Oleh: Mgr Pius Riana Prapdi, Ketua Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia
Salam sukacita bagi semua!
Sahabat-sahabatku, Orang Muda Katolik (OMK) se-Indonesia,
Tanggal 28 Oktober adalah peringatan peristiwa ikhrar pemuda-pemudi dari berbagai kepulauan Nusantara sebelum kemerdekaan. Ikhrar menyatakan kehendak bersama untuk merdeka menjadi satu bangsa Indonesia. Pada peristiwa “Sumpah Pemuda”, pemuda-pemudi seia sekata meninggalkan kepentingan kedaerahan dan menghargai kemajemukan. Dengan tekad bulat pemuda-pemudi memasuki masa depan yang akan dibangun bersama, dan bahu-membahu menjadikan Indonesia merdeka sebagai rumah bersama. Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah fakta sejarah yang menentukan arah berbangsa dan bernegara.
Gelora kemudaan inspiratif yang menggugat dan menggugah dalam generasi Sumpah Pemuda perlu diteruskan dan dikembangkan. Kita sadar bahwa tantangan baru zaman ini dapat menggiring kaum muda meninggalkan “keterlibatan sosial”dan memasuki ruang-ruang “kesenangan diri” lewat narkoba, pergaulan bebas, gaya hidup konsumtif, dan kesempitan cara pandang beragama. Persoalan hidup bersama seperti intoleransi, kemiskinan, dan kerusakan alam lingkungan mungkin tidak masuk radar perhatian orang muda. Kesempatan peringatan Sumpah Pemuda tahun merupakan saat yang berharga untuk merefleksikan makna kehadiran kita sebagai orang muda di tengah masyarakat.
Orang Muda Katolik adalah bagian dari pemuda-pemudi Indonesia yang dipanggil untuk menghadirkan jejak keterlibatan nyata di tengah suka dan duka masyarakat. Saya percaya bahwa di mana pun Anda sekarang telah dan sedang mengambil peran sebagai murid Yesus di bumi Indonesia. Semua yang Anda lakukan dengan segala talenta, potensi, dan kreativitas menghembuskan kesegaran baru bagi Gereja Katolik Indonesia sekaligus turut membangun wajah Gereja Katolik Indonesia yang tinggal bersama saudara-saudarinya di gugusan kepulauan Nusantara ini.
Sahabat-sahabatku,
Rasa syukur kita sebagai OMK atas kesempatan untuk terus berpartisipasi mengaktualisasikan semangat Sumpah Pemuda menjadi semakin besar karena Gereja Katolik Indonesia sedang mempersiapkan diri menjadi tuan rumah 7th Asian Youth Day (AYD7) atau Pertemuan OMK se-Asia ke-7 pada tahun 2017. Acara AYD7 berlangsung dari 30 Juli hingga 6 Agustus 2017, terbagi menjadi dua acara, yaitu: (1) live in di 11 keuskupan pada 30 Juli – 2 Agustus 2017 dan (2) acara puncak di Yogyakarta pada 3 – 6 Agustus 2017.
Semua OMK berkesempatan untuk menggemakan dan menyemarakkan AYD7 melalui kegiatan-kegiatan menjelang (Pre-Event) AYD7. Bukan suatu kebetulan bahwa saat-saat ini merupakan kesempatan berahmat pula bagi OMK untuk bergerak menindaklanjuti pesan dan niat yang diperoleh dalam Indonesian Youth Day (IYD) di Manado pada awal Oktober 2016 yang lalu dan World Youth Day (WYD) di Polandia pada Juli 2016. Saya mengundang OMK untuk bergabung dalam berbagai kegiatan menjelang AYD7 tersebut, baik sebagai delegasi maupun bukan delegasi, dengan menghubungi para pengurus OMK Keuskupan.
AYD7 bertema“Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Multicultural Asia” (“Sukacita Orang Muda! Menghidupi Injil dalam Konteks Asia yang Multikultur”). Sebagai bahan bagi OMK untuk berefleksi dan menegaskan keterlibatan diri, perkenankanlah saya menyampaikan tiga pokok gagasan dari tema tersebut yang, dalam pandangan saya, menyambung dengan nilai-nilai dalam Sumpah Pemuda.
Pertama, Gereja Katolik Asia memandang OMK sebagai penerima sekaligus pembawa kabar gembira Injil. OMK dalam aktivitasnya setiap hari tiada henti menciptakan kisah-kisah orisinal bagaimana Injil dihayati dengan penuh sukacita. Melalui kisah-kisah itu aneka kebaruan dilahirkan dan hidup bersama menjadi lebih berpengharapan, seperti kisah generasi 1928 yang memecah kebekuan bangsa yang sedang dijajah dan menawarkan alternatif pergerakan nasional.
Di antara OMK saya menyaksikan ada sosok yang karena cintanya kepada anak-anak pedalaman Papua memilih untuk meninggalkan segala kenyamanan di Jawa dan menjadi guru bagi anak-anak itu. Ketika pertanian cenderung ditinggalkan orang muda, ada OMK memutuskan menjadi petani, mengolah tanah, dan membangun cinta lingkungan. Lain lagi dengan OMK yang mempunyai keahlian ber-media. Ia bekerja keras menciptakan jaringan media sosial serta berbagi pesan damai dan persaudaraan lintas batas.
Kedua, tema AYD7 mengingatkan kita mengenai cara bertindak murid-murid Yesus yang mengalami peristiwa Pentakosta, saat turunnya Roh Kudus, juga saat lahirnya Gereja (bdk. Kis 2). Petrus dan kawan-kawannya sebagai Gereja Perdana membangun hidup bersama yang terdiri dari aneka macam orang dengan situasi masing-masing hingga hidup bersama menjamin kesejahteraan bagi semua tanpa terkecuali (bdk. Kis 4:32-35). Cara bertindak murid-murid itu mengungkapkan tiga karakter dasar, yaitu: (1) berbela rasa (being compassionate), (2) berkesanggupan (being committed), dan (3) terampil menjalin persahabatan (being connected).
OMK adalah murid-murid Yesus zaman ini yang terpaut dalam bela rasa dengan sesama, lalu berkesanggupan memilih jalan hidup yang dikehendakinya secara bebas seturut semangat Injil, dan terbuka menjalin persahabatan dengan siapa saja yang berkehendak baik untuk membangun hidup bersama yang lebih manusiawi. Peristiwa Sumpah Pemuda membangkitkan rasa “senasib seperjuangan” dengan rakyat. Maka para pemuda berkomitmen menciptakan haluan pergerakan baru berasaskan persatuan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Ketiga, tema AYD7 menunjukkan arah pembangunan “Gereja yang hidup” dengan OMK sebagai rasul-rasul terdepan yang tidak pernah kehabisan akal di tengah situasi dunia yang terus berubah. Yang dimaksud dengan “Gereja yang hidup” adalah paguyuban umat beriman yang kesaksian-kesaksian hidupnya secara internal bermakna dan secara eksternal relevan dengan kondisi masyarakat luas. Berbagai inisiatif OMK seturut dengan kreativitasnya masing-masing,baik dalam lingkup komunitas beriman di wilayahnya maupun lingkup semua orang di tengah masyarakat, memberikan nyawa dan darah segar bagi kehadiran Gereja Katolik di Indonesia.
Dengan aneka kreativitasnya yang berdaya ubah saat: (1) melihat (seeing) situasi aktual, (2) mengatakan (speaking)opini terhadap situasi itu, dan (3) memulai (starting) tindakan yang dibutuhkan untuk menjawab situasi yang dihadapi, OMK sesungguhnya sedang menjalankan formasi dirinya sendiri sekaligus membarui dunia sekitarnya. Demikian pula, ketidakterkungkungan generasi 1928 terhadap kondisi penjajahan mampu melahirkan sikap saling respek di antara pemuda-pemudi berbeda suku dan rasa nasionalisme di kalangan yang lebih luas.
Sahabat-sahabatku,
Baik generasi Sumpah Pemuda 1928 maupun Anda semua adalah pencipta kisah-kisah keterlibatan yang “membuat hidup lebih hidup”. Melalui surat ini secara khusus saya berharap bahwa Anda tidak ragu untuk berbagi kisah-kisah kehadiran unik Anda sebagai pembawa kabar gembira Injil di mana pun Anda berada. Bila kisah-kisah Anda semua berjumpa satu dengan yang lainnya di sepanjang Pre-Event AYD7, di antara OMK se-Indonesia terjadi peristiwa berahmat untuk saling belajar dan saling meneguhkan. Dari perjumpaan aneka pengalaman iman, harapan, dan kasih (1 Kor 13:13) tersebut, saya percaya, sedang dilahirkan rasa “sehati dan sejiwa” (Kis 4:32) dari Gereja Katolik Indonesia yang sedang berziarah bersama kalangan masyarakat lainnya.
Panitia AYD7 menyediakan sarana untuk menjalin komunikasi di antara kita, dan juga OMK se-Asia, yaitu alamat email [email protected] dan website https://asianyouthday.org/ yang dilengkapi dengan akun Facebook, Instagram, Twitter, dan Youtube. Selain untuk memperoleh informasi-informasi mengenai AYD7, silakan menggunakan aneka media tersebut untuk berbagi kisah-kisah Anda, baik dalam bentuk tulisan, foto bercerita, atau video pendek. Biarlah pelita Anda yang dinyalakan Allah dengan cinta berada di atas kaki dian sehingga memberi terang cinta bagi siapa saja (bdk. Mat 5:15).
Kita pun berharap bahwa selagi berbagi kisah-kisah hidup itu sedang terjadi Pentekosta Baru, kelahiran Gereja Katolik Masa Kini dengan OMK sebagai tulang punggung – OMK yang compassionate, committed, dan connected; yang kreatif dan tahan banting mengikuti Yesus dalam perjalanan “yang tidak mudah, namun menggembirakan”. Dengan demikian, dalam doa dan karya kita sebagai OMK yang tersambung dengan spirit generasi Sumpah Pemuda 1928 yang membebaskan, Gereja Katolik Indonesia semakin menemukan panggilan sejatinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. OMK menjadi generasi yang terlibat berjuang mengatasi berbagai persoalan yang mengancam kemanusiaan, kebersamaan bermasyarakat, kualitas hidup, keutuhan ciptaan, dan semacamnya.
Salah satu dari generasi 1928, Bung Karno, pernah berujar, “Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.” Sambil mengingat pesan ini, marilah kita hadirkan jejak di perjalanan hidup kita untuk mencintai Allah dan sesama, dengan lebih berani melihataneka keadaan faktual di sekitar kita, mengungkapkan opini yang cerdas, dan memulai tindakan yang konkrit, khususnya pada bulan-bulan ini ketika kita semua ingin bergiat menyambut AYD7 2017.
Selamat merefleksikan dan berbagi kisah kehadiran kita sebagai OMK di tengah masyarakat. Bersama semua pihak yang berkehendak baik, kita percaya bahwa Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya (Flp 1:6).
Jakarta, 28 Oktober 2016
Pada Peringatan 88 Tahun Sumpah Pemuda
Komentar