Oleh: Andreas Atawolo OFM
Akhir Juli 2019 terbit sebuah buku karya Pastor Aldo Buonaiuto, Donne Crocifisse (Perempuan-perempuan Tersalib). Sebagai pemberi Kata Pengantar buku tersebut, Paus Fransiskus antara lain menulis: “Seorang pribadi tidak pernah dapat dijual … setiap bentuk prostitusi adalah perbudakan, suatu tindakan kriminal, hal yang menjijikkan…”.
Pastor Aldo adalah anggota Komunitas Yohanes XXIII, yang didirikan Pastor Oreste Benzi. Komunitas ini bergiat membebaskan para pekerja seks di Italia. Berikut kisah kunjungan Paus ke komunitas tersebut – kunjungan yang menginspirasi kata pengantar buku tersebut.
Seperti telah diberitakan dalam famigliacristiana.it pada 12 Agustus 2016, Paus Fransiskus bertemu dengan dua puluh perempuan mantan pekerja seks pada hari Jumat kerahiman. Ia mendengarkan mereka dalam diam penuh haru. Ia lalu ia memeluk mereka satu per satu. “Gadis-gadis”, saya memohonkan pengampunan bagi kalian”, demikian kata Paus kepada mereka.
“Ini merupakan hadiah istimewa”, kata Giovanni Ramonda, presiden Asosiasi Paus Yohanes XXIII, yang sangat tersentuh dengan kunjungan Paus Fransiskus. Perasaan yang sama juga dirasakan dua puluh gadis di Rumah penampungan pertama di Roma, milik para relawan dari Komunitas yang didirikan oleh Pastor Oreste Benzi.
Kunjungan ‘mengejutkan’ Paus Fransiskus, pada hari Jumat kerahiman sungguh mengesankan. “Gadis-gadis kami tidak tahu bahwa Fransiksus akan datang, atau tepatnya, kami menjanjikan mereka kunjungan dari penyanyi terkenal, jadi mereka menunggu”, kata Ramonda. “Kemudian, sekitar jam lima sore, mereka melihat jubah putih dan wajah Paus keluar dari lift. Beberapa dari mereka bertepuk tangan bahagia, yang lain menangis terharu”. Jelas mereka segera mengenalinya. Paus memeluk mereka satu per satu. Dua puluh perempuan, beberapa baru diambil dari jalan hanya beberapa hari lalu, setengah dari mereka di bawah umur, yang lain dari dua puluh hingga tiga puluh tahun: Dari Nigeria, Albania, Ukraina, Rumania.
“Fransiskus datang menemui mereka dengan kelembutan seorang kakek, dia tidak segera berbicara, tetapi dia ingin mendengarkan”. Ia duduk di ruang tamu seperti halnya tamu, dan mempersilakan gadis-gadis itu berbagi kisah. Dia mendengarkan mereka dalam diam, tidak pernah menyela mereka. Tidak mudah bagi mereka untuk hidup. Kisah dramatisnya beragam, ada yang mirip, yang lain beragam. Para calo menemui mereka, menjanjikan pekerjaan untuk mengatasi kemiskinan dan membantu keluarga, meninggalkan kampung halaman dan orang-orang terkasih. Nyatanya, begitu tiba di tempat tujuan, mereka harus bekerja di jalan. Mereka mengalami penyiksaan, penyekapan di kamar gelap, pemukulan, kekerasan, penyiksaan.
“Paus mendengarkan mereka selama lebih dari satu jam dan wajahnya memancarkan semua penderitaan karena kengerian ini”, jelas Ramonda. “Setiap kali seorang gadis mengakhiri kisahnya, dia bangkit dan pergi untuk memeluknya”. Di antara mereka, salah satu wanita muda tampak menggendong bayinya yang berusia beberapa bulan, yang lain sedang hamil. Drama dalam drama: “Ini tren baru saat ini”, jelas Ramonda. “Pelanggan meminta lebih banyak gadis muda dan mungkin hamil, dan dalam hal ini mereka bersedia membayar lebih. Saya sadar ini sulit untuk percaya, namun sayangnya terjadi demikian”. Lalu Paus Fransiskus memeluk anak kecil itu, dan berbicara dengannya selama beberapa menit.
“Saya memohon maaf kepada Anda atas nama para pria, termasuk orang-orang yang beriman dan Katolik, yang telah memperkosa martabat Anda”, katanya. Kemudian, di hadapan anggota Komunitas yang hadir dalam pertemuan itu, ia menambahkan: “Bantu saya untuk mengecam pihak-pihak yang bertanggung jawab”.
Pastor Oreste Benzi memulai pendampingan ini di Rimini, praktis secara diam-diam, berkeliling sendirian, di area stasiun, dengan jubah lisa dan manik-manik rosario untuk diberikan kepada para pekerja seks di trotoar ibukota pada musim liburan. “Mari ikut saya”, demikian ajakannya. Sering kali ia berhadapan dengan para germo yang mengancam, tanpa peduli akan bahaya dan risiko baginya. Malam demi malam, sampai para gadis mulai tergerak untuk dibawa pergi.
“Sejak itu kami bisa membebaskan lebih dari tujuh ribu perempuan dari perdagangan manusia”, jelas Ramonda. “Saat ini 400 anak muda menempati penampungan kami dan kami memiliki 21 unit jalan, di daerah Calabria ke Veneto, ke Piemonte. Dua kali seminggu kami keluar menemui para korban pelacuran. Kita bisa mengambil antara 20 hingga 40 orang dalam sebulan.
Alih-alih bertanya “berapa kamu mau dibayar?”, kami bertanya “berapa banyak penderitaanmu? Kadang-kadang mereka sendiri datang kepada kami, atau mereka mengontak kami dan kami menjemput mereka”. Setelah dibebaskan dari perdagangan, proses panjang dimulai. “Pertama-tama kami membawa mereka, dan bekerja sama dengan Kementerian pada jalur program perlindungan”, lanjut Ramonda. “Lalu kita memulai proses untuk mengatur tempat tinggal mereka dan mengurus dokumen-dokimen mereka”. Sedapat mungkin anak perempuan mengikuti kursus keterampilan profesional, meskipun bagi sebagian dari mereka kembali ke kehidupan “normal” itu tidak layak. “Beberapa hancur secara psikologis dan hampir tidak dapat pulih dan hidup mandiri. Mereka akan tetap bersama kita selamanya di rumah kita”.
Paus juga menerima dorongan kuat untuk kampanye yang didukung oleh Asosiasi Paus Yohanes XXIII, Inilah tubuhku, untuk mendukung rancangan undang-undang hukuman bagi para pelanggan. “Saat ini ada kesan pembuatan undang-undang yang justru mau melegalisasi prostitusi”, jelas Ramonda. “Kami jelas menentangnya, karena legalisasi melecehkan martabat wanita, dan juga karena di negara-negara di mana telah dilegalkan, seperti Jerman dan Belanda, itu justru tidak membatasi, tetapi untuk meningkatkan bisnis racket, dua kali lipat.
Kunjungan Paus Fransiskus telah memberi energi dan motivasi kepada komunitas Inilah tubuhku. “Ia telah mendorong kami untuk terus maju, dan itu berarti membenarkan banyak dampak positif dari inisiatif kami. Kami menyambutnya sebagai mutiara bagi perjalanan kami”.
Artikel ini sebelumnya dimuat di Andreatawolo.id, blog milik RP Andre Atawolo OFM. Silahkan membaca tulisan lain dari pengajar teologi dogmatik di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini dengan mengklik di sini!
Komentar