Katoliknews.com – Topan Freddy yang menerjang Afrika bagian Tenggara Sabtu (11/3) telah menewaskan 438 orang. Topan itu mengakibatkan tanah longsor dan banjir sehingga menghancurkan rumah dan tanah, serta membuat ratusan ribu orang mengungsi, seperti dilansir Vaticannews.
Malawi menjadi negara paling terdampak di mana banyak desa telah hanyut dan masyarakat berlindung di sekolah dan kamp.
Badan-badan kemanusiaan, termasuk organisasi yang dikelola Gereja, berada di lokasi memberikan bantuan kepada orang-orang yang telah kehilangan segalanya.
Martha Phiri adalah Peneliti Kebijakan dan Staf Advokasi untuk Pusat Ekologi dan Pembangunan Jesuit yang berbasis di ibu kota Malawi, Lilongwe.
Dia mengatakan kepada Radio Vatikan tentang kunjungan yang dilakukan oleh timnya bekerja sama dengan Caritas Malawi untuk mendata kebutuhan masyarakat dan memberikan bantuan darurat.
Dia juga berbicara tentang bagaimana dukungan psikologis dibutuhkan untuk korban yang trauma serta menyerukan kesiapsiagaan dan pencegahan bencana yang lebih baik dari pihak berwenang.
Pekerjaan JCED yang dikelola Yesuit, jelas Martha, terlibat dalam pembangunan ketahanan, adaptasi dan advokasi keadilan iklim, menargetkan mereka yang paling terkena dampak dan rentan di komunitas pedesaan dan terpinggirkan.
“Apa yang mengilhami pekerjaan kami adalah apa yang diminta oleh Paus Fransiskus untuk kita lakukan: mendengar jeritan orang miskin dan jeritan bumi. Dan tidak hanya mendengar, tapi mengambil tindakan,” ujarnya.
Kedekatan Paus Fransiskus
Merujuk pada Paus Fransiskus yang menyampaikan dukacita atas korban bencana alam dan kedekatannya dengan semua yang terkena dampak topan, saat Audiensi Umum Rabu lalu, Martha mengatakan ucapannya disampaikan kepada masyarakat Malawi.
Kata-kata Paus itu penting, katanya “melihat Paus bersama kita, melakukan perjalanan bersama kita, dan mencoba memberi harapan kepada kita.”
Martha berbicara tentang bagaimana kunjungan solidaritas yang baru saja dia lakukan ke bagian selatan negara yang paling terkena dampak bencana itu.
Dia membawa tim menyusuri jalan yang rusak, mengikuti jalur tanah longsor yang menyebabkan rumah-rumah hancur, bersama ribuan orang berkumpul di kamp pengungsian.
“Situasi di lapangan sangat, sangat buruk: kami mengalami kekacauan di Malawi. Kami memiliki begitu banyak pusat evakuasi dan tenda sementara dengan jumlah pengungsi yang sangat besar,” terang Martha lebih lanjut.
Katanya, “banyak pusat evakuasi berada di sekolah, dan itu berarti sekolah ditutup”.
Tim yang terdiri dari anggota Jesuit Centre for Ecology and Development (JCED) dan Caritas Malawi itu juga bergabung dengan beberapa uskup dari daerah yang terkena dampak topan sebagai tanda solidaritas dan kedekatan.
Selama kunjungan, mereka menyediakan makanan dan barang-barang lainnya seperti pakaian, sepatu, selimut, dan ember.
Situasi Tanpa Harapan
“Orang-orang ini tanpa harapan. Semuanya musnah. Mereka telah kehilangan segalanya dan tiba di pusat evakuasi tanpa membawa apa-apa,” katanya.
Selain kekurangan barang kebutuhan pokok, yang paling mengejutkan Martha adalah menyaksikan mereka yang tidak mempunyai apa-apa.
“Di tenda, itu adalah situasi yang sangat menyedihkan. Ketika saya di sana, saya melihat anak-anak menangis putus asa, tidak tahu di mana orang tuanya, tidak diberi tahu bahwa orang tuanya tidak ada lagi,” katanya.
Kita perlu memahami, lanjutnya, cara terbaik untuk melakukan perjalanan dengan orang-orang ini dengan mempertimbangkan tidak hanya kebutuhan materi mereka tetapi juga “membantu mereka untuk sembuh karena trauma.”
Meski Malawi kerap mengalami bencana alam akibat perubahan iklim, Martha mengatakan “tidak ada yang menyangka kota besar seperti Blantyre akan mengalami begitu banyak kehancuran dan kerusakan.”
Kesiapsiagaan Bencana
Selain itu, pungkas Martha, “ini menjadi pelajaran karena negara perlu menggenjot pencegahan dan kesiapsiagaan bencana di negara yang rakyat miskinnya menanggung harga mahal akibat perubahan iklim.”
“Kita harus benar-benar memastikan bahwa kita menyadari apa yang sedang terjadi,” katanya.
Lebih lanjut dia jelaskan “sebagai sebuah negara, saya pikir kita dapat berbuat lebih baik dalam hal kesiapsiagaan bencana untuk memastikan tragedi seperti itu dapat dihindari di masa depan.”
Komentar