Katoliknews.com – Paus menyerukan semua pihak untuk mengakhiri “perang yang tidak masuk akal” di Ukraina, mengutuk apa yang dia sebut sebagai penggunaan “makanan sebagai senjata” perang.
Pasalnya, Ukraina mengirimkan sekitar 30% gandum dunia dan harga gandum pun melonjak sejak invasi Rusia pada Februari lalu.
Dalam Pidatonya yang hampir sepuluh menit banyak bicara tentang perang di Ukraina. Dia juga menyoroti konflik dan krisis kemanusiaan di Timur Tengah, Myanmar, Haiti, dan wilayah Sahel di Afrika.
Itu adalah pidato Hari Natal ke-10 Paus Fransiskus sejak dia menjadi Uskup Roma pada 2013 lalu.
Paus juga berdoa untuk “rekonsiliasi” di Iran, di mana demonstrasi massa anti-pemerintah melanda negara itu selama lebih dari tiga bulan. Demonstrasi di sana ditanggapi dengan tindakan keras, dengan lebih dari 500 orang, termasuk 69 anak, tewas, kata kelompok Hak Asasi Manusia.
Berbicara dari balkon di basilika yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus, Paus yang berusia 86 tahun menyesali korban perang. Dia mendesak untuk tidak melupakan mereka “yang kelaparan, sementara makanan dalam jumlah besar setiap hari terbuang begitu saja dan sumber daya dihabiskan untuk senjata”.
“Perang di Ukraina semakin memperparah situasi ini, membuat seluruh rakyat terancam kelaparan, terutama di Afghanistan dan di negara-negara Afrika,” katanya.
“Kita tahu bahwa setiap perang selalu menyebabkan kelaparan dan mengeksploitasi makanan sebagai senjata, menghalangi distribusinya kepada orang-orang yang sudah menderita,” ujar Paus asal Argentina itu.
Paus mengatakan, “mereka yang memegang tanggung jawab politik” harus memimpin jalan untuk menjadikan makanan “semata-mata alat perdamaian”.
Pesannya diikuti dengan berkat adat Urbi et Orbi (Ke Kota dan Dunia), dibacakan dalam bahasa Latin dan juga dalam banyak bahasa lain juga.
Rian Safio
Sumber: BBC.com
Komentar