Katoliknews.com – Khotbah atau homili yang panjang dan abstrak adalah “bencana”, jadi harus dibatasi hingga 10 menit, kata Paus Fransiskus seperti dilansir Americamagazine.org.
Berbicara langsung kepada para ketua komisi liturgi keuskupan-keuskupan yang sedang berada di Institut Liturgi Kepausan, Roma, untuk berpartisipasi dalam kursus pembinaan tentang liturgi pada 20 Januari, Paus mengatakan khotbah bukanlah konferensi akademis.
“Saya kadang mendengar orang berkata, ‘Saya pergi ke paroki ini, dan ya itu pelajaran filsafat yang bagus, 40, 45 menit,’” katanya.
Paus Fransiskus mendorong para imam untuk berkotbah “tidak lebih dari delapan sampai 10 menit” dan selalu menyertakan di dalamnya “pikiran, perasaan, dan gambaran,” sehingga “umat dapat membawa pulang sesuatu bersama mereka.”
Khotbah adalah “sakramentali” untuk “dipersiapkan dalam doa” dan “dengan semangat apostolik,” katanya.
Namun, di Gereja Katolik, katanya, “secara umum, khotbah adalah bencana.”
Paus Fransiskus juga memperingatkan para pemimpin upacara liturgi yang mengambil peran terlalu sentral selama Misa.
“Semakin tersembunyi seorang pemimpin upacara, semakin baik,” katanya.
“Kristuslah yang membuat hati bergetar, pertemuan dengan Dialah yang menarik semangat.”
Melampaui “pengetahuan mendalam” tentang perayaan keagamaan, paus mengatakan bahwa para ahli liturgi harus memiliki rasa pastoral yang kuat untuk meningkatkan kehidupan liturgi di wilayahnya, dan bahwa perayaan keagamaan harus memupuk “partisipasi yang bermanfaat dari umat Allah” dan bukan hanya dari imam.
Pendekatan pastoral terhadap liturgi memungkinkan perayaan keagamaan untuk “memimpin umat kepada Kristus, dan Kristus kepada umat,” yang menurut Paus adalah “tujuan utama” dari liturgi dan prinsip penting dari Konsili Vatikan II.
“Jika kita mengabaikan ini, kita akan memiliki ritual yang indah, tetapi tanpa semangat, tanpa rasa, tanpa akal, karena tidak menyentuh hati dan keberadaan umat Allah,” kata Paus Fransiskus.
Paus mendorong mereka untuk menghabiskan waktu di paroki, mengamati perayaan liturgi dan membantu para imam merenungkan bagaimana mereka mempersiapkan liturgi dengan komunitas mereka.
Jika guru liturgi “di tengah-tengah umat, mereka akan segera mengerti dan tahu bagaimana mendampingi saudara-saudaranya, bagaimana menyarankan apa yang cocok dan layak untuk komunitas, dan apa langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan kembali keindahan liturgi dan merayakannya bersama-sama,” katanya.
Tugas ketua komisi liturgi keuskupan, kata Paus Fransiskus, adalah menawarkan kepada paroki, yakni liturgi “yang dapat ditiru, dengan adaptasi yang dapat dilakukan komunitas untuk tumbuh dalam kehidupan liturgi.”
Seorang pemimpin liturgi seharusnya tidak peduli dengan liturgi paroki hanya ketika uskup datang berkunjung dan kemudian membiarkan liturgi kembali seperti semula setelah dia pergi, kata Paus.
“Untuk pergi ke paroki dan tidak mengatakan apa-apa ketika menghadapi liturgi yang agak ceroboh, terbengkalai, tidak dipersiapkan dengan baik berarti tidak membantu umat, tidak menemani mereka,” tambahnya.
Ian Saf
Komentar