Katoliknews.com – Protes besar-besaran berubah menjadi kekerasan di Hong Kong pekan ini, ketika para demonstran mencoba menyerbu gedung-gedung pemerintah untuk membatalakan wacana tentang rancangan undang-undang kontroversial yang akan memungkinkan ekstradisi ke daratan Cina.
Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke pengunjuk rasa pada Rabu, 12 Juni. Tujuh puluh dua orang terluka, termasuk 21 petugas polisi.
Kardinal John Tong Hon, Administrator Apostolik Hong Kong mengatakan pada Kamis, 13 Juni bahwa tindakan kekerasan seharusnya tidak menjadi bagian dari aksi masyarakat.
“Jika orang-orang menggunakan kekerasan,” katanya, seperti dikutip Vaticannews.va, tindakan ini “harus dihukum.”
Kardinal itu berada di Roma Minggu ini menemani kelompok antaragama dalam kunjungan ke Vatikan.
Dia mengatakan para pemimpin dari 6 agama telah membahas situasi ini dan menyetujui tiga hal.
Pertama, mereka menyerukan penghormatan terhadap kebebasan individu. “Jika [pengunjuk rasa] keluar untuk mengekspresikan pendapat mereka, mereka harus dihormati,” kata Kardinal Tong.
Kedua, para pemimpin agama Hong Kong tidak sepakat dengan kekerasan.
Kardinal Tong mengatakan itu adalah pendapat pribadinya bahwa kekerasan harus dikutuk. Namun kelompok antaragama, katanya, menyetujui perlunya menentang sikap kekerasan, termasuk “menyakiti orang lain dan melempari polisi dengan batu.”
BACA JUGA: Khawatir dengan Dampak RUU Ekstradisi, Pastor Asal Indonesia Ikut Demo di Hong Kong
Kardinal meminta rakyat Hong Kong “untuk berusaha menjaga stabilitas.”
Ketiga, kelompok antaragama – yang mewakili Katolik, Kristen Protestan, Konfusianisme, Taoisme, Budha, dan Islam – meminta pemerintah Hong Kong dan pengunjuk rasa untuk duduk bersama dan berbicara tentang masalah ini “sehingga melalui dialog kita mencoba mencapai konsensus” .
Tujuannya, kata Kardinal Tong, adalah untuk membantu Hong Kong “menjadi stabil” dan rakyat “menikmati kedamaian dan ketenangan.”
Kardinal Tong juga meminta semua umat Katolik berdoa untuk situasi di Hong Kong.
Komentar