Katoliknews.com – Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, selepas menggembalakan umat Keuskupan Bogor pada tahun 2013 silam, menikmati hari tua atau masa pensiunnya di Komunitas OFM di Labuan Bajo, Flores, NTT.
Provinsial pertama OFM Indonesia itu tidak sendirian. Ada saudara setarekatnya, Pastor Subagi, OFM, yang tinggal bersamanya di komunitas tersebut.
Di komunitas yang jauh dari keramaian kota itu, Mgr. Michael menjalani rutinitas hariannya, seperti doa, bekerja di kebun, dan melayani umat yang mencari oase rohani.
“Pensiun bukanlah akhir hidup seseorang, tetapi suatu masa untuk memulai suatu hidup baru,” katanya di kanal Youtube OFM Indonesia, yang diunggah, Senin , 23 November 2020.
Ia menambahkan, “Selama pensiun, saya ingin hidup ini tidak berhenti, tidak ada stagnasi, pelayanan masih saya jalankan, dan saya nikmati itu juga.”
Di tempat ia tinggal, ada kapela yang digunakan sebagai tempat bagi banyak umat yang datang meminta bimbingan rohani, retret, rekoleksi, dan lain-lain.
Uskup yang pernah menjadi anggota DPRD di Papua itu mengatakan, ia punya prinsip untuk mandiri secara ekonomi. Karena itu, ia mengolah tanah di sekitar tempat tinggalnya untuk ditanami berbagai tanaman, seperti ubi, pepaya, pisang, dll.
“Bekerja di kebun adalah bagian dari hidup saya,” ujarnya.
Mgr. Michael melanjutkan, cita-citanya selama masa pensiun adalah “ingin lebih tenang; mau lebih dekat dengan Tuhan,” karena itu, ia memilih tempat pensiun di tempat yang terpencil, di pinggiran Labuan Bajo.
Soal post power syndrom yang merupakan gejala yang banyak dialami orang yang sudah berkuasa dan tiba-tiba kehilangan kekausaan yang berdampak pada penurunan kondisi fisik, mudah marah, mudah terseinggung, suka memberi kritikan, dll (Prawitasari, 2002), Mgr. Michael mengaku tidak mengalami hal tersebut.
Hal itu, kata dia, “karena selama bertugas, saya tidak menempatkan diri sebagai orang yang berkuasa, tetapi saya merasa diri sebagai orang biasa dan sederhana.”
Apalagi, tambahnya, jabatannya yang pernah diembannya, termasuk sebagai Uskup Bogor selama 19 tahun (1994-2013), bukanlah sesuatu yang ia rencanakan sejak awal atau ia harapkan.
Uskup yang sudah berusia 83 tahun melanjutkan, masa pensiunannya itu tidak datang tiba-tiba, tetapi sudah dipikirkan sejak lama. Ada banyak pihak yang turut memberi pertimbangan soal masa pensiunnya.
Pada tahun 2007, ia merayakan 40 tahun imamat. Sejak saat itulah, ia mulai memikirkan mengenai pensiun.
“Karena Kitab Suci mengatakan, ‘Umur manusia 70 tahun, kalau kuat 80 tahun, nah sebagai manusia waktu itu saya berpikir, suatu waktu mau atau tidak mau saya harus lengser,” ujarnya.
Di masa senjanya saat ini, ia menikmati kesederhanaan dan keindahan Labuan Bajo. Setiap sore, ia memandang matahari senja (sunset) di bawah langit Labuan Bajo. Ia merasa sunset itu sangat indah dan sangat mengagumkan.
Hidupnya yang sudah menuju hari senja pun, ia baktikan agar semakin banyak orang mengalami keindahan yang sama, seperti matahari senja di bawah langit Labuan Bajo.
Ian Saf
Komentar