Katoliknews.com – Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo menyampaikan permohonan maaf kepada para penyandang disabilitas, di mana menurut dia selama ini Gereja masih kurang memberi perhatian pada mereka.
“Saudari-saudara dan anak-anak sekalian sungguh berharga di mata-Nya, demikian juga bagi Gereja. Bahwa kami masih belum sungguh mengerti dan memahami, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” kata Uskup Suharyo dalam surat gembala yang ia tulis khusus menyambut Hari Disabilitas Internasional, 3 Desember tahun ini.
Surat itu dibacakan sebagai pengganti khotbah pada Misa Minggu 5 Desember 2016 di seluruh Gereja di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Ia mengatakan, “sekarang saatnya kita berjalan bersama sebagai keluarga.”
Uskup itu pun menyatakan terima kasih kepada mereka yang selama ini memberi teladan kepedulian kepada penyandang disabilitas, baik lembaga sosial, komunitas, maupun pribadi.
“Secara khusus kita ucapkan terima kasih kepada orang-tua dan keluarga yang setia mendampingi anak-anak dan anggota keluarganya yang menyandang disabilitas,” katanya.
“Kita berterima kasih karena teladan kesetiaan, kesabaran, dan cinta-kasih yang telah mereka tunjukkan adalah jawaban terhadap panggilan Allah Bapa untuk menjadi makin berbelas-kasih seperti Bapa yang berbelas-kasih,” jelasnya.
Namun, hal ini yang ia sebut sebagai pertobatan batin, mesti diikuti tindakan yang nyata.
“Dalam rangka Hari Disabilitas Internasional ini, kita dapat mewujudkan pertobatan kita itu, antara lain menerima dengan kasih saudari-saudara kita dan anak-anak kita yang menyandang disabilitas, ikut menguatkan keluarganya dengan tidak mengasingkan mereka dari tengah kita,” katanya.
“Bagi saudari-saudara kita dan anak-anak kita itu, misalnya, perlu disediakan prasarana dan sarana agar dapat ikut serta dalam Perayaan Ekaristi mingguan bersama umat, tidak hanya perayaan Ekaristi yang khusus saja,” kata Uskup Suharyo.
“Dalam perayaan bersama itu akan ada perjumpaan yang saling menumbuhkan dan menguatkan,” katanya.
Ia menjelaskan, tidak cukup kalau paroki hanya melayani perayaan Ekaristi khusus bagi penyandang disabilitas.
Kata dia, lembaga pendidikan Katolik, sesuai kemampuannya, dihimbau untuk tetap menerima penyandang disabilitas ini bersama siswi-siswa lain.
“Kita berharap bahwa kebersamaan itu pun membuat kedua belah pihak dapat saling belajar,” katanya.
Tentu, kata dia, tidak berarti bahwa lembaga-lembaga pendidikan khusus tidak lagi diperlukan.
“Kehadiran mereka tetap mutlak perlu, bahkan harus kita dukung karena kekhususan para penyandang disabilitas perlu diperhatikan secara intensif oleh pendamping yang ahli di bidangnya,” jelas uskup agung yang juga Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini.
Dalam surat itu, Mgr Suharyo juga mengingatkan bahwa penyandang disabilitas adalah ‘minoritas terbesar’ di dunia.
Mengutip data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada sekitar satu miliar penduduk dunia atau sekitar 15 persen yang menyandang disabilitas, di mana sekitar 80 persen dari jumlah itu ada di negara-negara berkembang.
Di Indonesia, kata dia, menurut data dari Kementerian Sosial, pada 2010, jumlah penyandang disabilitas adalah 11.580.117 orang.
Mgr Suharyo menjelaskan, di KAJ, belum ada angka yang pasti mengenai jumlah penyandang disabilitas.
“Tetapi jika kita ambil angka lima persen saja, ada kira-kira 25 ribu penyandang disabilitas di Keuskupan Agung Jakarta,” katanya.
Ia menjelaskan, mayoritas para penyandang disabilitas menanggung banyak tekanan sosial karena kurang dipahami, bahkan dikucilkan.
“Tidak sedikit juga saudari-saudara kita ini yang mengalami diskriminasi di tempat kerja sehingga tekanan sosial yang mereka tanggung menjadi lebih berat lagi. Hal inilah yang membuat peringatan hari disabilitas ini penting, juga penting untuk kita sebagai pengikut Kristus,” katanya.
Ia menekankan bahwa sangat jelas bahwa Yesus mengajar dan memberi teladan dalam bersikap kepada saudari-saudara yang mempunyai kekhususan dan yang kemudian disingkirkan masyarakat.
“Yesus tidak membeda-bedakan apalagi meminggirkan mereka,” katanya, sambil menyebut bagaimana Yesus menyapa orang buta, orang tuli, orang lumpuh, bahkan juga orang kusta, juga makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa yang dijauhi orang dan membiarkan anak-anak datang pada-Nya, meskipun para murid memarahi orang-orang yang membawa mereka.
“Yesus jelas mengajarkan bahwa setiap pribadi manusia berharga di mata Allah Bapa. Setiap pribadi manusia mempunyai martabat luhur, dengan keterbatasan masing-masing,” tegasnya.
Katoliknews
Komentar