Katoliknews.com – Uskup Agung Merauke, Mgr Nicolaus Adi Saputra MSC mengecam aksi represi terhadap warga Papua, di mana ratusan ratusan orang ditangkap dan ditahan oleh aparat.
Ia pun meminta aparat penegak hukum untuk membuka ruang demokrasi bagi orang Papua, sehingga mereka bisa mengekspresikan diri dan tidak melihat setiap aksi damai sebagai tindakan provokasi.
Sebagaimana dilaporkan Ucanews.com, Mgr Nicolaus mengatakan, demonstrasi adalah pilihan terakhir ketika saluran untuk ekspresi individu tertahan.
“Negara menjamin demokrasi bagi semua warga negara,” katanya, menanggapi penangkapan ratusan orang dalam aksi damai di sejumlah kota di Papua pada Rabu, 13 Juli 2016.
“Jika ruang tidak diberikan kepada mereka, mereka akan turun ke jalan (lagi),” katanya.
Aksi damai itu merupakan upaya menyuarakan dukungan agar Papua menjadi anggota penuh dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) yang sedang mengadakan konferensi di Kepulauan Solomon, 14-16 Juli.
MSG meliputi Kepulauan Solomon, Fiji, Papua Nugini dan Vanuatu yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di antara para anggotanya.
Lebih dari 500 orang ditangkap, termasuk perempuan dan anak-anak pada unjuk rasa damai 13 Juli.
Sebagian besar warga kemudian dibebaskan, tetapi sejumlah orang masih ditahan untuk diinterogasi lebih lanjut.
Kapolres Merauke, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Taufik Irpan Awaludin, mengatakan para demonstran ditangkap karena mengambil bagian dalam unjuk rasa yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok terlarang, seperti Komite Nasional Papua Barat dan Parlemen Rakyat Daerah.
“Kami tidak memberikan izin kepada kelompok-kelompok tertentu untuk menggelar aksi unjuk rasa,” katanya.
Laporan organsasi Papuans Behind Bars atau Orang-orang Papua di Balik Jeruji Besi serta sejumlah lembaga lain menyebutkan bahwa, selama tahun ini, sudah 4.198 orang Papua yang pernah ditangkap aparat.
Jumlah ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya, 1.083 serta pada 2014 yang hanya 370 orang.
Edy/Katoliknews
Komentar