Katoliknews.com – “Saya akan mati bersama dan untuk mereka (orang-orang di Aleppo-red).” Itulah jawaban Pastor Edward Tamer, OFM ketika ditanya oleh pimpinannya perihal apakah dia ingin meninggalkan Aleppo selama Perang Saudara di Suriah pada akhir 2016 lalu.
Kini, sosok yang gigih berada bersama orang-orang yang menderita karena perang itu tutup usia. Bukan karena bom atau senjata dalam perang, melainkan karena COVID-19, virus yang menjadi momok dunia saat ini. Ia meninggal pada usia 83 tahun.
Tamer adalah seorang pastor Fransiskan asal Lebanon yang menghabiskan 20 tahun terakhir hidupnya di Aleppo. Ia mengalami seluruh situasi genting dan runyam selama Perang Saudara di Suriah yang terjadi dalam beberapa tahun terkahir. Dia bertugas di sekolah dan menerjemahkan teks-teks teologis ke dalam bahasa Arab.
“Beberapa kali Pelayan Persaudaraan (sebutan untuk pemimpin dalam Persaudaraan Fransiskan) bertanya apakah dia (Pastor Tamer-red) ingin – karena dia sudah tua – keluar dari Suriah, jawabannya: ‘Saya di sini untuk orang-orang yang menderita. Aku akan mati bersama mereka dan untuk mereka,” çerita Pastor Lutfi OFM, Pemimpin Fransiskan untuk Suriah, Lebanon, dan Yordania, seperti di lansir Catholic News Agency.
Ia menambahkan, “Tamer dikenang sebagai seseorang yang tetap setia berada di samping orang-orang yang menderita.”
Selain Pastor Tamer, ada imam Fransiskan lain di Suriah yang meninggal karena virus corona dalam beberapa pekan terakhir, yakni Pastor Firas Hejazin OFM.
Firas Hejasin meninggal pada usia 49 tahun. Berasal dari Yordania. Ia tertular virus corona saat bertugas di Biara Fransiskan St. Anthonius di Aleppo pada Agustus lalu. Dia kemudian dipindahkan ke ibu kota Yordania, Amman, di mana dia meninggal.
Pastor Firas Hejazin, terang Lutfi, adalah seorang pastor muda yang datang ke Aleppo pada setahun yang lalu. Dia orang Yordania dan dia penuh dengan kegembiraan, memiliki banyak proyek dan banyak energi.
“Dia memutuskan untuk datang ke Suriah, khususnya di Aleppo … karena mengetahui bahwa ada kesulitan di sini,” katanya. “Dengan senyumnya, dengan kesederhanaannya, dengan ketaatannya sebagai seorang biarawan, sebagai seorang Fransiskan dari Kustodi Tanah Suci, dia datang dan dia ingin melakukan yang terbaik dan untuk memberikan kesaksian yang terbaik.”
Pastor Lutfi mengenal secara pribadi kedua imam itu. Mereka berasal dari ‘rahim’ yang sama, yakni Persaudaraan Fransiskan, lembaga religius yang didiirikan oleh St. Fransiskus Assisi. Dia mengatakan bahwa kedua ‘saudaranya’ itu dikenang oleh orang-orang Aleppo karena kegembiraan mereka dalam melayani orang lain.
“Kesaksian yang mereka jalani sungguh luar biasa. Mereka datang pada masa-masa sulit untuk ikut merasakan penderitaan dan situasi buruk yang dialami oleh umat-umat di Aleppo,” ujarnya.
“Setiap kali orang datang ke Biara St. Anthonius mereka dapat menemukan ketenangan dan motivasi melalui kehadiran mereka. Pelayanan mereka yang murah hati dan kehadiran yang indah akan tetap ada di hati dan memori semua orang di Aleppo.”
Pastor Lutfi yang berada di Suriah pada16 September menambahkan, saat ini kesulitan dan kemiskinan yang sudah dialami dan dihadapi masyarakat Suriah sejak perang hingga pascaperang diperburuk oleh pandemi virus corona saat ini.
“Penderitaan orang-orang di sini sangat besar dan membutuhkan segera bantuan dari banyak pihak. Sayangnya, sanksi dan embargo sejak awal perang merusak keadaan. Misalnya, bahan bakar untuk mobil… bahan bakar saat ini tidak ada dan Anda harus menunggu mungkin 24 jam untuk mendapatkan giliran,” jelasnya.
Dia mengatakan bahwa banyak orang kehilangan pekerjaan dan dia juga mendengar laporan tentang banyak kasus staf medis yang tertular COVID-19.
Hanya ada 3.654 kasus COVID-19 yang terdokumentasi di Suriah, tetapi PBB mengatakan bahwa kasus di Suriah kurang dilaporkan selama berbulan-bulan dan kematian setiap hari telah meningkat sejak Juli lalu.
Ian Saf
Komentar