Katoliknews.com – Meski Negara Indonesia merupakan Negara hukum, namun masih belum mampu memberikan jaminan keadilan yang setara untuk setiap warga negaranya.
Hingga kini, masih ditemukan banyak kasus-kasus yang dialami warga Negara Indoneisa yang terkesan tidak diperhatikan.
Kasus inipun seringkali terjadi pada warga Negara Indonesia di daerah pedalaman, yang tingkat ekonominya masih jauh dari mampu atau karena mereka atau kerabatnya tidak memegang jabatan struktural di pemerintahan atau perusahaan yang benefit.
Salah satunya yaitu Papua yang telah bertahun-tahun mengalami perlakuan tidak adil dari pemerintah mapun perusahaan Freeport yang kabarnya memberikan kerugian besar bagi warga papua.
Namun di tengah kemelut ini, muncullah sesosok wanita yang mau memperjuangkan nasib warga papua untuk mendapatkan kembali HAM mereka sebagai warga Negara Indonesia.
Sosok perempuan dari ujung timur Indonesia ini memang tak sepopuler tokoh nasional Kartini.
Namun wanita yang biasa disapa Mama Yosepha ini pantas disebut sosok Kartini masa kini.
Sebab meski namanya asing di Indonesia, tapi bagi masyarakat Papua Mama Yosepha adalah sosok yang banyak berjasa bahkan tak berlebihan jika disebut pahlawan.
Kiprahnya dalam memajukan kehidupan masyarakat Papua dimulai sejak usia belia.
Sebagai bidan, Yosepha telah berusaha keras bekerja untuk menolong orang-orang di sekitarnya.
Saat budaya alkohol memasuki tanah Papua, Yosepha juga menjadi satu dari orang yang mengkampanyakan pelarangan minuman keras itu di Timika.
Tak hanya itu, Mama Yosepha juga tampil sebagai tokoh yang membela hak-hak masyarakat adatnya.
Tak tanggung-tanggung, lawan yang dihadapinya adalah perusahaan raksasa Freeport.
Mendirikan Koperasi Buah Dan Sayuran Sejak masih bayi, Yosepha telah ditinggalkan ayah dan ibu kandungnya yang meninggal di usia muda.
Perempuan dari suku Amungme itu pun tinggal dengan orang tua tiri dan hidup secara berpindah-pindah (nomaden).
Karena sistem administrasi yang tak baik di Papua kala itu, Yosepha tak tahu kapan tepatnya dirinya lahir.
Bahkan informasi tentang ayah dan ibunya pun tak ada dokumen apapun yang mencatat.
Kiprah Yosepha memajukan Papua dimulai dengan mendirikan koperasi untuk memasarkan buah-buahan dan sayuran hasil kebun warga.
Hal ini didukung oleh sejumlah wanita dan Gereja Katolik. Ia dan beberapa perempuan pun sempat melakukan protes dengan menghancurkan buah dan sayuran impor.
Hal ini disebabkan Freeport mendatangkan bahan tersebut dari luar daerah, hingga petani Papua tidak bisa berkutik.
Mengkampanyekan Pelarangan Alkohol di Timika Berkat bantuan dari program Misi Gereja Katolik, perempuan kelahiran daerah Tsinga itu bisa mengenyam pendidikan.
Setelah itu, Yosepha bekerja sebagai bidan dan banyak orang tertolong berkat kerja kerasnya yang sangat cekatan menangani pasien.
Yosepha menikah sekitar tahun 1970-an. Mahligai rumah tangga Yosepha dan sang suami diterpa prahara akibat maraknya alkohol di tanah Papua kala itu.
Banyak warga yang mengalami kecanduan alkohol, termasuk suami Yosepha.
Keadaan semakin memburuk karena sang suami malah menjual harta benda yang mereka miliki demi membeli alkohol.
Karena itu, Yosepha bersama beberapa orang lainnya bertindak dan mengkampanyekan pelarangan peredaran alkohol secara bebas di Timika.
Tindakan Yosepha yang sangat berani membuat banyak orang terkesima.
Sejak itu, Yosepha memutuskan untuk tidak diam seperti kebanyakan orang.
Dirinya menyadari kalau perubahan akan terjadi jika manusia mau berusaha untuk mengubahnya.
Kiprah Yosepha Menentang Penindasan PT Freeport Jika dikaitkan dengan Freeport, maka nama Mama Yosepha mempunyai tempat tersendiri.
Sebab wanita ini adalah sosok yang dikenal sebagai pahlawan yang memperjuangkan rakyat Papua yang kehilangan hak-haknya sebab Freeport.
Berbagai protes melalui lisan maupun tindakan terus-menerus ia lakukan. Yosepha pun harus kehilangan nyawa anak sulungnya saat bersembunyi di hutan karena kelaparan.
Perempuan ini dan warga Amungme harus lari ke hutan sebab dikejar-kejar pihak berwajib setelah memotong pipa milik Freeport.
Latar belakang tindakan ini karena Freeport telah dianggap merampas tanah yang merupakan milik rakyat Amungme.
Tidak berhenti di situ, Yosepha juga menjadi otak aksi demonstrasi di Bandar udara Timika dengan memasang api di landasan udara.
Tindakan ini dilakukan sebagai protes sebab pemerintah dan pihak Freeport tak mau mendengarkan keluhan rakyat Papua yang diperlakukan dengan buruk.
Satu kali Yosepha pernah ditangkap sebab dicurigai menolong petinggi Organisasi Papua Merdeka, Kelly Kwalik. Ia pun dihukum dengan dimasukkan ke penampungan kotoran manusia setinggi lutut selama seminggu.
Mendirikan Fasilitas untuk Warga Papua, dari Panti Asuhan Hingga Klinik Meski pernah ditangkap, Yosepha tak pernah menyerah dan malah semakin tak gentar.
Perempuan ini dengan berani mengajukan tuntutan perdata terhadap Freeport McMoRan Cooper And Gold di Amerika Serikat.
Dalam tuntutan itu, dirinya meminta pihak Freeport untuk memberikan ganti rugi bagi kerusakan alam dan penderitaan yang dirasakan warga karena Freeport.
Tuntutan itu disetujui dan Yosepha mendapat $48.000 dari Freeport.
Uang yang ia dapatkan kemudian digunakan untuk membangun sejumlah fasilitas yang diberi nama Kompleks Yosepha Alomang.
Kompleks ini terdiri dari panti asuhan anak yatim, klinik, monument pelanggaran HAM, dan gedung pertemuan.
Penghargaan Dunia Bagi Yosepha Meski Mama Yosepha telah mendapat ganti rugi dari Freeport, tapi hal itu tidak menyurutkan perjuangannya melawan raksasa tambang itu.
Selama masih ada korban Freeport, Yosepha terus maju untuk mengusahakan penutupan Freeport.
Karena usahanya dalam yang memperjuangkan hak-hak asasi warga Papua, Yosepha mendapat Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun 1999.
Hadiah dana dari penghargaan ini digunakan Yosepha untuk mendirikan Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK).
Tak hanya itu, perempuan ini pun meraih The Goldman Environmental Prize di tahun 2001.
Keteguhan dan keberanian Mama Yosepha dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Papua memang tak diragukan lagi.
Meski harus ditangkap, dibuang di penampungan kotoran dan penderitaan lainnya, wanita ini tetap pada pendiriannya, yaitu mendapatkan apa yang harusnya menjadi hak-hak kaumnya.
Terus berjuang Mama Yosepha
JTP/Riau24.com/Katoliknews
Komentar