Katoliknews.com – Keuskupan Timika membantah tudingan aparat keamanan yang beranggapan korban tembak atas nama Rufinus Tigau di Intan Jaya, Papua bukan seorang katekis di Gereja Katolik.
“Rufinus Tigau adalah benar seorang katekis yang bekerja di Gereja Katolik Stasi Jalae, Kabupaten Intan Jaya,” kata Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, dalam rilis yang diterima pada Selasa, 27 Oktober 2020.
Rufinus ditembak mati oleh Tim Gabungan TNI-Polri di Intan Jaya, Papua pada Senin 26 Oktober 2020, yang mereka klaim sebagai salah seorang anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB). Penembakan ini juga melukai seorang anak bernama Herman Kobagau (6 tahun), yang saat ini sedang kritis dan dirawat di RSUD Kabupaten Mimika.
Pastor Marthen juga menyebutkan Rufinus telah bekerja sebagai katekis di Paroki Santo Michaelel Bilogai sejak tahun 2015. Rufinus dilantik sebagai katekis oleh Pastor Paroki Santo Michaelel Bilogai, Pastor Yustinus Rahangier, Pr menggantikan katekis yang meninggal, Bapak Frans Wandagau.
“Rufinus membantu Pastor di Paroki Jalae karena Pastor yang bertugas di Jalae bukan orang lokal sehingga tidak paham bahasa lokal dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kontek budaya lokal,” jelas Pastor Marthen.
Menanggapi hal itu, aktivis kemanusiaan asal Papua Natalius Pigai meminta Gereja Katolik untuk segera turun tangan menuntaskan hal tersebut. Sebab kata dia, kejahatan kemanusiaan di Papua sudah merusak nilai spiritualitas.
“Kejahatan kemanusian di Papua sudah destruktif terhadap nilai spiritualitas, iman dan wilayah sakral. Gereja Katolik harus turun tangan melakukan penyelidikan untuk melaporkan adanya ancaman nyata terhadap umat Kristiani di Papua,” katanya dalam keterangan yang diterima Katoliknews.com, Selasa 27 Oktober 2020.
Dia juga berharap agar Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ikut bersuara terkait kejadian tersebut. Begitu juga dengan PBB dan pimpinan tertinggi umat Katolik di Vatikan, Roma.
“Umat Katolik menunggu suara kenabian Konfrensi Wali Gereja Indonesia. Diharapkan akan menjadi perhatian Pax Romana di PBB, Franciscan International dan Vatican,” kata Pigai.
Sebelum penembakan Rufinus, seorang katekis di Gereja Stasi Emondi, Agustinus Duwitau (yang dilantik setelah pelantikan Rufinus) juga ditembak oleh aparat keamanan pada tanggal 7 Oktober 2020. Agustinus ditembaki dalam perjalanan ke Emondi. Saat ini Agustinus masih menjalani perawatan karena luka tembak yang dialaminya.
Paroki atau gereja selalu butuh orang yang sekolah atau bisa baca tulis untuk menjadi pewarta seperti Rafinus. Dalam ibadah setiap minggu pewarta juga berdiri di depan mimbar bersama dengan pastor, kata Pastor Marthen.
“Karena pastor baca Alkitab dan khotbah dalam bahasa Indonesia, pewarta langsung menterjemahkan lisan dalam bahasa lokal, agar umat yang tidak mengerti bahasa Indonesia bisa paham dan ikut ibadah,” jelasnya.
Dalam acara Natal bersama, Rufinus menjadi penterjemah khotbah dalam bahasa daerah, tambahnya.
“Tuduhan bahwa Rafinus terlibat dalam gerakan separatis atau kelompok bersenjata yang dituduhkan kepadanya adalah tidak benar. Keuskupan Timika sedang menyusun laporan dan kronologis insiden penembakan yang menewaskan Rafinus,” tutup Pastor Marthen.
Alexander AN
Komentar