Berita Terkait Gereja Katolik
Senin, 30 Januari 2023
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Berita Terkait Gereja Katolik
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Home Opini

Konsumerisme dan Krisis Ekologi

13 Desember 2016
in Opini, Pilihan Editor
0
Bencana Alam, Tanda Tuhan Murka?

Ilustrasi

Oleh: Fr Mathias Jebaru Adon SMM

Salah satu fakta yang tak terbantahkan bahwa manusia sangat bergantung pada alam. Manusia tidak bisa berdiri sendiri tanpa ditopang oleh alam dalam menata keberlangsungan hidupnya.

Kebergantungan manusia pada alam memperjelas keyakinan bahwa manusia dan alam memiliki relasi yang unik dan mendalam. Kedalaman relasi itu terletak dalam keyakinan bahwa manusia sejauh hidupnya di dunia pastilah tidak kekurangan satu pun, sebab segalanya telah disediakan oleh alam.

Sebaliknya, kemiskinan dan kelaparan terjadi karena ketidakadilan dalam tata distribusinya.

BacaJuga

Bencana Alam dan Ketakberdayaan Manusia

Petaka Konsumerisme

1.1k

Ketidaksadaran akan ketergantungan ini menimbulkan sikap yang tidak tepat dalam menjalin relasinya dengan alam. Dalam keadaan seperti itu, manusia kerap kali menempatkan dirinya sebagai penguasa atas alam yang mewujud dalam perbuatan destruktif.

Pemahaman yang salah ini berawal dari mental konsumtif. Mental yang memanfaatkan kekayaan alam demi kepentingan dan kepuasan diri sendiri. Alam tidak lagi dilihat sebagai ibu kehidupan yang memberikan hidup tetapi sebagai objek yang harus diwadahi.

Relasi subjek-objek inilah yang melahirkan krisis ekologis. Sebuah krisis yang mengancam keberlangsungan seluruh makhluk ciptaan. Krisis ini sungguh mengkwatirkan karena tidak hanya berlangsung saat ini, tetapi berdampak pada masa depan seluruh makhluk hidup.

Manusia yang hanya memikirkan kenikmatannya sendiri tidak peduli lagi dengan keutuhan lingkungan hidup. Inilah persoalan yang tengah dihadapi olah manusia di mellenium ketiga ini. Salah satu solusi yang bisa kita ambil untuk mengatasi persoalan besar ini  adalah orang perlu disadarkan akan sikap serakahnya yaitu pola hidup konsumtif.

Pola hidup yang telah menjadi sebuah ideologi yang disebut konsumerisme. Konsumerisme adalah sebuah gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kenikmatan, kesenangan, kepuasan bahkan kebahagiaan.

Singkatnya, sebuah gaya hidup yang tidak hemat. Gaya hidup ini mengarah pada kecenderungan untuk menggunakan segala sesuatu sepuas-puasnya. Pangkal dari gaya hidup ini adalah sikap tamak dalam diri manusia.

Dampak Konsumerisme

Gaya hidup konsumtif lahir dari pemujaan terhadap materi. “Saya ada kalau saya memiliki barang” adalah satu semboyan yang melukiskan gaya hidup konsumtif. Keberadaan seseorang dinilai dari kepemilikan barang mewah.

Dampaknya kemanusiaan direduksi pada apa yang dimiliki. Keluhuran manusia diukur dari jumlah barang bermerek. Semakin mahal barang yang dimiliki seseorang semakin tinggi kemanusiaannya.

Sebaliknya, semakin murah barang yang dimiliki seseorang semakin rendah harga dirinya. Demi mencapai prestise yang tinggi seseorang berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.

Harta adalah kumpulan dari Sumber Daya Alam. Orang kaya berarti orang yang memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah. Kekayaan yang dikejar itu sebagian besar tersimpan dalam perut Bumi.

Untuk memperolehnya diperlukan usaha dan tenaga yang cukup maka dibangunlah tambang. Misalnya, Tambang  Emas, tambang mangan, minyak dll. Tujuannya untuk memperoleh kekayaan dalam skala yang besar.

Persoalannya menjadi semakin besar karena tidak hanya perut Bumi yang dikuras, tetapi juga permukaan Bumi dikuliti dengan cara hutan ditebang dan dibakar. Dengan demikian konsumerisme erat kaitannya dengan krisis lingkungan hidup. Sebab, semakin tinggi kebutuhan akan barang-barang mewah semakin besar kerusakan alam.

Perilaku bersahabat dengan alam hanya mungkin apabila manusia memandang alam semesta dalam keseluruhannya. Artinya alam tidak boleh dilihat sebagai objek yang harus eksploitasi tetapi sebagai sumber kehidupan.

Alam bukanlah musuh manusia sehingga harus ditaklukkan. Manusia perlu disadarkan bahwa alam adalah salah satu penentu keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup. Sejarah telah membuktikan bahwa alam tidak hanya memberikan kehidupan kepada manusia tetapi juga kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang membuat manusia lebih luhur dan lebih bermartabat dari semua makhluk ciptaan lain.

Kebijaksanaan itu lahir dari relasi manusia dengan alam. Ketika para filosof Yunani memandang alam mereka terpesona oleh keindahannya. Kekaguman atas penampakan yang indah dari alam ini memunculkan berbagai pertanyaan.

Dari mana semua ini (alam semesta) berasal? Bagaimana momen terjadinya? Ke mana semuanya ini (alam semesta) bergerak dan siapa yang membuatnya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini kelak menjadi cikal bakal lahirnya filsafat.

Sebuah cara berpikir yang telah mengubah hidup manusia karena hasil permenungannya menjadi awal lahirnya berbagai disiplin ilmu.

Dengan demikian, rasionalitas bukan lahir dari teks tetapi dari pengalaman keseharian manusia dengan alam di sekitarnya. Karena itu, manusia mesti melihat alam sebagai ‘pribadi’ yang telah memberikan kehidupan dan kebijaksanaan.

Bagi orang yang berakal budi seharusnya alam dipandang sebagai representasi dari keteraturan. Maka hidup yang baik adalah hidup yang menyesuaikan diri dengan alam.

Sebuah kemunduran, jika manusia menggunakan kekayaan alam demi kepentingan dan kepuasan diri tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Artikel ini sebelumnya dimuat di Jpicofmindonesia.com

Tags: konsumerisme
Artikel Berikut
Nota Pembelaan Ahok: Tidak Mungkin Saya Berniat Menistakan Islam

Nota Pembelaan Ahok: Tidak Mungkin Saya Berniat Menistakan Islam

Ingin Tampil Cantik Saat Natal? Bisa Ikuti Tips Make Up Ini

Ingin Tampil Cantik Saat Natal? Bisa Ikuti Tips Make Up Ini

Komentar

Artikel Terkini

Yosfrei: Menantang Semangat Misioner Kita sebagai Orang Katolik

Yosfrei: Menantang Semangat Misioner Kita sebagai Orang Katolik

1k
Serangan Pria Bersenjata di Rumah Ibadah Yahudi: Tujuh Warga Sipil Meregang Nyawa

Serangan Pria Bersenjata di Rumah Ibadah Yahudi: Tujuh Warga Sipil Meregang Nyawa

1k
Profil Mgr. Yanuarius You, Orang Asli Papua yang Ditahbiskan Uskup pada 2 Februari Mendatang

Profil Mgr. Yanuarius You, Orang Asli Papua yang Ditahbiskan Uskup pada 2 Februari Mendatang

1k
Paus Fransiskus: Homoseksualitas “itu bukan kejahatan. Ya, tapi itu dosa”

Paus Fransiskus: Homoseksualitas “itu bukan kejahatan. Ya, tapi itu dosa”

1k
HUT Ke-43 Gereja Katolik Nanga Kantuk: Jadilah Berkat dan Biarkan Tuhan Tersenyum

HUT Ke-43 Gereja Katolik Nanga Kantuk: Jadilah Berkat dan Biarkan Tuhan Tersenyum

1.1k
Bagaimana Paus Fransiskus Memandang Pekerja Seks

Paus Fransiskus Sebut Khotbah yang Panjang sebagai ‘Bencana’, Paling Lama Sepuluh Menit

1.7k
Berita Terkait Gereja Katolik

Katoliknews.com menyajikan berita-berita tentang Gereja Katolik dan hal-hal yang terkait dengannya, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.

Artikel Terbaru

  • Yosfrei: Menantang Semangat Misioner Kita sebagai Orang Katolik
  • Serangan Pria Bersenjata di Rumah Ibadah Yahudi: Tujuh Warga Sipil Meregang Nyawa

Ikuti Kami

Facebook Twitter Instagram

Tentang Kami

  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan dan Partner
  • Kontak

© Katoliknews.com

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif

© 2020 Katoliknews

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In