Katoliknews.com – Pastor Raúl Arrázola dari Keuskupan Agung Santa Cruz de la Sierra mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok polisi yang menangkap sejumlah demonstrans yang berlindung di Gereja Salib Suci di Kota Santa Crus, Bolivia, pada Minggu, 1 Januari 2023.
Arrázola mengatakan, sekelompok polisi “melanggar [memasuki] hak milik pribadi” dan “hak suaka yang dimiliki gereja” dengan memasuki gereja dan secara paksa menangkap para demonstrans yang berlindung di dalamnya, seperti dilansir El Deber.
Demonstrasi terjadi di kota Santa Cruz de la Sierra oleh warga yang memprotes penangkapan Gubernur Santa Cruz, Luis Fernando Camacho, yang dituduh berpartisipasi dalam protes besar-besaran tahun 2019 silam— yang mana demonstrasi itu kemudian berakhir dengan mundurnya Presiden Evo Morales dari jabatannya. Saat itu, Morales lalu melarikan diri ke Meksiko dan kemudian ke Argentina, di mana kedua negara itu memberinya suaka politik.
Mantan presiden itu kembali ke Bolivia setahun kemudian, sehati setelah presiden saat ini, Luis Arce, dilantik. Arce adalah anggota MAS, partai atau gerakan untuk sosialisme, yang didirikan dan dipimpin oleh Morales dan menganggap protes tahun 2019 sebagai kudeta.
Arrázola menjelaskan bahwa pada Minggu 1 Januari sekitar pukul 02.00 dini hari, “pria dan wanita muda dari semua kelompok sosial melompati pagar yang mengelilingi Gereja Salib Suci dan berlindung di dalamnya.”
Menurut laporan El Deber, orang-orang ini “telah berkumpul berjam-jam sebelumnya di sekitar El Cristo (Monumen Kristus Penebus) mengadakan aksi damai menuntut pembebasan gubernur, yang sejak 30 Desember ditahan di Penjara Chonchocoro.”
El Deber mengatakan, emosi para demonstran memuncak karena polisi mengambil alih area di sekitar Monumen El Cristo yang merupakan simbol kota itu.
“Demonstrasi itu berakhir dengan bentrokan keras dengan polisi, dengan lebih dari 40 orang ditangkap, ratusan terluka, dan kendaraan dibakar,” tulis El Deber.
Monumen itu berjarak beberapa blok dari Gereja Salib Suci, tempat sejumlah demonstran mencari perlindungan.
Sekelompok polisi kemudian menyerbu gereja. Pastor itu menuduh para petugas “tidak menghormati apa yang orang cari di gereja: suaka dan perlindungan.”
Selain itu, polisi menggunakan gas air mata dan ditemukan selongsong peluru karet bekas.
Sehari sebelum persitwa itu, Konferensi Waligereja Bolivia mengatakan bahwa “penculikan Camacho adalah salah satu serangan di antara penghinaan lainnya, yang diarahkan pada penduduk Santa Cruz, yang telah secara sah memilihnya untuk memimpin banyak orang dan departemen pada periode ini.”
Para uskup menyatakan bahwa tidak ada kudeta tetapi kenyataannya yang terjadi adalah “pemberontakan penduduk Santa Cruz dalam menghadapi kecurangan pemilu yang nyata dalam pemilu Oktober 2019 oleh pemerintah” sebagaimana dibuktikan oleh pengamat independen internasional, termasuk organisasi negara-negara Amerika.
Konferensi itu meminta badan-badan negara “untuk secara ketat mematuhi Konstitusi Negara dan menghormati otonomi serta kebebasan.”
“Oposisi, perbedaan pendapat, serta kebebasan berpikir dan berekspresi adalah bagian dari pelaksanaan demokrasi, landasan hidup berdampingan secara damai dan harmonis. [Para uskup menyerukan] penghormatan terhadap kehidupan, martabat, dan hak asasi manusia semua warga negara, termasuk mereka yang dituduh melanggar hukum, dalam penerapan yang efektif dari jaminan konstitusional dan proses yang semestinya. [Kami terutama meminta] pasukan ketertiban dan polisi untuk tidak melakukan represi kekerasan yang menyebabkan lebih banyak konflik,” tulis para uskup itu.
Yeri Orlando
Komentar