Katoliknews.com – Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, tiba di ibu kota Mesir, Kairo untuk mengawali kunjungan dua harinya samnil membawa pesan damai.
Kunjungan bersejarah itu dimaksudkan untuk menunjukkan persatuan dengan minoritas Kristen di Mesir dan untuk memperbaiki hubungan antara Gereja Katolik Roma dan para pemimpin Muslim.
Paus tiba hanya tiga pekan setelah teroris melancarkan serangan kembar yang menewaskan lebih dari 45 orang saat peringatan Minggu Palma di dua gereja Kristen Koptik.
Serangan ini menandai kekerasan terbaru yang menargetkan komunitas Kristen di Mesir, yang berjumlah sekitar 10 persen dari keseluruhan populasi negara tersebut.
Di bawah pengamanan ketat, paus berusia 80 tahun itu akan diarak menuju Istana presiden Mesir. Mobil lapis baja telah ditempatkan di depan istana kepresidenan dan petugas keamanan telah dipasang setiap seratus meter di sepanjang jalan yang berjarak 20 km antara bandara dan pusat kota Kairo.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat 28 April 2017, Paus pertama-tama akan pergi ke istana kepresidenan di lingkungan kelas atas Heliopolis, di mana dia akan disambut oleh Presiden Abdel Fatah el-Sissi.
Setelah itu, paus dijadwalkan bertemu dengan Sheikh Ahmed al-Tayeb, imam besar Al Azhar, masjid dan universitas berusia 1.000 tahun yang secara luas menjadi anutan Muslim Sunni, yang merupakan mayoritas di Mesir.
Kedua pemimpin agama tersebut bersama-sama dengan presiden Sissi, kemudian akan menyampaikan pidato pada sebuah konferensi perdamaian internasional di Al-Azhar.
Pada Sabtu besok, Paus Fransiskus akan merayakan Misa di stadion lokal dan bertemu dengan uskup negara tersebut serta pendeta Kristen lainnya. Misa itu akan diikuti oleh sekitar lebih dari 200 ribu umat Katolik.
Mesir menjadi saksi gelombang serangan terhadap umat Kristen Koptik sejak 2013, ketika militer yang dipimpin oleh Sissi menggulingkan Presiden Mohamed Morsi, presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara tersebut.
Selama beberapa dekade, warga Kristen telah mengeluhkan diskriminasi, dengan mengatakan bahwa mereka ditolak jabatan teratas di berbagai bidang, termasuk akademisi dan pasukan keamanan.
Mereka juga menuduh pasukan keamanan gagal berbuat banyak untuk melindungi mereka dari ekstremis, sebuah keluhan yang terus berlanjut di bawah peraturan Sissi.
Katoliknews
Komentar