Katoliknews.com – Empat puluh murid dari delapan sekolah Katolik di Jakarta, Bogor dan Banten mengikuti kompetisi foto dan video Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Agama Katolik (Pendikat) Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Sabtu 5 Maret lalu.
Delapan sekolah yang mengirim utusannya itu adalah SMK St. Fransiskus I Kampung Ambon-Jakarta Timur, SMA St. Theresia Menteng-Jakarta Pusat, SMK Assisi Tebet-Jakarta Selatan, SMA Katolik Ricci II Bintaro-Jakarta Selatan, SMA Laurensia Tangerang-Banten, SMK St. Maria Juanda Jakarta Pusat, SMA Budi Mulia Bogor-Jawa Barat, dan SMA Strada III Tanjung Priok- Jakarta Utara.
Kompetisi foto dan video ASG ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan yang sudah dimulai setahun yang lalu.
Pada 5-7 November 2015, peserta dari delapan sekolah itu diberi pemahaman ASG oleh tim animasi dari Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation dari Ordo Fransiskan (JPIC-OFM) dalam kerja sama dengan Pendikat Atma Jaya.
Ada empat tema yang didalami terkait workshop ASG saat itu yakni ekologi, kemiskinan, keadilan dan komunikasi.
Selama workshop, peserta diberi kesempatan untuk mengadakan riset kecil, di mana mereka dibagi ke dalam empat kelompok dan pergi mengunjungi pasar, mall, rumah sakit, bertemu tukang sapu di jalan dan sebagainya.
Mereka mewawancarai narasumber dan mengamati secara langsung kenyataan terkait empat tema yang dibahas dalam sesi materi.
Di tahap kedua, pada 13-14 November 2015, peserta dibekali keterampilan fotografi dan videografi. Mereka mendapat teknik fotografi dari fotografer Kompas, Arbain Rambey.
Untuk keterampilan video editing, peserta didampingi oleh Aleks Ginting, yang sudah berpengalaman dalam pembuatan video dokumenter.
Berbekal keterampilan itu, mereka mengemas lebih lanjut realitas sosial yang mengundang keprihatinan. Mereka mempersiapkan karya berupa foto esai dan video yang dikumpulkan ke panitia pada 30 Januari 2016. Pada 19 Februari 2016 panitia menyeleksi karya-karya yang dikumpulkan serta menentukan finalis.
Menggunakan Bahasa Media
Pada acara puncak, Sabtu lalu, Yap Fu Lan, Dosen Prodi Pendikat Atmajaya, selaku ketua panitia, mengatakan, ada dua alasan penting yang mendorong Pendikat Atma Jaya menyelenggarakan kegiatan ini.
Pertama, banyak anak muda Katolik yang belum mengenal sama sekali ASG. Katanya, Doktor Liria Cahaya, Dosen pada Pendikat Atmajaya Jakarta, pernah melakukan penelitian terkait hal itu. Hasilnya sungguh memprihatinkan, di mana anak-anak katolik umumnya belum kenal apa itu ASG.
Kedua, anak muda saat ini ini seringkali dianggap sebagai korban perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Melalui kegiaan ini kita ingin menjadikan mereka sebagai pelaku yang juga bisa menyatakan pendapatnya di media sosial,” katanya.
“Saat ini media menjadi bahasa anak-anak muda. Kita ingin menggali potensi mereka untuk memiliki pandangan kritis terkait fenomen yang terjadi di sekitar mereka,” lanjut Yap Fu lan.
Ia menyebut anak muda sebagai Net Generation (NetGen). “Media merupakan bahasa mereka. Media menjadi alat mereka menyampaikan aspirasi-aspirasinya” katanya.
Dengan bekal pemahaman ASG, peserta diharapkan untuk menjadi agen perubahan seperti dirumuskan dalam sub tema kegiatan hari itu; Net-Gen Agent of Change.
Sementara itu, Mateus Beny Mite, Ketua Prodi Pendikat Universitas Atma Jaya mengajak peserta ntuk memanfaatkan media, berupa foto-foto yang bercerita dan juga video yang cerdas, untuk mewartakan kabar gembira kepada masyarakat.
“Kita yang hadir di sini adalah orang-orang yang dengan berani mengatakan bahwa peduli pada masalah kemiskinan, keadilan, dan kelestarian lingngkungan hidup adalah sesuai dengan iman kita. Kemiskinan serta ketidakadilan menyusahkan orang untuk bertumbuh sesuai dengan imannya” kata Benny.
ASG Mengasah Kepekaan
Acara ini mendapat respon positif dari peserta yang terlibat.
“Dengan belajar Ajaran Sosial Gereja kita menjadi lebih peka dengan lingkungan di sekitar kita,” kata Mikel, siswa kelas XI SMA St. Maria.
Ia mengatakan, sebagai bagian dari generasi masa depan Gereja, mengenal ASG sangatlah vital.
Gabriela Adinda, Siswi SMA Budi Mulia Bogor, juga sepakat dengan Mikel. “Dengan baca ASG saya tergugah untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga peduli dengan orang-orang dan lingkungan sekitar!”
“Ajaran Sosial Gereja membentuk kepekaan dan buat kita peduli sama lingkungan dan orang-orang di sekitar kita” tambah Marie Ferren Tika, siswa Kelas XI Multimedia, SMK St. Fransiskus Kampung Ambon.
Ibu Maria Lindawati, Guru Pendidikan Agama Katolik SMA Budi Mulia, Bogor, merasa perlu memperkenalkan ASG di sekolah-sekolah.
“Ajaran Sosial Gereja itu penting untuk proses penyadaran dan pembentukan karakter anak-anak untuk juga peka terhadap keadaan sosial masyarakat.”
Kurang lebih tiga bulan peserta mengemas karya untuk disertakan dalam kompetisi ini. Setiap Sekolah membentuk dua tim, tim foto dua orang dan tim video tiga orang. Pagi hingga siang itu hasil karya mereka dipresentasikan dan dinilai oleh dewan juri.
Akhirnya, pukul 15.45 kejuaraan foto esai dan video ASG diumumkan. Peringkat I untuk esai foto diraih oleh SMK Assisi, disusul SMK Ricci II dan SMK Strada III yang meraih peringkat III.
Untuk lomba video, juara pertama dimenangkan oleh SMK St. Theresia dengan video bertema ‘Komunikasi’. Aspek perjumpaan langsung ditonjolkan dalam video sambil mengkritik kecenderungan untuk melekat begitu kuat dengan gadget sampai-sampai lupa orang-orang di sekitar.
Juara II diraih oleh SMA Budi Mulia dengan tema ekologi. Kelompok ini mengambil inspirasi dari Ensiklik Laudato Si’ Paus Fransiskus.
Sementara SMA St. Fransiskus Assisi I meraih peringkat III dengan judul video ‘Hati yang Sempurna’. Mereka menyoroti sosok Oma Gina yang melayani dengan tulus di Rumah Singgah St. Antonius Padua, Jakarta Pusat.
Johnny/Katoliknews
Komentar