Katoliknews.com – Perang melawan peredaran narkoba yang dikobarkan oleh Presiden Filipinan, Rodrigp Duterte telah menelan 7.000 nyawa sejak tahun lalu.
Sebagian korban tidak terkait kasus peredaran narkoba apapun. Awalnya mayoritas warga Filipina mendukung kebijakan ekstrem ini, karena tingkat keamanan diklaim membaik.
Masalah mulai muncul, setelah seorang pengusaha asal Korea Selatan menjadi korban salah tembak oleh personel kepolisian Filipina.
Duterte pun meminta maaf secara formal. Insiden itu memaksa Duterte menghentikan sementara perang melawan narkoba. Nyatanya, pembunuhan orang-orang yang dituding sebagai pengedar masih terus terjadi.
Belakangan, Gereja Katolik dan kelompok agama lain mulai menunjukkan perlawanan.
Gerakan yang digagas oleh kaum beragama ini, secara kolektif disebut ‘Rise Up’, bertekad membela hak asasi manusia, menyantuni para korban dan mendokumentasikan kasus-kasus pembunuhan yang terjadi selama perang terhadap narkoba dikobarkan.
“Harusnya kita mencintai dan mengobati, bukan mengutuk atau menghukum,” ujar Imam Karmelit, Pastor Gilbert Billena, juru bicara kelompok ‘Rise Up’, sebagaimana dilansir Vice.
Gereja Katolik punya pengaruh yang kuat di Filipina. Sebelum gerakan ini terbentuk, Gereja Katolik dicecar berbagai pertanyaan karena lamban mengambil posisi soal pelanggaran HAM di balik perang narkoba itu. Tidak semua anggota gereja menolak kebijakan Duterte.
Vice
Komentar