Katoliksnews.com – Film “Spotlight” menjadi bahan perbincangan setelah pertama kali diluncurkan, karena angle kisahnya yang memang menantang: soal skandal dalam Gereja Katolik.
Film ini kemudian makin ramai didiskusikan setelah mendapat penghargaan film terbaik Oscar 2016.
“Spotlight” mengangkat investigasi beberapa wartawan di Kota Boston, Amerika Serikat, yang bekerja pada media Boston Globe terkait kasus pencabulan dan pemerkosaan anak di bawah umur oleh para pastor pada kurun 2001-2003.
Dalam film ini, editor Boston Globe, Marty Baron, yang diperankan oleh Liev Schreiber, memberi tugas kepada “Spotlight”, tim wartawan investigasi surat kabar itu, untuk menyelidiki bukti-bukti yang semakin banyak bahwa pastor-pastor di Boston mencabuli anak-anak di enam paroki yang berbeda selama tiga puluh tahun.
Film ini menunjukkan bahwa Baron ingin tim “Spotlight” membuktikan korupsi sistemik di eselon Keuskupan Agung Boston yang lebih tinggi. Dia ingin membuktikan bahwa Gereja memanipulasi sistem sehingga para pastor yang terlibat tidak perlu menghadapi tuntutan dengan berulang kali memindahkan mereka ke paroki yang berbeda.
Film arahan sutradara Tom McCarthy ini dengan akurat menggambarkan keberanian tim “Spotlight” itu untuk menggebrak lembaga yang paling kuat di Boston, Gereja Katolik.
Baron, pemimpin redaksi yang baru diangkat harian itu, bukan anak Boston dan bukan Katolik, sehingga dia mampu melihat masalah tersebut dengan mata segar.
“Di Boston saya disebut orang luar” kenang Baron, yang telah menjadi editor Washington Post sejak 2012.
“Anda tahu, kosakata mengungkapkan banyak hal. Memberi banyak isyarat. Saya dipandang sebagai seseorang yang tidak dari Boston, bukan anak Boston.”
Film ini menunjukkan bahwa di sebuah kota yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, tidak mudah untuk mengajukan pertanyaan yang sensitif.
Saat menggali bukti, tim “Spotlight” menghadapi tembok kerahasiaan. Gereja sudah menyelesaikan kasus-kasus tersebut dengan korban secara diam-diam.
Film ini juga mendukung laporan bahwa dokumen-dokumen legal yang membuktikan kasus pelecehan oleh para pastor itu hilang dari gedung pengadilan Boston. Film ini juga menunjukkan bagaimana “Spotlight” mendapati bahwa tim hukum yang menyelesaikan kasus itu juga terlibat dalam upaya menutup-nutupi.
Lambat laun tim “Spotlight” menyadari bahwa upaya Keuskupan Agung Boston untuk melindungi 70 pastor pedofil di sana sama parahnya dengan pelecehan seksual itu sendiri.
“Spotlight” telah dipuji karena naskah yang padat dan cerdas, alur cerita yang terfokus dan tidak tergesa-gesa. Penulis naskah Josh Singer mengatakan “Spotlight” mengingatkan orang bagaimana jurnalisme investigatif yang bebas dapat mengungkapkan korupsi.
Selain meraih piala Oscar untuk kategori film terbaik, Josh Singer juga diganjar penghargaan skenario asli terbaik.
Meski film ini mengungkap hal yang dalam kurun waktu cukup lama, masih enggan dibicarakan secara terbuka di kalangan Katolik, namun, banyak orang yang memuji film ini, sebagai sebuah karya yang layak diacungi jempol.
Vatican Radio menyebutkan bahwa dalam film ini, wartawan Boston Globe “membuat diri mereka memberi contoh menjalankan panggilan yang sesungguhnya, yakni menemukan fakta, memverifikasi narasumber dan membuat diri mereka menjadi sandaran untuk mencari keadilan.”
Sementara itu, dalam salah satu opini di UCANews, Kantor Berita Katolik Asia, Pastor Shay Cullen, SSC yang bertugas di Filipina memuji film itu dan menyatakan, ini menjadi kritikan bagi Gereja Katolik.
“Film itu membukakan mata kita bahwa ketika rahasia ditutup-tutupi terkait skandal terhadap anak-anak oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam Gereja di Boston dan berusaha menghentikan para wartawan mengungkap kebenaran, mereka terbukti gagal,” tulisnya.
Sementara itu, surat kabar L’Osservatore Romano, sebuah koran lokal Vatikan, menerbitkan tajuk ‘Ini Bukan Film Anti-Katolik.’
Dilansir dari The Independent, Rabu, 2 Maret, Koran itu memuji “Spotlight” karena berani mengungkap permasalahan yang selama ini ditutupi dari publik Katolik.
Apalagi, kasus yang diangkat pertama kali oleh the Boston Globe itu merembet ke puluhan negara, yang rata-rata melaporkan adanya kasus pencabulan pemuka Katolik terhadap anak di bawah umur.
Penulis artikel koran tersebut, Lucetta Scaraffia dengan tegas mengatakan iman Katolik itu memiliki hati yang melindungi, ingin memberikan keamanan bagi yang tidak bersalah.
“Namun terlalu banyak gereja yang justru lebih khawatir tentang citra lembaga tersebut dari penegasan tindakan kekerasan terhadap anak,” tulis Scaraffia.
Sementara itu Catholic News Service menyebut bahwa ada pesan penting di balik film itu.
“Pesan di mana Gereja Katolik seharusnya transparan, adil dan berkomitmen penuh melawan penyalahgunaan jabatan keuskupan,” tulis Catholic News Service.
Radio Vatikan/Voa/UCANews/Catholic News Service
Komentar