Jakarta, Katoliknews.com – Menyusul terjadinya penyerangan terhadap siswa SD di Kabupaten Sabu Raijua, Polri diminta untuk menjamin keamanan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), daerah yang selama ini dianggap sebagai ikon toleransi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Komunitas Persaudaraan NTT di Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016, menyikapi penyerangan terhadap tujuh anak SDN 1 Sabu Barat oleh pelaku berinisial IR (31) pada Selasa lalu, di mana ia melakukan aksinya saat jam pelajaran sedang berlangsung.
IR memasuki ruangan kelas V sambil memegang sebilah pisau, menuju ke bangku belakang dan mendekati seorang siswi dan melukai leher korban. Setelah itu, pelaku mencari korban lain dan melukai leher maupun tangan dan kaki mereka. Total korban sebanyak tujuh orang siswa.
IR dibekuk oleh aparat TNI dan dibawa ke Markas Polsek setempat. Massa geram dan mendatangi mapolsek lalu membunuh korban, di mana mereka melemparinya dengan batu.
Persaudaraan NTT pun menuntut Polri segera mengambil langkah-langkah hukum untuk mengungkap dalang di balik peristiwa tersebut.
Petrus Salestinus, kordinator kelompok ini mengatakan, peristiwa tersebut bukan kriminal biasa, melainkan sinyal kuat adanya gerakan radikal yang mengancam kerukunan, toleransi dan keberagaman masyarakat NTT.
“Karena itu kami mendesak Polri untuk mengungkap aktor intelektual di belakang peristiwa yang tidak berperikemanusiaan tersebut,” tegas Petrus, yang juga Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Pihaknya mendesak gubernur dan seluruh muspida di NTT untuk segera memulihkan kenyamanan dan rasa damai masyarakat NTT, menjamin persaudaraan, kerukunan, toleransi dan keberagaman di NTT, agar tetap kompak dan bersatu.
Sementara itu, Serfas Serbaya Manek, anggota komunitas tersebut menilai peristiwa penikaman tujuh anak SDN I Sabu Barat tersebut merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan.
Peristiwa itu, tegasnya, tidak boleh dianggap sebagai kriminal biasa, karena sebelumnya aktivitas kelompok radikal di NTT telah dideteksi. Bahkan beberapa kelompok telah diamankan dan dipulangkan oleh aparat kepolisian tanpa proses hukum.
“Peristiwa itu menjadi bukti bahwa Gubernur NTT dan Kapolda tidak memiliki kepekaan, kewaspadaan dan tanggung jawab terhadap situasi keamanan di seluruh NTT, terkait dengan dinamika politik nasional di Jakarta yang akhir-akhir ini memanas dan eskalatif,” tegas Serfas.
Dia menegaskan, sebagai penanggungjawab politik dan keamanan di NTT, gubernur dan kapolda NTT seharusnya terus-menerus meningkatkan kewaspadaan dan kepekaan. Ini bertujuan agar tidak membuka peluang masuknya kelompok radikal merusak kondisi NTT sebagai provinsi yang sangat toleran dan menghargai perbedaan dan sekaligus menjaga kerukunan dan keselamatan warga masyarakat dari tindakan brutal kelompok radikal.
Petrus menambahkan, Kapolri perlu segera membentuk Kepolisian Resor di Kabupaten Sabu Raijua.
“Kami meminta Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI dan Mahkamah Agung, untuk segera membuka Polres, Kejaksaan, Kodim dan Pengadilan Negeri pada setiap kabupaten pemekaran di NTT yang sudah 10 tahun lebih belum memiliki institusi hukum dan keamanan, termasuk Sabu Raijua,” tegas Petrus.
Hal itu, lanjut Petrus, guna memberikan pelayanan keadilan secara memadai terhadap masyarakat dan juga memberikan perlindungan yang maksimal kepada setiap tahanan yang diamankan polisi.
Katoliknews
Komentar