Katoliknews. com – Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang mengingatkan seluruh pembatunya, yakni para imam dan biarawan/i untuk tidak menerima bantuan apa pun dari partai politik mana pun. Larangan ini berkaitan dengan perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2024 mendatang. Lantas, apa alasan di balik larangan itu?
Dilansir media gatra.com, Uskup berdarah Manado itu mengatakan, menghadapi suasana panas dalam Pemilu mendatang, Gereja perlu menjaga netralitas.
“Ini untuk menjaga netralitas gereja dalam menghadapi Pemilu 2024 ,” kata Mgr Petrus Turang, pada 25 Maret lalu.
“Apabila para pastor paroki maupun biarawan atau biarawati lainnya menerima dana bantuan dari partai politik, maka hal itu sebagai awal dari terjadinya korupsi,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Uskup Turang, “Saya minta kaum awam untuk mengawasi para pastor, biarawan dan biarawati untuk tidak melakukan hal itu.”
Namun, ia mendorong kaum awam untuk terlibat aktif. “Untuk umat dipersilakan berpolitik apa itu sebagai simpatisan atau pengurus Parpol,” jelas Mgr. Petrus.
Adapun dalam Hukum Gereja, dikutip dari penjelasan RD Rikardus Jehaut dalam tulisannya “Ketentuan Hukum Kanonik tentang Keterlibatan Imam dalam Politik” di mirifica.com, aturan para imam dilarang terlibat politik praktis diatur dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983 kan. 287, §2 menyatakan bahwa para imam dilarang untuk turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja atau memajukan kesejahteraan umum”.
Ketentuan yuridis ini, jelas RD Rikardus, memiliki pertautan yang erat dengan paragraf yang pertama dari kanon. 287, §1, di mana dikatakan bahwa para klerus hendaknya selalu memupuk damai dan kerukunan dengan sekuat tenaga berdasarkan keadilan yang harus dipelihara di antara sesama manusia (clerici pacem et concordiam iustitia innixam inter homines servandam quam maxime semper foveant).
Komentar