Katoliknews.com – Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Ignatius Suharyo menyatakan perihatin atas penyerangan sejumlah vihara dan kelenteng di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada Jumat malam, 29 Juli, hingg Sabtu dini hari, 30 Juli 2016.
Lewat pernyataan yang direkam dalam sebuah video, Mgr Suharyo menyebukan bahwa peristiwa itu “melukai persaudaraan kita sebagai sesama bangsa Indonesia.”
Sebagaimana diberitakan, sekitar 10 vihara dan klenteng dirusak massa setelah seorang warga keturunan Tionghoa memprotes penggunaan pengerasa suara di Masjid setempat di Tanjung Balai pada Jumat malam, 29 Juli.
Hal itu kemudian memicu kemarahan massa, apalagi disulut dengan berbagi pesan provokatif via media sosial.
Mgr Suharyo yang juga Uskup Agung Jakarta mengajak semua pihak belajar dari peristiwa itu.
“Kita semua mempunya cita-cita yang sangat indah, antara lain yang terumus di dalam Pancasila, Persatuan Indonesia,” katanya, dalam video itu, yang juga disebar di akun Instagram KAJ.
Ia mengatakan, “tidak ada seorangpun yang ingin konflik, tidak ada serangpun yang ingin terluka, tidak ada seorangpun yang ingin memusuhi saudara-saudarinya.”
“Kita terima peristiwa ini sebagai yang sudah terjadi. Tetapi sekali lagi, mari kita belajar dari peristiwa-peristiwa semacam itu, moga-moga kita dapat memetik yang paling baik dari peristiwa itu demi kebangsaaan kita, demi kesejahteraan kita dan tentu saja demi ketuhanan yang maha esa dan kemanusiaan yang semakin mulia, dijunjung tinggi,” ungkapnya.
Sementara itu pihak kepolisian dilaporkan sudah menetapkan 12 tersangka dalam peristiwa itu, di mana empat terkait kasus perusakan vihara dan 8 terkait kasus pencurian selama kerusahan berlangsung.
Ismail Hasani, peneliti dari Setara Institute for Democracy and Peace mengatakan, gerak cepat Polri dalam peristiwa ini merupakan langkah tepat, termasuk dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama dan memulihkan situasi menjadi lebih kondusif.
“Tetapi langkah tersebut belum cukup. Polri diharapkan dapat mengungkap aktor penggerak kerusuhan tersebut,” kata dia.
Untuk itu, Ismail berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi untuk melakukan aksi-aksi intoleran dan kekerasan lanjutan.
“Peristiwa tersebut memberikan pembelajaran bagi semua pihak, bahwa kondisi intoleransi di tengah masyarakat semakin meningkat,” kata dia.
Menurut Ismail dalam berbagai peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang terus terjadi mengkonfirmasi status toleransi masyarakat yang semakin menipis.
“Pemerintah harus mengambil langkah mendasar dalam merespons seluruh peristiwa pelanggaran yang terus terjadi,” katanya.
Edy/Katoliknews
Komentar