mereka serupa, dan ditambah agar UKDW mencopot semua baliho dengan model yang sama. Tuntutan itu pun disepakati dengan deadline pencopotan paling akhir pada Kamis petang hari ini,” ujarnya.
“Semua baliho sudah diturunkan sekarang,” kata Henry, pada Kamis siang.
Ia menyebut baliho untuk menarik mahasiswa baru itu menggunakan tiga model mahasiswa-mahasiswi yang berprestasi dan berlatar agama, suku, ras, dan etnis yang berbeda. Salah satu di antara ketiga model itu mengenakan kerudung.
Menurut Henry, mereka adalah mahasiswa-mahasiswi pilihan dan berprestasi. Ketiganya ikut serta menjadi model promosi kampus tanpa ada paksaan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa UKDW adalah miniatur Indonesia, yang beragam namun setara.
“Tujuh persen dari 3.800 mahasiswa kami adalah Muslim dan tidak ada diskriminasi pada siapa pun di dalam lingkungan kampus,” kata Henry.
“Ada mata kuliah agama dan diisi dengan materi sharing, mengenal semua agama di Indonesia di satu kelas yang sama. Isinya membangun dialog, bukan mengedepankan Kristen,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa pihak UKDW tidak melaporkan kejadian ini kepada aparat kepolisian.
“Materi promosi ini untuk kepentingan internal, jadi kami tak perlu meminta izin pada siapapun,” kata Henry.
Khawatir jadi virus pemecah persatuan
Namun saat ini pihak kepolisian telah melakukan pengkajian terkait tindakan yang diduga sebagai ancaman yang dilakukan oleh FUI.
“Kami masih melakukan pengkajian untuk menentukan langkah aparat kepolisian,” kata Direskrimum Polda DIY Kombes Frans Tjahyono.
Lestanto Budiman, seorang warga Yogyakarta, mengaku menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh organisasi yang mengatasnamakan agama tertentu. Menurutnya, ada banyak fasilitas umum yang dimiliki oleh swasta, dari latar belakang agama tertentu di Yogyakarta.
“Jika didiamkan ini berpotensi menjadi virus yang memecah persatuan dan kesatuan. Saya Muslim, tapi tak boleh memaksakan kehendak,” kata Lestanto.
“Saya khawatir kalau masalah yang sama ini masuk ke RS [Rumah Sakit]. Kalau tidak boleh masuk [mendapat perawatan], karena agama bagaimana?” ujarnya.
Rappler.com/Katoliknews
Komentar