Berita Terkait Gereja Katolik
Rabu, 22 Maret 2023
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Berita Terkait Gereja Katolik
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Home Headline

[Buku Baru] Gereja: Bahtera yang Mulai Bocor?

Refleksi teologis yang hanya berfokus pada kondisi Gereja yang baik-baik saja dan tanpa cacat cela jelas tidak lagi memadai. Sebagai imbangannya, lensa refleksi teologis iuga perlu diarahkan untuk mencermati secara kritis, "Apakah bahtera yang disebut 'Gereja' ini mulai bocor?'

4 Februari 2023
in Headline, Opini, Pilihan Editor
0
[Buku Baru] Gereja: Bahtera yang Mulai Bocor?

Foto: ist.

Katoliknews.com – Para maha guru dari Jembatan Serong (STF Driyarkara-Jakarta) mempersembahkan buku menarik. Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, buku itu bertajuk: Gereja, Bahtera yang Mulai Bocor?

Penggambaran Gereja sebagai bahtera memang bukanlah sesuatu yang baru muncul belakangan ini. Hal tersebut bahkan telah dimulai pada masa paling awal dari Kekristenan, yaitu lewat perikop 1Petrus 3:20-21 yang memandang bahtera Nuh sebagai cikal bakal gambaran akan pembaptisan yang membawa keselamatan.

Pandangan ini kemudian berkembang dan mengantar kepada pemahaman teologis bahwa bahtera Nuh merupakan model atau gambaran dari Gereja sendiri.

Pada periode selanjutnya, para Bapa Gereja, seperti Tertulianus (+ 220) dan Cyprianus dari Kartago (+ 2 58), memperdalam refleksi tadi dengan menggarisbawahi bahwa Gereja bagaikan bahtera Nuh, yang dapat membawa para penumpang melalui pelbagai kehancuran yang terjadi di sekitarnya.

BacaJuga

Bagaimana Aku Harus Berteologi Kontekstual, Bila Berladang Tak Lagi Diperbolehkan?

Bagaimana Aku Harus Berteologi Kontekstual, Bila Berladang Tak Lagi Diperbolehkan?

1.5k
Paus Fransiskus Tunjuk Dosen Kitab Suci STF Driyarkara sebagai Uskup Padang

Paus Fransiskus Tunjuk Dosen Kitab Suci STF Driyarkara sebagai Uskup Padang

2.6k

Refleksi demikian pada gilirannya hendak menyatakan keyakinan bahwa Allah telah memilih suatu cara yang unik untuk menyelamatkan umat manusia, yaitu melalui Gereja. Karena itu, Gereja perlu terbuka dan berbelas kasih kepada setiap orang berdosa yang mencari perlindungan padanya.

Namun, setelah dua milenium mengarungi ‘air bah’ dunia, umat beriman masa kini dihadapkan pada suatu pertanyaan penting dan tak terhindarkan, ‘Apakah Gereja sebagai bahtera masih dalam kondisi yang prima?”

Realitas seolah-olah menunjukkan hal sebaliknya. Gereia, yang serentak bersifat ilahi dan insani, rupanya tidak selalu mampu menghayati kedua sifat itu di dalam suatu tegangan yang seimbang dan harmonis. Momen-momen kelam dan aneka kemerosotan sepanjang selarah Kekristenan seolah-olah membenarkan gagasan tentang adanya keretakan dalam tubuh Gereja.

Tantangan tidak berhenti sampai di situ, sebab umat Kristen dari abad ke abad juga mesti berjuang untuk memahami dan menghayati iman mereka, serta memberikan pertanggungjawaban tentang iman itu kepada siapa saja yang memintanya. Padahal, iman Kristiani mengandung begitu banyak segi, yang tidak seluruhnya dipahami secara sama oleh segenap umat.

Berangkat dari realitas tersebut, refleksi teologis yang hanya berfokus pada kondisi Gereja yang baik-baik saja dan tanpa cacat cela jelas tidak lagi memadai. Sebagai imbangannya, lensa refleksi teologis iuga perlu diarahkan untuk mencermati secara kritis, “Apakah bahtera yang disebut ‘Gereja’ ini mulai bocor?’

Pencermatan tentang adanya ‘kebocoran’ dalam Gereja selanjutnya membawa kita pada beberapa pertanyaan lain yang tidak kalah penting. Apakah ‘kebocoran’ ini tidak akan menghambat, membelokkan, atau bahkan’menenggelamkan’ Gereja dalam perjalanannya menuju Allah? Apakah Gereja akan sanggup bertahan hingga mencapai tujuan akhirnya?

Ada banyak jawaban yang dapat diberikan guna menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun, upaya refleksi bersama kiranya terus-menerus dibutuhkan agar kita dapat senantiasa melangkah beriringan sebagai Gereja.

Dalam hal ini, refleksi tersebut tidak hanya terarah pada penelusuran akan sejumlah hal yang diduga merupakan keretakan atau ‘kebocoran’ di dalam paguyuban dinamis umat beriman, tetapi juga tertuju pada upaya menawarkan kepada segenap anggota Gereja bagaimana agar dapat menyikapi, memaknai, serta—sejauh memungkinkan—memperbaiki apa saja yang’bocor’ itu.

Josep Ferry Susanto membuka rangkaian refleksi ini dengan menyoroti sosok Petrus yang ditampilkan oleh keempat Injil secara amat kaya, baik menyangkut perannya yang menonjol dalam kelompok para rasul dan Gereja awal maupun pertobatan serta transformasi dirinya yang sungguh nyata.

Bercermin dari figur Petrus itu, Gereja yang diduga mengalami ‘kebocoran’—yang terungkap dalam segala kerapuhannya dapat menemukan bahwa dirinya juga terus-menerus dipanggil untuk melalui suatu proses transformasi hingga tuntas, dengan berlandaskan pada relasi mesranya dengan Kristus.

Andreas B. Atawolo memaparkan suatu ulasan teologis komprehensif tentang Gereia yang berdimensi communio, sekaligus yang eksistensinya senantiasa berada dalam pelbagai tegangan dinamis. Alih-alih menimbulkan ‘kebocoran’ berupa kompleksitas dan kontradiksi, pemahaman eklesiologis demikian justru menjadi undangan untuk menghidupi corak Gereja sinodal sebagaimana terkandung dalam visi penggembalaan Paus Fransiskus, yaitu bahwa setiap anggota umat Allah mesti keluar, berjumpa, berdialog, dan berjalan bersama sesamanya sebagai wujud nyata pewartaan Injil.

Fransiskus Sule menawarkan suatu topik refleksi yang berbeda dan tergolong masih jarang diangkat, yakni tentang teologi kematian Gereja. Penelusuran sejarah sendiri menunjukkan bahwa selain kelahirannya di banyak wilayah, Gereja dari abad ke abad juga mengalami kemunduran dan kepunahan di sejumlah wilayah lain.

Namun, fakta semacam ini tidak perlu dianggap sebagai akhir dari hidup Gereja akibat ‘kebocoran’ atau kerapuhannya, bahkan sebaliknya berguna sebagai pengingat akan perlunya evangelisasi terus-menerus dengan bertolak dari keyakinan bahwa di dalam Kristus, setelah kematian, masih ada kebangkitan.

Eddy Kristiyanto menyelidiki ‘kebocoran’ pada tubuh paguyuban Kristiani masa kini—yang diungkapkan dengan istilah “luka-luka Gereja”—melalui pengolahan atas gagasan Antonius Rosmini Serbati.

Ketimbang bernilai positif dan saleh seperti terungkap dalam devosi komunitas Kristen akan kelima luka Yesus, luka-luka Gereja baik dahulu maupun sekarang lebih condong menunjuk kepada situasi kemerosotan riil berkaitan dengan hidup moral serta iman, yang tidak bisa dipisahkan dari aspek pembinaan secara menyeluruh. Lebih lanjut, keberadaan luka-luka itu kiranya perlu selalu disadari dan direfleksikan agar dapat membawa pada pertumbuhan umat beriman sebagaimana dikehendaki Kristus.

Antonius Baur juga menghadirkan refleksi tentang Gereja dengan menggarisbawahi dualitas sifat Gereja yang sekaligus tangguh dan rapuh, sebagaimana kondisi umat manusia—citra Allah sendiri—yang menyusunnya. Meskipun begitu, dimensi kristologis yang terkandung di dalam Gereja membuat dirinya menjadi suatu persekutuan yang berbeda dari perkumpulan-perkumpulan lain karena dipanggil secara khusus kepada kekudusan. Panggilan ini dapat terwujud hanya jika Gereja terbuka terhadap gerak Roh Kudus yang selalu membimbingnya.

Alfonsus Widhi menyajikan refleksi dari sudut pandang spiritualitas, dengan menelusuri bagaimana hidup mati kaum religius sepanjang sejarah. Dalam terang refleksi tersebut, situasi hidup religius dewasa ini dapat dikatakan cenderung bernuansa temaram, dengan ditandai oleh aneka krisis serta penyelewengan di sana sini, meskipun sinyal-sinyal harapan toh juga tidak sama sekali hilang. Dalam hal ini, kunci untuk mengatasi ‘kebocoran’ menyangkut hidup religius terletak pada kesediaan dari setiap pelaku hidup bakti untuk senantiasa memperbarui diri, seraya memelihara kesatuan dengan Allah dan Gereja.

C.B. Putranto memberikan refleksi teologis yang memperlihatkan bahwa gambaran Gereja sebagai bahtera menurut Kitab Suci dan tradisi Patristik pada awalnya menunjuk kepada komunitas jemaat selaku penerima keselamatan, dan baru kemudian menjadi sarana keselamatan. Lebih jauh lagi, ada suatu kesejajaran perihal kerapuhan antara ikon bahtera dengan tubuh Tuhan yang hadir dalam Ekaristi, yang membuahkan konsekuensi bahwa kerapuhan merupakan bagian tak terpisahkan dari Gereja yang perlu disikapi dengan iman dan pengharapan, sebagaimana Kristus yang rela memeluk situasi ‘kebocoran’—yakni kematian—di dalam totalitas cinta-Nya.

Dhaniel Whisnu Bintoro menampilkan refleksi tentang dugaan ‘kebocoran’ dalam Gereja setelah Konsili Vatikan II, yang ditandai oleh polemik tajam di antara dua kelompok reaksioner [yakni kubu progresif/liberal dan kubu konservatif/tradisional].

Namun, penggalian lebih lanjut memperlihatkan bahwa masing-masing ternyata telah menginterpretasikan secara keliru hasil-hasil Konsili sehingga pendirian mereka malah berisiko memecah belah Gereja. Untuk itu, suatu jalan tengah ditawarkan dalam rangka mengakhiri perselisihan, yaitu gagasan Paus Benediktus XIV tentang pembaruan Gereja dalam kesinambungan.

Berliana Ali mengangkat topik refleksi tentang kepemilikan bersama, yang ternyata bersangkut paut dengan salah satu peristiwa ‘kebocoran’ paling awal di dalam jemaat perdana, yaitu dosa keuangan yang dilakukan oleh Ananias dan Safira (Kis. 5:1-11).

Walaupun ada banyak tafsir yang berbeda mengenai kisah tersebut, interpretasi dari perspektif eklesiologis memberikan suatu kontribusi amat berharga sebab memperlihatkan bahwa kuasa Roh sungguh hadir dalam Gereja, serta bekeria secara nyata dengan menyingkirkan penghalang yang merintangi karya pewartaan Injil.

Franz Magnis-Suseno menyajikan refleksi tentang gejolak aktual sebagai dampak dari Jalan Sinodal umat Katolik Jerman, yang dalam sejumlah tuntutannya tampak seolah-olah hendak mengubah doktrin dan praksis Gereja yang telah dijaga selama berabad-abad.

Terlepas dari pelbagai pendapat pro dan kontra yang bermunculan serta potensi ‘kebocoran’ signifikan pada masa depan, umat beriman diajak untuk tidak menarik kesimpulan terlalu dini sambil tetap percaya akan karya Roh Kudus.

Purbo Tamtomo menutup rangkaian buku tersebut dengan memaparkan refleksi pastoral mengenai kekudusan Gereja dengan mengacu pada situasi konkret keluarga-keluarga Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Meskipun data yang telah dikumpulkan menunjukkan banyak ‘kebocoran’ berupa krisis maupun kegagalan hidup perkawinan, karakter kekudusan Gereia tetap mendorong agar setiap umat beriman tidak bersikap acuh tak acuh, tetapi berusaha saling mendengarkan dan terbuka dalam mencari jalan keluar secara kolektif.

Akhir kata, apa yang tersaji di dalam buku ini tidak hanya semakin memperkaya wawasan, tetapi juga membantu kita semua dalam melangkah bersama sebagai satu persekutuan umat beriman yang sedang berziarah menuiu Allah.

Tulisan ini merupakan ringkasan dari pengantar editor, RP Dhaniel Whisnu Bintoro CICM

Tags: Buku "Gereja: Baktera yang Mulai BocorSTF Driyarkara JakartaTeologi Katolik
Artikel Berikut
Paus Berbicara dengan Pemenang Zayed Award 2023 dan Mendorong Dialog Antaragama

Paus Berbicara dengan Pemenang Zayed Award 2023 dan Mendorong Dialog Antaragama

Gema World Youth Day Portugal di Paroki Santo Paulus Nanga Kantuk, Kalimantan Barat

Gema World Youth Day Portugal di Paroki Santo Paulus Nanga Kantuk, Kalimantan Barat

Komentar

Artikel Terkini

Imam Ini Terpilih Jadi Gubernur setelah Disuspensi

Imam Ini Terpilih Jadi Gubernur setelah Disuspensi

1k
Paus Fransiskus Memanggil Kita

Paus Fransiskus Memanggil Kita

1k
Empat Uskup Era Modern yang Meninggal Dibunuh; Pertama Ditembak saat Sedang Memimpin Misa

Empat Uskup Era Modern yang Meninggal Dibunuh; Pertama Ditembak saat Sedang Memimpin Misa

1k
Sepuluh Tahun Kepemimpinan Paus Fransiskus: Bertambah atau Berkurang Jumlah Umat Katolik?

Sepuluh Tahun Kepemimpinan Paus Fransiskus: Bertambah atau Berkurang Jumlah Umat Katolik?

1k
Ordo Fransiskan Indonesia Rintis Karya di Keuskupan Pangkalpinang

Ordo Fransiskan Indonesia Rintis Karya di Keuskupan Pangkalpinang

1k
Universitas-Universitas Katolik Diminta Berbuat Lebih Banyak untuk Mengatasi Persoalan Lingkungan

Universitas-Universitas Katolik Diminta Berbuat Lebih Banyak untuk Mengatasi Persoalan Lingkungan

1k
Berita Terkait Gereja Katolik

Katoliknews.com menyajikan berita-berita tentang Gereja Katolik dan hal-hal yang terkait dengannya, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.

Artikel Terbaru

  • Imam Ini Terpilih Jadi Gubernur setelah Disuspensi
  • Paus Fransiskus Memanggil Kita

Ikuti Kami

Facebook Twitter Instagram

Tentang Kami

  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan dan Partner
  • Kontak

© Katoliknews.com

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif

© 2020 Katoliknews

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In