Pengantar
Bagaiamana Alkitab menceritakan tentang korupsi? Dari Kitab Kejadian sampai Wahyu kata ‘korupsi’ hampir tidak ditemukan. Akan tetapi, untuk menunjuk substansi tindakan ‘korupsi’, Alkitab menggunakan terminologi ‘mencuri’. Dalam ‘dekalog’ atau ‘sepuluh firman’ mencuri itu termasuk salah satu dosa atau kejahatan yang digarisbawahi oleh Allah sendiri. Mencuri berarti mengambil barang yang bukan miliknya. Tidak dikatakan secara eksplisit dalam Alkitab tentang mencuri barang milik bersama. Ada sejumlah kisah dalam Alkitab yang menceritakan korupsi yang berarti mencuri barang milik bersama sesuai dengan termilogi sekarang. Kisah-kisah tersebut memberikan informasi kepada kita bahwa korupsi merupakan persoalan klasik yang sudah terjadi sejak zaman Perjanjian Lama.
Korupsi dalam Keluarga
Keluarga Eli adalah keluarga Imam, hakim sekaligus pemimpin. Pada masa itu ia memiliki kekuasaan yang cukup kuat. Dia mengontrol semua kehidupan masyarakat Israel. Persoalan pengadilan, persembahan kurban, dan masalah dalam kelaurga Israel diselesaikan di hadapan Imam Eli. Kekuasaan Imam Eli diwariskan secara genealogis kepada anakanaknya yaitu Hofni dan Pinehas. Dalam kisah Samuel pada waktu kecil (Samuel adalah anak angkat imam Eli), ada dosa yang dilakukan oleh anak-anak imam Eli.
Salah satu kejahatan yang mereka lakukan adalah melakukan korupsi (bukan uang) binatang kurban. “Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: “Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.“ Apabila orang itu menjawabnya: “Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,” maka berkatalah ia kepada orang itu: “Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan” (1Sa 2:13-16 ITB).
Persoalan korupsinya terletak pada kenyataan bahwa mereka mengambil untuk diri sendiri. Mereka adalah keluarga yang diberi kepercayaan untuk mempersembahkan kurban kepada Tuhan tetapi melakukan suatu bentuk ketidakadilan terhadap umat. Memaksa orang Israel untuk menyerahkan apa yang dimaui oleh kedua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Dalam Ulangan 18 : 3, ada bagiaan dari binatang kurban yang diberikan kepada imam yaitu paha depan, kedua rahang, kepala, dan perut besar. Sisanya untuk Tuhan dan kemungkinan untuk orang miskin.
Nah, apa yang terjadi? Anak-Anak Eli tidak hanya mendapat apa yang menjadi bagiannya tetapi dia juga mengambil hak yang seharusnya dipersembahkan kepada Allah. Mereka mengambil hak Allah. Hal ini dimungkinkan karena mereka mempunyai kekuasaan. Yang punya kuasa itulah yang mudah melakukan korupsi. Keluarga imam Eli merupakan contoh jelas bagaimana orang yang dipercayakan untuk mengurusi kehidupan agama dan sosial mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri dan akhirnya mereka dihukum Tuhan.
Kenabian Melawan Korupsi
Isi kritik kenabian dalam PL ada dua yaitu penyembahan berhala (relasi vertikal: manusia dengan Tuhan) dan persoalan ketidakadilan. Berbicara tentang nabi jangan sampai melupakan kata keadilan. Keadilan sangat ditekankan karena merupakan wujud konkret pelaksanaan perjanjian Sinai. Perjanjian Sinai itu mengikat antara Allah denga Israel, “Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku; Aku akan memberkatimu kalau kamu menepati perjanjian.”
Perjanjian itu isinya adalah menyembah Tuhan dan pertama-tama melakukan keadilan. Mengapa harus melakukan keadilan? Karena kondisi masyarakat yang adil akan membuat masyrakat Israel tetap utuh. Ada dua nabi yang memperjuangkan keadilan yaitu Amos di Kerajaan Utara dan Yesaya di Kerajaan selatan.
Situasi di Kerajaan Israel Utara pada zaman Amos yaitu ada kesenjangan antara yang kaya dan miskin yang sangat lebar pada zaman Raja Yerobeam II. Di mana letak korupsi dalam Kerajaan Israel Utara? Begini Amos mengungkapkannya “Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara (Amos 2:6-7 ITB) ).”
Kata-kata ini menggambarkan kenyataan pada waktu itu yaitu ada orang benar yang terlilit utang karena bunganya tinggi dijual. Orang miskin dijual juga hanya karena sepasang kasut. Kemudian membelokkan jalan orang yang sengsara. Ada tafsiran yang mengatakan di sinilah letak korupsinya. Perikop lain, Amos 2:8, “mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka.”
Pada zaman itu kalau orang mengaku dosa di depan mezbah Tuhan lalu imam memberikan penitensi dengan anggur dan kambing. Anggur dan kambing itu sejatinya untuk kepentingan rumah Allah namun yang terjadi petugas di bait Allah mengambil untuk kepentingan pribadi. Lalu ada orang lainyang menikmati korupsi. Misalnya Amos 4:1. “Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum!” Yang dimaksudkan dengan Lembu basan adalah istri-istri dari pejabat pada waktu. Mereka menikmati apa yang dikorupsi oleh suaminya.
Yesus dan Korupsi
Skandal korupsi yang menggegegerkan di zaman Yesus adalah korupsi di bait Allah. Para ahli mencoba mengaitkan kemarahan Yesus di sana pertama-tama karena di bait Allah ada korupsi besarbesaran. “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis: RumahKu adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun” (Luk 19:45-46; bdk Yes 56:7, Yer 7:11).
Lantas di mana letak korupsinya? Ada yang melihat bahwa Yesus mengkritik orang yang menjadikan tempat doa sebagai pasar. Tetapi sebetulnya ada yang lebih dalam yaitu: Yesus mengkritik skandal korupsi di bait Allah. Kalau kita mencermati kisahnya, di situ ada dua pasar yaitu pasar hewan dan pasar uang. Ada kecurangan yang dikritik Yesus di dua pasar itu. Di pasar hewan, Yesus mengkritik pegawai bait Allah, pelaku pemerasan atas orang-orang miskin yang datang mempersembahkan kurban. Hewan yang ingin dipersembahkan itu sengaja dibilang tidak layak sehingga jemaat yang datang dari jauh harus membeli hewan kurban yang dijual di bait Allah dengan harga sangat mahal.
Umat pun kembali diperas di pasar uang. Saat itu, ada kebiasaan orang memberi persembahan dalam rupa uang. Tetapi salah satu persyaratannya ialah uang yang bergambar kaisar tidak boleh dipersembahan kepada Allah. Karena kaisar itu kafir. Mata uang yang bisa dipakai untuk persembahan di Bait Allah ialah mata uang Tirus dan Sidon. Tetapi masalahnya orang terbiasa dengan mata uang Romawi dan membawa uang itu ke bait Allah. Supaya bisa mempersembahkan uang di bait Allah, mereka harus menukar mata uang Romawi dengan mata uang Tirus dan Sidon.
Pada saat penukaran inilah terjadi praktik korupsi yang dikritik Yesus. Ia mengobrak-abrik meja para penukar uang. Rupanya yang bermain disini adalah pegawai Bait Allah yang mengantongi izin dari otoritas bait Allah yaitu imam besar yaitu Hanas dan Kayafas. Ada dugaan bahwa pegawai bait Allah itu memberi suap kepada imam besar Hanas dan Kayafas.
Korupsi pada Zaman Gereja Awal
Kisah para rasul mencatat suatu kisah tentang korupsi yang dilakukan oleh suami istri yaitu Ananias dan Safira. “Tetapi Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.” (Kis 5:1-4 ITB).
Tanahnya tanah siapa? Tanah itu adalah tanah Gereja. Ada dugaan bahwa Gerja zaman dulu seperti gereja zaman sekarang. Ada khas bersama. Rupanya Ananias dan Safira adalah tokoh penting di situ yang diberi kepercyaan untuk menjual tanah milik bersama itu. uangnya untuk kehidupan jemaat. Tampaknya si Ananias sepengetahuan istrinya itu dia menjual tanah itu sebagaian hasilnya digelapkan untuk mereka sendiri dan sebagiannya dilaporkan kepada jemaat. Jadi ini suatu korupsi dari kas bersama. Ini cerita yang menunjukkan bahwa menggelapkan milik bersama atau milik gereja hukumannya langsung dari Tuhan. Karena pada akhirnya Ananias dasn Safira meninggal.
Kasus Suap
Kasus lain yang masih dekat dengan korupsi adalah suap. Biasanya suap berkaitan dengan dunia pengadilan. Dalam ‘dekalog’ atau ‘sepuluh firman’ dikatakan “Janganlah bersaksi dusta terhadap sesamamu” itu berkaitan dengan dunia pengadilan. Mengapa ada larangan ini karena bersaksi dusta kadang- kadang bisa mengakibatkan kematian seseorang kalau kesaksiannya palsu.
Dan biasanya seorang yang memberikan kesaksian palsu, sebelumnya mendapat suap dari orang yang diadili. Jadi, suap itu merupakan uang atau gratifikasi yang diberikan atau dijanjikan untuk mempengaruhi keputusan. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa memberi dan menerima suap adalah kejahatan. “Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orangorang yang benar” (Kel 23:8 ITB).
Kitab Ulangan 27: 25 mendefinisikan siapa saja orang yang terkutuk. Dikatakan bahwa “Terkutuklah orang yang menerima suap untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah. Dan seluruh bangsa itu harus berkata: Amin.”Dikutuk berarti tidak mendapat berkat. Yesaya mengatakan kalau pemimpin Yerusalem suka menerima suap maka Yerusalem akan hancur. Jadi kehancuran Yerusalem bukan hanya karena penyembahan berhala tetapi juga adanya ketidakadilan dalam masyarakat. Dan ketidakadilan dalam masyarakat membuat masyarakat tidak stabil.
Kesimpulan
Korupsi dan suap dalam Alkitab jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum Taurat. Ini merupakan pelanggaran terhadap perjanjian YHWH dengan Israel. Dampak dari pelanggaran adalah kutuk atau tidak adanya berkat untuk Israel. Tidak ada kedamaian dan keselamatan. Korupsi dan suap mencederai keadilan. Mencederai keadilan berarti menghina Allah yang adalah sumber keadilan itu sendiri. Korupsi dan suap merusak tatanan masyarakat yang dibangun atas dasar hukum yaitu hukum Tuhan.
Ia merusak dan membuat masayakat kembali pada situasi prapenciptaan yang chaos. Tuhan sebenarnya menghendaki agar masyarakat hidup harmonis. Tetapi dengan korupsi dan suap, apa yang menjadi impian Tuhan yaitu harmoni dalam masyarakat tidak terjadi. Di samping itu, ada kaitan erat antara kekuasaan dan korupsi. Korupsi selalu terjadi di lingkaran kekuasaan. Karena itu, hati-hati dengan kekuasaan yang dimiliki.)***
Tulisan ini adalah rangkuman materi yang disampaikan Sdr. Albertus Purnomo OFM dalam seminar ‘Melawan Kejahatan Korupsi’ di Paroki St. Paskalis, Jakarta Pusat, Maret 2017
Sumber: Jpicofmindonesia.com
Komentar