Katoliknews.com – Dua organisasi Katolik, Padma Indonesia dan Vivat Indonesia membantu advokasi kasus Herman Jumat Masan, mantan pastor yang telah divonis mati terkait kasus pembunuhan.
Kedua lembaga itu yang merupakan bagian dari Tim Advokasi Penghapusan Hukuman Mati (APHM) di Indonesia sudah mendapat kuasa dari Herman untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis yang ia terima.
PK itu diajukan kepada Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan Negeri Maumere.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Katoliknews.com, Senin, 10 Oktober 2016 disebutkan bahwa tim advokasi ini memiliki visi “terwujudnya keadilan dan perdamaian bagi seluruh ciptaan Allah.”
“Pembelaan ini bertujuan untuk penghapusan hukuman mati di Indonesia, sedangkan misi dari pembelaan adalah menegakkan martabat manusia dan membela HAM,” demikian menurut tim APHM.
Permohonan PK diajukan terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI yang memvonis mati Herman.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, Herman yang kini dipenjara di Maumere, didakwa membunuh dengan mencekik seorang bayi pada 1999, hasil hubungan gelapnya dengan Yosefin Keredok Payong alias Merry Grace. Merry Grace – yang berasal dari Adonara, Flores Timur – merupakan mantan suster SSpS, yang meninggalkan biara pada tahun 19997
Tahun 2002, ketika Merry Grace kembali melahirkan anak kedua hasil hubungan gelap mereka, Herman membiarkan saja bayi itu di kamarnya hingga meninggal, bersama Merry Grace yang juga akhirnya meninggal setelah mengalami pendarahan selama 10 hari.
Ketiga jenazah ini dikuburkan di belakang kamar Herman di kompleks Tahun Orientasi Rohani (TOR), Lela, Maumere, di mana saat itu ia bertugas sebagai pendamping para frater TOR.
Herman meninggalkan imamat tahun 2008 dan bekerja di Kalimantan.
Kasus ini terungkap ketika pada Januari 2013, polisi menggali kuburan ketiga jenazah itu, berkat pengakuan dari mantan pacar Herman berhubung Herman pernah menceritakan peristiwa pembunuhan ini kepadanya.
Proses hukum pun dilakukan dan pada 19 Agustus 2013 lalu, ia divonis hukuman seumur hidup.
Ia sendiri mengajukan kasasi ke MA atas kasus ini pada November 2013. Namun, bukannya mendapat keringanan hukuman, malah diperberat dengan hukuman mati.
Tim AHPM terdiri dari para pastor dan sejumlah pengacara. Kordinator tim adalah Pater Nobert Bethan SVD. Sementara itu, ketua tim parelegal adalah Pater Paul Rahmat SVD dan ketua tim legal Roy Rening.
Eman Herdiyanto, salah satu pengacara mengatakan, upaya PK ini diajukan dengan dua alasan, yakni adanya bukti baru atau novum dan adanya kekeliruan/kekhilafan hakim sebagaimana diatur dalam pasal 263 ayat (2) KUHAP.
“PK ini tidak akan diajukan secara terburu-buru oleh TIM AHPM karena sesuai ketentuan pasal 264 ayat (3), permintaan Peninjauan Kembali tidak dibatasi oleh suatu jangka waktu,” katanya.
Selain upaya hukum PK tersebut, tim paralegal juga mengupayakan adanya mediasi guna menyelesaikan permasalahan ini dengan memperhatikan kearifan lokal masyarakat adat Adonara.
Tim AHPM juga melakukan klarifikasi sehubungan dengan adanya isu-isu yang tidak bertanggung jawab terkait akan dilakukannya eksekusi mati terhadap Herman dalam waktu dekat.
“Herman masih memiliki hak-hak hukum untuk mengajukan upaya hukum PK dan mengajukan permohonan grasi ke Presiden sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
“Dengan demikian, Eksesuksi mati secara hukum tertunda sampai dengan adanya putusan PK dan/atau sampai dengan adanya putusan grasi dari presiden,” tegas Eman.
Edy/Katoliknews
Komentar