Katoliknews.com – Gereja Katolik di Sudan Selatan berduka atas pembunuhan dua orang biarawati, yang oleh pimpinan Gereja setempat disebut mati demi iman mereka.
Sementara itu, Paus Fransiskus juga memberi perhatian khusus terhadap peristiwa itu.
Suster Mary Daniel Abut dan Regina Roba Luate adalah anggota Suster Hati Kudus di Keuskupan Agung Juba.
Mereka termasuk di antara lima orang yang tewas 16 Agustus dalam penyergapan di Jalan Juba-Nimula yang menghubungkan Sudan Selatan dengan negara tetangga Uganda.
Uskup Agung Juba, Mgr Stephen Ameyu Martin Mulla dalam homilinya saat Misa pemakaman pada 20 Agustus untuk kedua biarawati itu memuji mereka sebagai para martir.
“Merka adalah martir kita yang akan tetap berada dalam ingatan kita sehingga kita dapat memperkuat iman kita yang telah diberikan Tuhan kepada kita,” katanya selama Misa di Katedral Sainte-Thérèse, seperti yang dilaporkan Fides.
Kedua biarawati itu meninggal “karena iman mereka,” katanya.
Suster Abut adalah pemimpin umum tarekatnya dari 2006 hingga 2018 dan mengepalai Sekolah Dasar Usratuna di ibu kota negara Juba.
Suster Luate berasal dari Keuskupan Yei dan merupakan seorang perawat yang bertugas di Paroki Loa di Keuskupan Torit.
Ia bekerja sebagai pengajar dan administrator di Catholic Health Training Institute di Keuskupan Wau.
Suster Hati Kudus Yesus adalah kongregasi lokal yang dimulai oleh mendiang Uskup Sixtus Mazzoldi, seorang misionaris Comboni ke Sudan pada tahun 1954.
Hadir di Sudan, Sudan Selatan, Uganda dan Kenya, misi kongregasi ini adalah untuk mendidik anak-anak dan mengelola sekolah.
Dalam sebuah pernyataan 17 Agustus. , Suster Alice Jurugo Drajea, pimpinan umum Kongregasi menggambarkan pembunuhan itu sebagai “kematian yang kejam.”
Kedua biarawati itu termasuk di antara 12 penumpang yang kembali dengan minibus ke Juba dari perayaan seratus tahun Paroki Loa Drajea di bagian timur negara.
Dalam waktu satu jam itu “terjadi penyergapan pria bersenjata yang melepaskan tembakan,” kata Suster Drajea.
Mencurigai penumpang laki-laki akan menjadi target pertama, sopir meminta mereka untuk turun dari bus dan melarikan diri.
Empat biarawati juga melarikan diri tetapi “orang-orang bersenjata mengikuti dan menembak dua suster,” tambah Suster Drajea.
Hingga kinu, para pelaku masih belum teridentifikasi.
Keuskupan Agung Juba menetapkan empat hari berkabung dari 17 Agustus hingga 20 Agustus, sementara universitas, seminari, perguruan tinggi dan sekolah Katolik tetap tutup hingga 23 Agustus,, kata Pastor Samuel Abe, sekretaris jenderal keuskupan agung.
Paus Fransiskus juga mengecam “tindakan kekerasan yang tidak masuk akal” itu dan menyampaikan “belasungkawa yang tulus” kepada keluarga para korban dan umat wilayah itu,” tulis Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, dalam sebuah pesan kepada Uskup Mark Kadima dari Nunsiatur Apostolik di Sudan Selatan.
Paus juga mengeluarkan pernyataan bersama dengan Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, yang mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi negara Afrika Timur itu.
Sudan Selatan menandai ulang tahun ke-10 pada Juli sebagai negara termuda di dunia, setelah perang saudara selama satu dekade.
Reorganisasi kekuasaan sebagian besar bersifat artifisial, dan kekuasaan sebenarnya tetap terkonsentrasi di sekitar kepresidenan dan beberapa lembaga keamanan dan militer.
Baru-baru ini, ketidakpastian dan kekerasan telah melonjak di negara Afrika Timur berpenduduk 13,78 juta orang itu. Pada bulan ini, setidaknya 32 orang dilaporkan tewas.
Aria
Komentar