Katoliknews – Ribuan umat Katolik di Labuan Bajo, Keuskupan Ruteng – Flores mengarak patung Bunda Maria menuju Pantai Pede, Selasa 31 Mei 2016.
Ini merupakan rangkaian penutupan bulan suci Rosario. Perarakan dimulai dari gereja Paroki Roh Kudus Labuan Bajo. Tampak hadir di tengah-tengah umat Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng Pr.
Sepanjang jalan umat menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Bunda Maria. Setiba di Pantai Pede, arca Bunda Maria diletakan sekitar 10 meter dari bibir pantai.
Setelah perarakan, kemudian digelar misa kudus yang dipimpin Uskup Hubert Leteng dan didampingi sejumlah imam yang bertugas di paroki sekitar kota Labuan Bajo.
Upacara penutupan bulan Rosario di Pantai Pede ini merupakan pertama kali digelar oleh umat di Labuan Bajo. Selain untuk menghormati Bunda Maria, pemilihan tempat di Pantai Pede memiliki arti tersendiri.
Pengelolaan pantai tersebut saat ini sedang menjadi polemik. Pemerintah Provinsi NTT yang dipimpin Gubernur Frans Lebu Raya menyerahkan pengelolaan pantai tersebut selama 25 tahun ke PT Sarana Investama Manggabar.
Rencananya perusahaan yang disebut-sebut milik anak Ketua Umum Golkar Setya Novanto itu akan membangun sejumlah sarana rekreasi dan hotel di Pantai Pede.
Rencana ini mendapat penolakan yang masif dari masyarakat setempat termasuk dari Gereja Keuskupan Ruteng. Sikap penolakan gereja ini merupakan hasil putusan Sinode pada 16 Januari 2015.

Penolakan terjadi karena pantai tersebut merupakan satu-satunya pantai yang masih bisa diakses bebas oleh masyarakat luas di Kota Labuan Bajo. Sedangkan, yang lainnya, sudah dikapling sebagai milik investor.
Masyarakat juga sudah sejak lama menggunakan Pantai Pede sebagai tempat rekreasi umum yang murah meriah dan mudah diakses.
Vikep Labuan Bajo, RD Robert Pelita seperti dilansir Floresa.co mengatakan sudah sejak lama masyarakat menuntut pemerintah agar Pantai Pede tetap menjadi ruangan publik. Namun Pemerintah Provinsi NTT dan Pemda Manggarai Barat tetap menyerahkannya kepada investor swasta.
“Oleh karena itu,maka Kita memohon bantuan doa Bunda Maria, ujudnya agar Bunda Maria mendoakan agar pemerintah berubah sikap,”tandasnya.
Romo Robert mengatakan misa ini merupakan bentuk kepedulian umat Katolik sebagai warga negara Indonesia memperjuangkan kepentingan publik.
“Gereja juga bagian dari Negara. Karena itu dengan caranya Gereja menyuarakan kebenaran itu sendiri.Bahwa tidak menutup kemungkinan juga bagi umat lain atau kelompok lain melakukan hal yang sama di Pantai Pede,meminta pemerintah agar mendengar keluhan masyarakat,”ujarnya.
Uskup Ruteng, Mgr Hubert Leteng Pr menegaskan Pantai Pede adalah ruang rekreasi untuk semua lapisan masyarakat, bukan hanya untuk kelompok kaya.
“Pede ini merupakan ruangan rekreasi untuk semua orang dari segenap lapisan,golongan, dari segenap suku bangsa. Pede bukan untuk mereka kelompok kaya dan borjuis. Mari kita selamatkan pantai ini demi kebersamaan diantara keragaman,”ujar Mgr Hubert dalam kotbahnya.
Mgr Hubert mengatakan perjuangan menolak privatisasi Pantai Pede adalah perjuangan untuk orang-orang kecil dan sederhana, bukan untuk untuk kepentingan orang-orang besar dan orang berduit.
“Pertahankanlah pantai ini bagi ruang publik. Bila kita mau mencintai orang-orang kecil dan sederhana, perhatikanlah mereka dengan menjadikan pantai ini menjadi milik semua orang,”ujarnya.
Mgr Hubert mengatakan sikap Keuskupan Ruteng dalam polemik pemanfaatan Pantai Pede ini sudah sangat jelas, yaitu tak ada kompromi. Gereja kata dia menginginkan pantai tersebut tetap menjadi sarana rekreasi publik.
“Silakan datang setiap hari, mencari kesegaran dan berbagi kasih diantara sesama. Pantai ini, diperuntukan bagi kita orang-orang kecil dan sederhana,”ujarnya.
Ia juga meminta kepada seluruh pastor paroki di wilayah Kabupaten Manggarai Barat agar mengajak seluruh umat untuk menikmati keindahan Tuhan di Pantai Pede.
“Kepada Romo Vikep,mohon memberitahukan kepada seluruh pastor agar membagi jadwal anak-anak sekolah sehingga bisa menikmati pantai ini. Para pegawai dan seluruh kelompok masyarakat, silakan mengunjungi pantai ini,”ujarnya.
Uskup juga mengatakan bila pemerintah tetap memprivatisasi Pantai Pede, selaku pimpinan tertinggi Gereja Katolik Keuskupan Ruteng, ia akan tetap menolak.
“Saya siap memimpin,sampai kapan pun. Kegiatan seperti misa hari ini juga,sebagai bentuk penolakan kita terhadap privatisasi. Saya juga berharap orang-orang pemda Mabar juga silakan bermain di sini,bila perlu tata secara baik pantai ini,”ujarnya.
Upacara penutupan bulan Rosario di Pantai Pede Selasa 31 Mei ini merupakan salah satu dari rangkaian keterlibatan Gereja Katolik Keuksupan Ruteng dalam mengadvokasi Pantai Pade sebagai ruang publik. Selama ini, secara resmi Keuskupan juga sudah menyampaikan surat protes ke lembaga pemerintah. Gereja melalui beberapa imam juga turut terlibat dalam berbagai gerakan penolakan bersama masyarakat termasuk menggelar aksi demonstrasi dan baksti sosial membersihkan Pantai Pede.
Katoliknews/Floresa.co
Komentar