BOGOR – Pemuda Katolik Indonesia telah menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II di Hotel Padjadjaran Suites, Bogor, Jawa Barat. Rapimnas yang bertajuk “Konsolidasi dan Kaderisasi Organisasi untuk Mewujudkan kader yang 100% Persen Katolik dan 100% Persen Indonesia” berlangsung sejak 27 sampai 29 Oktober 2017.
Rapimnas ini menghasilkan sejumlah rekomendasi baik internal maupun eksternal. Salah rekomendasi eksternal adalah terkait penyelanggaraan Pilkada Serentak di 171 daerah pada tahun 2018. Pemuda Katolik berharap penyelenggara Pilkada Serentak 2018 berlangsung secara jujur, transparan, adil dan demokratis.
“Pemuda Katolik dengan tegas menolak penggunaaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye pilkada maupun pemilu serta mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku dan penyebar isu SARA,” ujar Ketua Umum Pemuda Katolik Karolin Margret Natasa saat memberikan keterangan terkait Rekomendasi Rapimnas II Pemuda Katolik.
Pemuda Katolik, kata Karolin, menilai Pilkada merupakan momentum penting untuk mendapatkan calon kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas. Karena itu, menurut dia, prosesnya harus dilakukan dengan cara-cara yang fair, demokratis dan mengedepankan visi-misi dan program pada kandidat yang berkontestasi.
“Sebagai sarana rekrutmen dan regenerasi kepemimpinan di tingkat daerah, Pilkada Serentak 2018 harus menjadi ajang kontestasi gagasan yang mengedepankan etika dan budaya politik yang berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila,” tandas dia.
Dalam konteks itu, lanjut dia, Pemuda Katolik menolak penggunaan isu SARA di Pilkada karena bisa menimbulkan segregasi sosial di dalam masyarakat yang bisa berujung pada disintegrasi bangsa. Apalagi, isu berbau SARA ini, sengaja dihembuskan untuk kepentingan politik pragmatis demi memenangkan pemilihan.
“Karena itu, pimpinan Pemuda Katolik dari seluruh Indonesia bersepakat menolak pasangan calon kepala daerah yang melakukan isu-isu SARA saat kampanye dan meminta KPU mendiskualifikasi serta meminta aparat penegak hukum untuk memprosesnya secara hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutur dia
Agar mempunyai kekuatan hukum, kata Karolin, Pemuda Katolik mendorong dan mendesak KPU untuk membuat Peraturan KPU (PKPU) yang dengan tegas melarang kampanye menggunakan isu SARA, fitnah dan hoax saat Pilkada. PKPU tersebut, menurut dia, harus memuat tindak tegas terhadap pelaku kampanye isu SARA, fitnah dan hoax baik itu simpatisan, tim kampanye, pasangan calon bahkan parpol pendukungnya.
“Selain itu, PKPU itu juga harus memberikan sanksi kepada penyelenggara yang terlibat dalam kampanye-kampanye isu SARA, fitnah dan hoax. Larangannya harus jelas dan sanksi juga harus jelas,” ungkap dia.
Sementara Sekretaris Jenderal Pemuda Katolik Christopher Nugroho mengatakatan rekomendasi lain Rapimnas Pemuda Katolik terkait Pilkada adalah meminta kader-kader Pemuda Katolik berpartisipasi aktif di Pilkada. Partisipasi tersebut, kata Christopher bisa diwujudkan dengan mendorong kader terlibat aktif dalam pengawasan partisipatif.
“Makanya, kita dorong kader-kader kita di daerah melakukan MoU dengan pengawas pemilu di tingkat daerah untuk melakukan pengawasan. Bisa juga kader-kader kita terlibat di lembaga pemantau pemilu. Bahkan, kita dorong agar mereka bisa menjadi penyelenggara pemilu ad hoc atau di tingkat daerah,” pungkas dia.
Sumber: Floresa.co
Komentar