Katoliknews.com – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) meminta publik untuk tidak mengaitkan kasus perusakan dan pembakaran sebuah gereja baru-baru ini di Provinsi Sulawesi Barat dengan masalah intoleransi karena pelakunya mengidap ganggung jiwa.
Dalam sebuah pernyataan pada 6 Juli, Philip Situmorang, juru bicara PGI mengatakan, dari informasi di lapangan, pelaku adalah warga gereja yang dibakar itu dan “ memiliki gangguan kejiwaan.”
“Pihak kepolisian setempat telah memproses kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku, tanpa menemukan bukti-bukti yang menunjuk pada keterlibatan pihak lain dan tidak bermotif intoleransi,” katanya.
Pernyataan itu merespon berbagai spekulasi di media sosial yang menuding bahwa kasus pembakaran Gereja Toraja Mamasa (GTM) pada 26 Juni itu adalah bagian dari serangan terhadap orang Kristen dan munculnya kritikan terhadap PGI yang dianggap tidak bersuara.
Situmorang menjelaskan, sejak informasi kejadian pembakaran ini diterima, mereka telah mencari informasi mengenai fakta sesungguhnya dan menyatakan bahwa komitmen mereka untuk berpihak pada keadilan dan perdamaian tidak luntur.
Namun, ia menyatakan, mereka berharap “semua pihak tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi tidak otentik untuk kepentingan tertentu.”
“Mari bersama-sama turut meningkatkan literasi cerdas bermedia sosial dalam masyarakat kita, serta membangun budaya kritis-prinsipil, konstruktif-realitis sebagai warga bangsa dan gereja,” katanya.
Menurut Dedi Yulianto, penyidik di Polres Mamasa, tersangka pembakaran itu yang diidentifikasi Joni, 40 tahun mengaku menjalankan aksinya setelah pada pukul 25 Juni malam sekitar pukul 11 pm memimpikan ayahnya yang meninggal pada bulan Februai mengatakan bahwa barang-barang miliknya dicuri orang dan dibawa ke gereja.
“Seketika itu, dia terbangun. Dalam suasana emosi, ia mengambil sebilah parang untuk melakukan pengrusakan di dalam gereja dan membakarnya,” katanya, sambil menambahkan bahwa perlengkapan yang rusak adalah bangku, meja, sound sistem dan dokumen-dokumen.
Ia mengatakan, mereka masih akan melakukan pemeriksaan kejiwaan tersangka.
“Dari informasi yang kami peroleh, si telah beberapa kali melakukan pengrusakan di kampungnya,” jelasnya.
Ia menyatakan, sejauh ini mereka menyimpulkan bahwa kasus ini murni tindakan kriminal dan tidak ada kaitannya dengan aksi terorisme.
Pendeta Yusuf Artha, Sekretaris Umum Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja Mamasa juga menyatakan, kondisi jemaat setempat saat ini sangat kondusif.
“Artinya bahwa warga jemaat memaklumi, memahami bahwa yang membakar gedung gereja ini ialah warga jemaat mereka yang mengalami gangguan jiwa,” katanya.
Akhir-akhir ini memang telah terjadi beberapa serangan terhadap kelompok Kristen di Sulawesi oleh kelompok teroris, hal yang ikut melatarbelakangi upaya mengaitkan kasus pembakaran gereja ini dengan isu intoleransi.
Pada 11 Mei, empat petani Kristen termasuk seorang Katolik di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah dibunuh oleh teroris dari Mujahidin Indonesia Timur.
Sebelumnya, pada Minggu Palma, terjadi serangan bom bunuh diri di Katedral Hati Kudus Yesus di Makassar, ibu kota provinsi Sulawesi Selatan.
Serangan yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru yang tergabung dalam jaringan teror Jamaah Ansharut Daulah (JAD) mengakibatkan dua pelaku bom tewas dan sedikitnya 20 orang luka-luka.
Aria/Katoliknews
Komentar