Oleh: RP DESIDERAMUS ANSBI BAUM, OFM
Penyakit peradaban kita saat ini seperti obesitas, jantung, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia. Kelaparan ditambah gizi buruk membunuh lebih sedikit dibandingkan kegemukan (NetGeoWild, Evolusi Diet, 2014).
Itu artinya, manusia zaman ini lebih banyak mati karena kelebihan makanan daripada karena kelaparan dan wabah penyakit.
Tentu ada ragam sebab kenapa manusia banyak yang mati karena makanan. Salah satunya karena sejarah evolusi makan kita berubah dari sekadar memenuhi kebutuhan menjadi soal selera. Dari tentang makan saja, menjadi gaya hidup.
Atau singkat kata: “Makan itu berubah dari pemenuhan kebutuhan bertahan hidup menjadi the art of good eating, dari nutrisi menjadi kepatutan makan, dari kenyang perut menjadi selera, menjadi citra hidup bahkan dapat menjadi basis diskriminasi melawan orang lain”.
Tentang yang terakhir sebut saja sebagai contoh begini; kalau Anda makan singkong, anda orang miskin, kalau anda makan spageti, Kentucky Fried Chicken, makan roti berlapis-lapis, Anda orang kaya, begitu anggapan banyak orang!
Andaikata Yesus berpikir tentang makan dengan persepsi di atas, agaknya ia kewalahan mengurusi 5.000 orang yang dikisahkan dalam Injil hari ini (Mat. 14:13-21). Ia harus berpikir tentang ‘diet’ terbaik apa yang dapat diberikan kepada orang sebanyak itu. Lalu berpikir bagaimana memuaskan selera yang tentu berbeda dari begitu banyak orang, juga cara mengumpulkan banyak makanan untuk mereka itu.
Namun, rupanya Yesus bertindak lain. Ia paham betul bahwa makanan itu sejatinya berkaitan dengan rasa kenyang. Maka Ia berkata kepada para Muridnya, “Kamu harus memberi mereka makan”. Karena itu, menjadi tugas kita (Gereja) juga untuk memenuhi kebutuhan hidup orang: memberi makan orang yang kelaparan!
Sebaliknya, orang banyak yang sedang lapar tidak berpikir macam-macam tentang makanan. Alhasil mereka makan sampai kenyang dan malah lebih dua belas bakul penuh!
Memang demikianlah, andaikata kita manusia makan (hanya) demi kebutuhan tanpa ditambahi macam-macam persepsi tentangnya, agaknya tidak banyak yang mati karena kegemukan. Bahkan, sumber daya alam kita selalu mencukupi dan berlebih. Lebih dari itu, sebab terjauh dari makan berlebih kita karena kita kehilangan kemampuan bersyukur atas apa yang diterima.
Yesus mampu bersyukur atas lima roti dan dua ikan yang diterima-Nya dari persembahan orang-orang sederhana. Kemampuan bersyukur atas apa yang diterima itu memungkinkan kita mampu memenuhi kebutuhan dasar dan itu sudah cukup untuk menikmati hidup dengan sukacita.
Penulis adalah imam Fransiskan, melayani umat di Meratus, Kalimantan Selatan
Komentar