Katoliknews.com – Rohaniwan Katolik sekaligus pakar moral, Romo Franz Magnis Suseno menyebut dua alasan umum hukum mati diterapkan, yakni pembalasan atau retribusi dan menimbulkan efek jera.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam diskusi “Menembus Batas-Batas Legal: Pro-Kontra Hukuman Mati”.
Diskusi ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (IKAD) dan Center for Research on Ethics Economics and Democracy (CREED) pada Jumat, 3 Maret 2023 di Bilangan, Jakarta Selatan.
Alasan pembalasan atau retribusi, menurut imam sepuh itu, “Tidak masuk akal, mengapa kejahatan kembali dibalas dengan kejahatan?”
Sementara alasan menimbulkan efek jera, pakar etika Jawa itu “ragu karena tidak ada data yang menunjukkan bahwa hukuman mati berhasil secara signifikan menurunkan kejahatan.”
Pembicara lain dalam diskusi ini adalah pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Trisakti, Dr. Albert Aries S.H., M.H dan Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.
Dr. Albert lebih condong menyetujui hukuman mati dengan syarat tertentu. Ia mengutip Prof. JE. Sahetapy yang menyatakan bahwa hukuman mati dibolehkan atas dua kasus, yakni narkoba dan terorisme.
Alasannya, kata dia, pada kasus narkoba, umumnya pelaku masih bisa menjalankan peredaran meski dari balik penjara.
Sedangkan pada kasus terorisme, terangnya, “karena alasannya ideologis, maka hukuman seumur hidup diandaikan tidak akan mampu mengubah pemikiran dan keyakinan seseorang. Bahkan kematian akan menjadi hal yang membanggakan bagi mereka.”
Uli Parulian Sihombing, yang mewakili Komnas HAM, menolak hukuman mati atas jenis kejahatan apa pun.
“Bahkan pada mereka yang telah divonis hukuman mati, Komnas HAM selalu mengupayakan pendampingan supaya hak-hak terdakwa terpenuhi dan bahkan sebisa mungkin mengusahakan vonis tersebut ditinjau ulang,” ujarnya.
Senada dengan Romo Magnis, Uli juga menyebutkan bahwa hukuman mati tidak ekuivalen dengan angka penurunan kejahatan.
Ian Saf
Komentar