Katoliknews — Paus Benediktus XVI telah berpulang pada 31 Desember 2022, pukul 09.34 waktu Roma di Biara Mater Ecclesiae di Vatikan.
Dua hari sebelumnya, Paus yang sudah berusia 95 tahun dilaporkan kesehatannya memburuk akibit usia yang sudah uzur.
Salah satu yang menarik perhatian publik dari ziarah panjangnya sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik (2005-2013) adalah pidatonya di Universitas Regensburg, Jerman, 12 September 2006 silam.
Pidato itu menyulut kemarahan umat Muslim di berbagai negara karena dinilai mengaitkan kekerasan dengan Islam. Akan tetapi, sekaligus setelahnya memperlihatkan kebesaran jiwa Paus untuk meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya ia tidak lakukan.
Dalam pidato tersebut, Paus ke-265 itu mengutip pernyataan seorang kaisar Kristen ortodoks abad ke-14, Kaisar Manuel II Palaeologus dengan sang bijak dari Persia mengenai agama Kristiani dan Islam serta soal kebenaran keduanya.
“Tunjukkanlah, apa hal baru yang dibawa Muhammad dan Anda hanya akan menemukan yang buruk dan tidak manusiawi, seperti bahwa ia memerintahkan agar iman yang diwartakannya disebarluaskan dengan pedang,” kutip Paus dalam pidato itu.
Untai kalimat itu membuat negara-negara mayoritas Muslim seperti Turki, Mesir, Palestina, Maroko, Somalia, dan Indonesia melayangkan protes keras.
Di Indonesia, demo digelar termasuk di depan Kedubes Vatikan menuntut Paus yang dikenal sebagai teolog koservatif itu minta maaf.
Di Turki, Pejabat keagamaan juga mendesak Paus untuk minta maaf.
Seorang tokoh Islam di Mesir menyerukan negara-negara Islam untuk memutuskan hubungan dengan Vatikan jika Paus tidak menarik ucapannya.
Mohamed Mahdi Akef, Kepala Organisasi Persaudaraan Muslim tertua dan paling berpengaruh di dunia Arab, mengatakan Paus telah “memancing kemarahan seluruh dunia Islam dan memperkuat argumen mereka yang mengatakan bahwa Barat memusuhi semua yang berbau Islam”.
Paus Berjiwa Besar
Protes dari dunia Islam membuat Paus Benediktus XVI harus berjiwa besar untuk meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya tidak ia lakukan.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan pejabat senior Vatikan, Paus mengatakan dia menghormati Islam dan berharap umat Islam akan memahami inti dari kata-katanya.
Pasalnya, kalimat yang dinilai mengidentikkan Islam dengan kekerasan itu bukan pernyataan, melainkan kutipan.
Juga, pidato nuansanya sangat berbeda, karena disampaikan sebagai literatur (kutipan dan referensi) yang merupakan diskusi dari Kaisar Manuel II dengan lawan bicara (orang Persia).
Sebenarnya, wajar sekali dalam forum ilmiah di universitas mengutip pernyataan dari literatur. Paus sadar akan pendengarnya dan yang dilakukan di dalam Aula Magna Univesitas Regensburg dalam konteks sebagai forum “kuliah luar biasa” teologi.
Dalam hal ini barangkali lebih tepat dikategorikan sebagai pengutipan untuk mempelajari dan merenungkan sejarah Gereja dan agama. Sebuah sikap wajar dalam konteks ilmiah.
Yeri Orlando
Komentar