Katoliknews.com – Seorang pemenang Festival Film Internasional Cannes 2016 asal Jogyakarta membagikan kisah hidupnya pada workshop Festival Film Puskat, Yogyakarta, Minggu 16 Oktober lalu.
Nama sutradara itu, adalah Wregas Bhanuteja, ia berhasil memenangi kategori The Leica Cine Discovery Prize Cinema De Pa Critic Cannes 2016 pada 20 Mei lalu melalui karya film betajuk ‘PRENJAK, In The Year Of Monkey’.
Film itu mengangkat kisah gadis penjual korek api dan isu pelecehan seksual.
Sebagaimana dilansir Mirifica.net, Wregas mengatakan bahwa ia mulai menapaki dunia perfilman sejak SMP.
Tahun 2006, kata dia, ia pertama kali membuat film bersama teman sekelasnya dalam lomba 17-an membuat film pendek di sekolahnya.
“Di saat itu, saya yang jadi aktor. Namun, saya suka intervensi teman saya yang sutradara. Saya berpikir mungkin saya lebih cocok di belakang layar,” kisah Wregas.
Setelah lulus SMP, Wregas lalu belajar di SMA de Britto. Di tempat itu, ia masuk ekstrakurikuler sinematografi dan mulai rutin membuat film pendek bersama teman-temannya.
“Waktu itu kami tidak takut hasilnya jelek, kami belum pakai teori film ini itu, hanya spontanitas,” kata Wregas.
Usai lulus SMA, lanjutnya, atas izin orang tua ia lalu mendalami dunia perfilman di Universitas Kesenian Jakarta.
Wregas mengatakan, di kampus ia menemukan tantangan terkait perfilman konvensional. Pihak kampus, kata dia, hanya memberikan pita seluloid untuk penyimpanan hasil rekaman.
“Saat itu belum ada memory card. Satu kaleng pita 16 mm hanya bisa merekam 10 menit, harganya per roll Rp 1,5 juta. Kampus hanya memberi 2 roll, sedangkan durasi film kami 15 menit. Jadi saya hanya bisa melakukan 5 menit. Maka itu para aktor harus betul-betul siap, baru di-shooting,” jelasnya.
Beberapa waktu kemudian, ia lalu bertemu dengan sutradara nasional bernama Riri Riza.
Wregas lalu magang dengan Riri dan ikut ambil bagian dalam pembuatan film “Sokolarimba” sebagai asisten sutradara tiga.
Selain itu, tahun 2015 lalu, saat gunung Kelud meletus Wregas juga pernah menyatukan rekaman hujan abu dan tarian spontan Lembusura dalam sebuah film pendek bertajuk ‘Lembusura’.
Saat itu, Lembusura berhasil menjadi salah satu di antara 443 film dari 75 negara yang terpilih berkompetisi dalam Festival Film Internasional Berlin.
Roby Sukur/Katoliknews
Komentar