Katoliknews.com – Paus Fransiskus termasuk ke dalam sejumlah pemimpin dunia yang diundang pemerintah Turki untuk menghadiri upacara peresmian Hagia Sophia menjadi masjid pada Jumat esok, 24 Juli 2020.
Aleteia.org melaporkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, mengundang Paus Fransiskus untuk menghadiri upacara bersama 1.000 hingga 1.500 orang yang diharapkan dapat mengikuti Shalat Jumat di bangunan bersejarah itu yang statusnya diubah dari sebelumnya sebagai museum.
Shalat itu akan dipimpin oleh Ali Erbaş, Direktur Urusan Agama Turki, menurut Harian Turki Hürriyet News. Media itu menyebutkan bahwa presiden dari negara tetangga seperti Azerbaijan dan Qatar juga diundang ke acara tersebut.
Pemimpin Partai Gerakan Nasionalis Devlet Bahçeli, wakil dan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa dan jajaran menteri juga diperkirakan akan menghadiri Shalat Jumat tersebut.
Presiden Erdogan sudah mengunjungi Hagia Sophia pada hari Minggu, memeriksa kesiapan tempat itu untuk diresmikan.
Acara tersebut diadakan dengan tetap menerapkan protokol COVID-19 yang ketat, menurut laporan media itu.
Juru bicara kepresidenan Ibrahim Kalin mengatakan, bangunan yang masuk Warisan Kebudayaan Dunia UNESCO itu masih akan tetap dibuka untuk umum.
Kepada CNN, Kalin menerangkan mereka tidak akan melakukan perubahan pada mosaik Kekristenan, karena masuk ke dalam “warisan kebudayaan Turki”.
Hingga saat ini, belum ada keterangan apakah Paus Fransiskus akan menghadiri acara tersebut. Pihak Vatikan juga belum mengomentari undangan yang diberikan.
Terakhir kali Paus mengunjungi Hagia Sophia saat ke Turki pada 2014 lalu.
Paus Fransiskus sempat mengungkapkan kesedihannya atas keputusan Turki mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
“Saya memikirkan Instanbul. Saya sedang memikirkan Hagia Sophia. Saya sangat sedih,” kata Paus saat berbicara di hadapan para peziarah di Basilika St Petrus, Minggu 12 Juli 2020.
Presiden Yunani, Katerina Sakellaropoulou telah meminta Paus Fransiskus untuk mengadvokasi pelestarian status quo mengenai bangunan bersejarah itu, menurut Catholic News Agency.
Keputusan untuk menjadikannya masjid “sangat menyakitkan mereka yang menganggap simbol kekristenan teratas ini milik umat manusia dan warisan budaya dunia,” menurut pernyataan dari Kantor Presiden Yuhani, Senin 20 Juli 2020 .
Sakellaropoulou mengatakan, langkah itu harus “secara eksplisit dan tegas dikutuk” oleh komunitas internasional, dan meminta Paus untuk membantu mengumpulkan dukungan internasional sehingga pemerintah Turki mencabut keputusannya dan mengembalikan Hagia Sophia ke status monumen yang dilindungi.
Menurut pemerintah Yunani, Paus Franssikus sudah mengetahui motif politik keputusan Presiden Erdogan, yang digambarkan Sakellaropoulou sebagai upaya memisahkan Turki dari nilai-nilai negara sekuler serta prinsip-prinsip toleransi dan pluralisme.
Pada hari Selasa, Konferensi Waligereja Amerika Serikat bergabung dengan Gereja Ortodoks Yunani di negara itu untuk menyerukan “Hari Berkabung” pada Jumat esok, ketika konversi bangunan menjadi masjid dilakukan.
“Kami bergabung dengan Gereja Orthodox Yunani untuk mempersembahkan doa-doa kami untuk pemulihan Hagia Sophia sebagai tempat doa dan refleksi bagi semua orang,” kata konferensi para uskup.
“Museum ini adalah tempat pertemuan dan dialog antara orang-orang dari semua agama dan budaya. Ortodoks Yunani telah meminta agar setiap gereja membunyikan lonceng, setiap bendera dinaikkan setengah tiang dan bahwa Nyanyian Rohani Akathist dinyanyikan pada malam hari. Bagi umat Katolik, bisa mendaraskan doa Rosario.”

Hagia Sophia pertama kali dibangun sebagai gereja katedral oleh Kerajaan Bizantium Kristen.
Bangunan itu kemudian diubah menjadi masjid setelah penaklukan Ottoman atas Istanbul pada tahun 1453.
Pada tahun 1934, Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Republik Turki, mengubah Hagia Sophia menjadi museum, yang kemudian menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Aleksander AN
Komentar