Katoliknews.com – Seorang pelajar sekolah menengah berusia 19 tahun di Filipina memilih gantung diri karena khawatir keluarganya tidak akan mampu membeli perangkat elektronik yang diperlukan untuk pembelajaran online di tahun akademik mendatang.
Sekolah-sekolah di negara mayoritas Katolik itu rencananya dibuka kembali pada bulan Agustus, dengan sistem pembelajaran baru yang diusulkan oleh Departemen Pendidikan dalam menanggapi pandemi COVID-19.
Peristiwa itu mengungkap dilema yang dihadapi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah yang tidak mampu membeli peralatan elektronik seperti tablet dan telepon pintar yang diperlukan untuk belajar online.
Pelajar yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan kepada orang tuanya betapa bersalahnya dia karena menyebabkan adanya “biaya tambahan” untuk keluarga mereka yang sudah mengalami kesulitan ekonomi.
Mereka tinggal di Provinsi Albay, Manila bagian selatan. Dia juga memberi tahu saudaranya betapa sedihnya dia karena tidak memiliki tablet atau telepon pintar untuk mengikuti pembelajaran online.
“Dia mengatakan kepada saya bahwa keluarga kami sudah miskin dan bahwa ia membuat orang tua kami semakin miskin karena gawai yang kami butuhkan untuk sekolah tahun ini,” kata adik korban, seperti dilansir Ucanews.com.
Gilbert T. Sadsad, Direktur Kantor Departemen Pendidikan setempat mengatakan keluarga korban akan diberikan konseling.
Sadsad juga meminta Sekretaris Pendidikan Leonor Briones untuk menyedikan bantuan atau layanan psikologis kepada siswa di wilayah tersebut karena banyak yang bisa menjadi korban kecemasan dan depresi di tengah “perubahan mendadak dan besar” dalam pembelajaran.
“Depresi dan gangguan emosional di antara pelajar dan orang tua cenderung terjadi di tengah krisis kesehatan yang sedang berlangsung ini, karena banyak siswa di sekolah-sekolah pemerintah berasal dari keluarga miskin,” kata Sadsad.
Namun, Briones mengatakan bahwa pembelajaran online bukan satu-satunya metode yang diusulkan oleh departemennya.
Dia mengatakan mereka juga telah mengusulkan pendekatan campuran, di mana materi pelajaran dicetak dan dibagikan kepada siswa.
“Pendidikan itu untuk semua orang. Pembelajaran online bukan pertimbangan utama dari Departemen Pendidikan. Bagi mereka yang tidak mampu membeli gadget dan komputer, kami memiliki sistem pembelajaran lain yang menggunakan materi cetak,” kata Briones dalam sebuah pernyataan.
Briones juga memperingatkan guru-guru dan pengurus sekolah untuk tidak mengintimidasi siswa dengan persyaratan yang hampir “tidak mungkin” seperti harus memiliki komputer atau tablet di rumah.
Sementara itu, Uskup Joel Baylon dari Legaspi mengatakan, sangat disayangkan bahwa orang miskin selalu berada di pihak yang kalah, tidak hanya di bidang kesehatan tetapi juga di sektor pendidikan.
“Ketahuilah bahwa saya berdoa untuk siswa dan keluarganya. Gereja di Albay sudah membantu dengan menyediakan para siswa kami gadget sebelum kelas dimulai. Hanya itu yang bisa kami lakukan,” kata Uskup Baylon.
Uskup Baylon mengatakan, dia telah bertemu banyak keluarga miskin yang menghadapi tantangan keuangan untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah.
“Suatu hari seorang pengemudi jeepney mendekati saya untuk meminta nasihat. Dia khawatir tidak bisa mengirim anak-anaknya ke sekolah karena mereka membutuhkan komputer dan Wifi,” katanya.
Jeepney merupakn jenis moda transportasi publik yang populer di Filipina, berupa mobil jeep yang dimodifikasi.
“Dia begitu putus asa, bahkan meminta saya untuk mencari seseorang yang mau membeli jeepney-nya sehingga dia bisa membeli komputer untuk anak-anaknya,” tambahnya.
Aleksander AN
Komentar