Jakarta, Katoliknews.com – Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo menyampaikan pesan kepada aggota Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) peserta Napak Tilas di Gereja Kathedral Jakarta, pada Jumat, 14 April 2017.
Napak Tilas merupakan acara tahunan mahasiswa Katolik yang berada di bawah naungan Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) untuk memaknai kisah sengsara Yesus dengan berjalan kaki dari unit masing – masing sampai di Gereja Katedral.
Unit Timur dari Rawamangun, Unit Barat dari Grogol dan Unit Tengah dari Harmoni.
Sementara itu, Unit Atma Jaya menempuh perjalanan dari Kampus Atma Jaya Semanggi serta Unit Selatan dari Depok dan berakhir di Gereja Kathedral Jakarta.
Di hadadapan ratusan mahasiswa tersebut, Uskup Ignas Suharyo pertama-tama mengucapkan terima kasih atas nama pribadi dan keuskupan atas niat dan usaha para mahasiswa memaknai Jumat Agung.
“Mahasiswa yang saya cintai, saya pribadi atas Keuskupan Agung Jakarta, sungguh ingin ucapkan terima kasih kepada kalian yang telah mengikuti penziarahan menjelang jumat suci ini. Suatu inisiatif yang khas, suatu inisiatif yang terus menerus diberi makna,” ucapnya.
Menurutnya napak tilas tersebut merupakan bagian dari cara memaknai hidup yang merupakan sebuah penziarahan. Karena itu, pentingnya untuk memaknai penziaran tersebut.
“Saya berpikir bahwa ini adalah suatu penziarahan dari unit kalian masing – masing ke Kathedral. Saya kira kalian setuju dengan saya bahwa hidup adalah suatu penziarahan. Bukan hanya 5 jam, 6 jam dan 10 jam. Tapi, sepanjang hidup”.
“Penziarahan itu akan bermakna atau tidak bermakna tergantung dari kita masing-masing mau memberi makna atau tidak. Mendewasakan, mematangkan, membuat pribadi kita utuh atau tidak. Itu tergantung dari kita masing-masing,” tuturnya.
Uskup yang juga alumus Seminari Mertoyudan tersebut juga menyampaikan tigal hal penting dari kegiatan napak tilas tersebut, setelah perwakilan dari setiap unit menyampaikan kesan dan pesan atas kegiatan napak tilas tersebut.
“Saya amati dari sharing tadi, sekurang-kurangnya ada tiga pengalaman yang saya yakin, sungguh mampu membuat hidup kita, peziarahan hidup kita bermakna. Yang tadi dikatakan oleh kalian semua tadi “lelah”. Di dalam kehidupan kita, yang namanya “lelah”, dalam arti yang luas adalah tidak nyaman, tidak berdaya, gagal, susah. Itu adalah pengalaman yang sangat biasa,” tuturnya.
“Pertanyaanya adalah apa kita mau memberi makna pada pengalaman-pengalaman seperti itu atau tidak. Itu yang pertama,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan pentingnya membangun persahabatan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan seperti itu yang menurutnya sangat menentukan dalam hidup.
“Kedua, yang disampaikan tadi adalah misalnya, membantu teman seperti yang dikatakan teman – teman tadi. Kalau pengalam kita hanya lelah saja, sedih, tidak berdaya, hanya gagal terus, pasti kita habis. Maka, pengalaman yang kedua adalah persahabatan”.

“Maka, saya berharap, selain untuk merasakan lelah, peziarahn ini menjadi kesempatan bagi kalian untuk membangun persahabatan. Itu yang sangat penting. Bahkan sering sangat menentukan di dalam kehidupan. Maka, bersyukurlah bahwa kalian punya teman-teman seperjuangan sekurang-kurangnya sebanyak ini. Belum keluarga, saudara dan lain-lain,” lanjutnya.
Selain itu, ia menekankan agar setiap mahasiswa bisa melihat kesusahan, penderitaan dan jalinan persahabatan dalam kegiatan napak tilas tersebut sebagai bagian dari pengalaman iman.
“Ketiga, seandainya hanya lelah dan bersahabat, namanya belum penziarahan iman. Oleh karena itu, ada yang ketiga yaitu keyakinan iman kita, pengalaman akan Allah. Itu yang akan menjadi kunci yang memberi makna kepada kelemahan, kekurangan kelelahan. Memberi makna kepada persaudaraan, persahabatan dan sebagainya,” tegasnya.
“Oleh karena itu, syukur bahwa dari sharing teman-teman ini saya pernah ungkap apa yang saya yakini bahwa ketika kita berziarah di dalam kehidupan ini setiap pengalaman, setiap peristiwa harus mempunyai makna. Dan saya kira, para pendamping kalian, dari hari ke hari mendampingi kalian supaya kalian semakin tajam melihat makna di balik peristiwa, melihat makna di balik kelemahan, kekurangan dan kelelahan, melihat makna di balik persahabatan, dan terakhir, mencari makna di dalam iman kita,” tutupnya.
Ario Jempau/Katoliknews
Komentar