March Virgin De Renya Mbula
(Siswi SMAK Seminari Yohanes Paulus II-Labuan Bajo)
Rasa-rasanya, sangat sulit untuk kita dewasa ini mengambil jarak yang cukup jauh dengan teknologi. Karena, hampir semua lini kehidupan mengalami sentuhan teknologi mutakhir.
Segala aspek kehidupan kita mensyaratkan untuk akrab dengan teknologi. Ada semacam kondisi ketergantungan pada anak kandung peradaban modern itu.
Misalnya, di sekolah, jika seorang siswa ekstrem tidak menggunakan smartphone, maka akan kesulitan untuk mengimbangi dinamika sekolah, yang dalam banyak hal, informasi pelajaran atau pembinaan disampaikan melalui gawai itu.
Dengan kata lain, mengambil jarak yang cukup jauh dengan teknologi akan membuat seseorang ketinggalan informasi: kurang up date atau kudet, kata orang Jakarta. Dia menjadi asing di tengah dunia.
Penulis adalah seseorang yang terlahir di tengah dunia dengan zaman seperti ini; teknologi adalah semacam prasyarat untuk bisa mengimbangi dinamika hidup, dinamika sekolah; dan dunia yang generasi kami jejali adalah dunia yang tergantung pada teknologi. Kami harus melek teknologi. Tidak zadul.
Menyitir ungkapan klasik dari Rene Descartes: Saya berpikir maka saya ada, maka saat ini di hadapan saya seolah-olah ada seseorang yang lantang mengatakan: Engkau menguasai teknologi, maka engkau ada; engkau eksis sebagai anak zaman.
Karena itu, hemat saya, siswi/a seperti saya—yang saat ini dibenamkan di kawah candradimuka Seminari Yohanes Paulus II, Labuan Bajo—mesti akrab dengan teknologi.
Pasalnya, pemanfaatan teknologi yang strategis dan tepat guna dalam pendidikan termasuk di Seminari Labuan Bajo, merupakan kunci dalam upaya membangun pendidikan sekaligus mendorong pembelajaran berkualitas bagi anak bangsa.
Namun, yang perlu diingat bahwa teknologi tentu tidak akan menggantikan peran guru sebagai insan pendidik. Guru mesti tetap hadir secara penuh, tidak membiarkan kami berkelana tanpa kompas di rimba raya dunia maya melalui teknologi internet, misalnya.
Beruntunglah: dalam pengalaman saya di SMAK Seminari St.Yohanes Paulus II Labuan Bajo, akses terhadap tekonlogi ini diberi ruang yang cukup, di sisi lain para guru tetap mengingatkan kami untuk menggunakan hal semacam itu dengan bijaksana.
Handphone, laptop, komputer membantu kami, para seminaris atau siswa/i seminari dalam mengerjakan tugas. Ini sekadar menunjukkan bahwa kehadiran teknologi di seminari ini sangatlah bermanfaat dalam perkembangan intelektual kami. Melalui teknologi, kami dapat mengakses informasi dan pengetahuan baru yang tersedia secara melimpah di internet.
Teknologi itu juga membantu kami dalam mengembangkan bakat dan minat, seperti bermusik dan mengakses bahan bacaan seperti novel, menonton film, dan lain-lain.
Komentar