Sdr. Marciano OFM
(Fransiskan berkarya di Timor Leste)
Dewasa ini, banyak orang yang meninggal bukan hanya karena tidak ada makanan, melainkan juga karena kelebihan makanan. Dalam realitas sehari-hari, dalam karya pelayanan kita di rumah sakit, kita temui begitu banyak orang yang mati karena kurang gizi, tidak ada nutrisi dan lain-lain. Selain itu, kita juga temui tidak kurangnya saudara dan saudari yang menderita dan meninggal karena kelebihan makan dan makan tidak teratur. Mungkin kita juga masuk dalam golongan yang kedua. Sakit bukan karena tidak ada makanan, melainkan karena kelebihan makanan.
Bacaan-bacaan pada perayaan Kamis Putih ini, selain berbicara mengenai pelayanan yang disimbolkan dengan mencuci kaki; tema sentral lainnya adalah makan. Makan tetapi tidak sekadar makan. Dalam bacaan pertama, Allah memerintahkan umat Israel untuk menyemblih domba pada malam ketika Tuhan hendak lewat (Paskah). Setiap keluarga menyembelihnya untuk dimakan, tetapi mesti memenuhi beberapa kriteria.
Pertama, kriteria domba atau kambing itu adalah jantan, tidak bercacat dan genap satu tahun umurnya. Menandakan sembuah pemberian yang terbaik kepada Allah. Selain itu, mau mengatakan bahwa kepada tubuh kita juga harus memberikan makanan yang terbaik, sehat dan bergizi.
Kedua, domba itu harus dimakan sampai habis. Mau mengatakan bahwa yang terbaik itu mesti berikan seluruhnya kepada tubuh. Oleh sebab itu, mengambil sesuai kemampuan, jika tidak harus mengundang yang lain untuk menghabiskannya. Dewasa ini, kita sering mengambil lebih untuk diri kita, lupa sesama kita yang miskin dan tidak mendapat makanan. Celakanya lagi kita membuang-buang makanan. Persis di situ kita berdosa terhadap mereka yang miskin. Seperti kata Paus Fransiskus, ketika kita membuang-buang makanan kita merebut hak orang miskin.
Ketiga, menandai darahnya pada pintu. Sebuah tanda untuk mengatakan bahwa Tuhan kami masih ada dan kami membutuhkan-Mu. Terkadang kita makan sampai melupakan yang memberikan makanan kepada kita, yaitu Sang Pencipta. Ketika manusia makan dan lupa bersyukur, maka sebenarnya ajalnya juga sedang menghampirinya.
Keempat, makan dengan sebuah sikap. Dalam bacaan pertama dikatakan bahwa makan dalam keadaan pinggang terikat, kaki berkasut dan dengan tongkat di tangan. Malam itu juga orang Israel mesti keluar dari Mesir untuk pergi ke tanah terjanji. Apa yang mau dikatakan dari sini? Kita boleh makan, tetapi dengan sebuah kesadaran bahwa kita adalah peziarah di dunia ini. Maka, makanlah secukupnya tidak memberatkan diri agar langkah kita ringan untuk berjalan menunju tanah terjanji. Orang mengatakan kita makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Tujuan kita adalah kehidupan yang kekal, maka jangan sampai kita mati hanya karena makan dan makan.
Pada hari ini, Yesus memberikan dirinya kepada kita sebagai santapan rohani. Yesus mau mengingatkan kita bahwa kita boleh makan makanan jasmani untuk tubuh kita, tetapi jangan lupa untuk makan makanan rohani Tubuh dan Darah-Nya sebagai bekal untuk hidup yang kekal. Umat Israel makan domba untuk peziarahan mereka menuju tanah terjanji, yaitu Kanaan. Kita hari ini diberikan makanan Rohani yang tidak lain adalah Tubuh dand Darah Yesus Kristus untuk peziarahan menuju hidup yang kekal. Kepada kita sudah diberikan makanannya yang melimpah dari Sang Pencipta untuk tubuh kita, untuk kekuatan dan hidup sehari-hari, tetapi jangan lupa bahwa hidup kita tidak hanya hari ini dan di sini. Kita adalah homo viator yang sedang berjalan menuju ke hidup kekal yang dijanjikan Tuhan kepada kita.
Mari kita mengisi pundi-pundi rohani kita dengan bekal Sabda serta Tubuh dan Darah Tuhan. Boleh makan tetapi jangan lupa diri, jangan lupa arah dan tujuan akhir hidup kita. Tuhan Memberkati. ***
Komentar