Katoliknews.com – Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar lokakarya untuk para pembina atau pimpinan Tahun Orientasi Rohani (TOR) se-Indonesia.
Lokarya yang digelar di Rantepao – Toraja Utara, Sulawesi Selatan itu pada 8-13 Agustus membahas tentang pentingnya keluarga bagi panggilan para calon imam.
Romo Nathan Runtung, Pastor Kevikepan Toraja membuka secara resmi rangkaian acara dengan Perayaan Ekaristi, yang dihadiri oleh ratusan pelajar dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah atas di Rantepao.
Romo Siprianus Hormat Pr, Sekretaris Komisi Seminari KWI mengatakan, lokakarya ini menjadi kesempatan untuk saling berbagi pengalaman, belajar dan merumuskan pemahaman bersama tentang makna menjadi sahabat bagi para calon imam.
“TOR harus menjadi kesempatan para calon imam Keuskupan untuk mengembangkan diri dan panggilan,” katanya.
“Dan, keluarga (mereka) menjadi peletak dasar yang kokoh bagi perkembangan panggilan imam Katolik,” lanjutnya.
Ia juga menekankan pentingnya imam bagi Gereja. “Karena itu, semoga para siswa dari Tanah Toraja dapat memberikan diri atau mendukung penyebaran panggilan imam. Keluarga-keluarga Katolik dapat berpartisipasi untuk mendukung pendidikan dan pembinaan calon imam,” ungkapnya.
Dalam lokakarya ini, Komisi Seminari juga mengundang Catherine Martosudarmo, pakar terapis keluarga untuk menyajikan materi kepada peserta.
Ia meminta para formator untuk dapat memahami semangat cura personalis atau menjadi kawan seperjalanan bagi para calon imam.
“Para formator perlu memahami para calon imam dengan mengenal kelurganya. Para formator perlu mempraktikkan pengenalan keluarga dengan metode genogram sebagai alat bantu pendampingan para calon imam,” katanya.
“Namun, para formator juga diharapkan dapat mengenal keluarga masing-masing untuk perkembangan perutusan panggilan mereka di TOR,” lanjut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya Jakarta ini.
Setelah mendengar masukan dari narasumber, para peserta diajak untuk mendalami keluarga masing-masing dengan metode genogram, di mana mereka kemudian mengetahui pola-pola relasi dengan keluarga dan kaitannya dengan perkembangan kepribadian mereka.
Para peserta dapat menyerap nilai-nilai positif dari relasi mereka dalam keluarga dan memutus pola-pola konflik. Dengan demikian, para peserta dapat menyusun narasi baru atau kisah baru yang sesuai dengan perkembangan kepribadian mereka.
Pada bagian akhir dari tahap ini, para peserta diajak untuk menganjurkan kesepakatan-kesepakatan penting baik itu untuk diri mereka sendiri, untuk para uskup di masing-masing regio maupun untuk Komisi Seminari.
Redem Kono/Katoliknews
Komentar