Oleh: INOSENTIUS MANSUR
Yth. Yesus Kristus Putera AllahYang Maha Tinggi…Pertama-tama, kami mengucapkan selamat merayakan hari ulang tahun kelahiran untuk-Mu. Semoga kami pantas menyulam ucap lewat kata-kata sederhana ini.
Tentang kelahiran-Mu, Lukas dan Yohanes penulis Injil menceritakannya secara berbeda. Lukas menulisnya secara naratif yang dikaitkan dengan perintah Kaisar Agustus. Maria dan Yosef mengikuti perintah sang kaisar meskipun Maria sedang mengandung-Mu dan harus melakukan perjalanan jauh. Engkau tak dilahirkan di tempat istimewa, tetapi dikandang hewan.
Selain itu, berita kelahiran-Mu tidak disampaikan kepada orang-orang di Betlehem, sebab “sudah tidak ada tempat lagi di penginapan-penginapan Betlehem”. Berita kelahiran-Mu pertama-tama disampaikan kepada para gembala di padang.
Mereka adalah gembala yang nomaden, berpindah dari satu padang rumput ke padang rumput lain, sambil membawa serta domba-domba, sebab sudah tidak ada tempat lagi di kota-kota. Mereka adalah kelompok orang sederhana yang tersingkir, digusur oleh kelompok elit dan dipinggirikan oleh hegemoni Yahudi dan Roma.
Sementara itu, Yohanes dalam ulasan tentang kelahiran-Mu menggunakan perspektif dan latar filsafat Yunani: “Logos” menjadi daging, dimana Heraclitos, kaum Sotik dan Philo juga pernah membedah dan mengelobarasi tema logos tersebut.
Tetapi Yohanes mengulas “Logos” secara berbeda, karena pada dasarnya menurut filsafat Yunani, itu (baca: logos) terpisah dari keadaan manusia, sedangkan Yohanes mengatakan: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya….”.
Yohanes menginginkan agar pendengarnya memiliki keterbukaan hati untuk menerima sesuatu yang baru. Mereka harus berani berpikir secara radikal-baru. Yohanes juga memposisikan-Mu sebagai “Terang” dengan mengatakan: “Terang itu bercahaya dalam kegelapan, tetapi kegelapan itu tidak menguasai-Nya”.
Tuhan Yesus, Almasih terjanji … Jika merujuk pada sinopsis cerita dan perspektif penulis Injil tentang kelahiran-Mu ini, ada beberapa hal yang patut kami renungkan. Pertama, kami semakin menyadari bahwa diri-Mu adalah figur radikal yang sejak lahir memiliki opsi kesederhanaan. Engkau sudah memperlihatkan cara hidup khas, model kontras.
Hal ini tentu saja menjadi kritik bagi kami. Sebab kami acapkali terjebak dalam cara hidup mewah, dan begitu gampang disetir oleh hasrat untuk hidup memiliki segalanya. Kami tidak sadar bahwa keinginan untuk mendapatkan segalanya bisa saja menyebabkan kami kehilangan segalanya. Rindu-damba kami adalah kesederhanaan-Mu menjadi spirit dan kiblat orientasi hidup kami.
Semoga kami tidak dijebak oleh godaan-godaan materialis lantas mengingkari substansi panggilan hidup kami. Semoga kami tidak mendewakan materi, tetapi memakai itu untuk mengafirmasi iman dan esensi kemanusiaan kami.
Kedua, Yosef dan Maria memperlihatkan diri sebagai anggota mayarakat dunia serentak keluarga Allah secara seimbang, tanpa ada yang diabaikan. Mereka mengikuti perintah Kaisar Agustus, tetapi juga dengan sepenuh hati mengikuti kehendak Allah.
Semogal hal ini menjadi inspirasi bagi kami, agar tidak membuat dikotomisasi: sebagai warga Negara dan sebagai anggota/keluarga Allah. Semoga kami bisa berlaku sebagai anggota Gereja dan sebagai warga masyarakat/Negara secara baik, tanpa harus mengabaikan salah satu dari antara keduanyan, tanpa menempatkan keduanya secara kontras.
Semoga kami bisa memenuhi tuntutan Negara dan melaksanakan secara sungguh-sungguh kehendak Allah. Meminjam bahasa hamba-Mu, Mgr. Soegiopranoto, jadikanlah kami 100 % warga Negara dan 100% anggota Gereja. Semoga kami menjalankannya secara afirmatif- simbiosis mutualisme – tanpa memandang saya satu lebih penting dan mensubordinasikan yang lainnya.
Sadarkanlah kami bahwa dengan bertindak sebagai warga Negara yang baik, kami menampilkan diri sebagai anggota Gereja yang baik.
Ketiga, berita kelahiran-Mu disampaikan kepada para gembala, sebab mereka memiliki keterbukaan hati untuk menerima berita itu. Satu-satunya alasan mengapa mereka menerima kabar itu adalah karena mereka memang pantas untuk menerimanya.
Hal ini tentu saja berbeda dengan orang-orang di Betlehem yang tidak memiliki tempat lagi untuk Yesus. Kami tahu bahwa lewat cerita ini, penulis Injil (Lukas) secara elok menyerang kami, menertawakan ketertutupan hati serta menohok kami yang enggan bersedia menyambut kedatangan-Mu lewat kisah ini. Hati kami tidak bersedia untuk menjadi kandang Betlehem, tempat Engkau dilahirkan, melainkan menjadi kota Betlehem dan orang-orangnya yang menolak kehadiran-Mu.
Pintu hati kami acapkali tertutup oleh dosa-dosa kami, oleh kata-kata dan tindak-tanduk kami yang tak layak. Seperti Betlehem dan orang-orangnya itu, kami pun seringkali meminggirkan-Mu ke emperan realitas dan tak lagi mempersilahkan-Mu untuk lahir di bilik hati-iman kami.
Hati kami tertutup oleh kebencian, oleh retaknya relasi antara kami, oleh kemalasan kami, oleh ego kami, oleh alibi-alibi yang kami bangun untuk membenarkan tindakan serta ucapan yang membuat kami acapkali salah kaprah. Kami adalah “milik kepunyaan-Mu”, tetapi seperti kata Yohanes dalam tulisannya menjadi “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyan-Nya itu tidak menerima-Nya”.
Keempat, sebagaimana dahulu Engkau peduli kepada para gembala, semoga Engkau juga menganugerahi kami para pemimpin yang peduli dan memiliki sensibilitas terhadap orang-orang yang terpinggirkan.
Semoga kelahiran-Mu menggugah rasa agar (nantinya) mereka mampu melahirkan kebijakan-kebijakan pro rakyat. Jangan biarkan mereka mengeliminasi orang-orang pinggiran dan meminggirkan mereka pada emperan realitas. Sebentar lagi, kami akan mengadakan Pilkada.
Semoga Pilkada menjadi momentum “kelahiran”, saat dimana bagi kami terlahirlah pemimpin seperti Kristus yang memperhatikan orang-orang yang terpinggirkan. Jangan biarkan mereka yang menjadi pemimpin justru meminggirkan kami, kontra-produktif dank arena mengejak kepentingan pragmatis.
Anugerahilah kami para pemimpin yang mampu melakukan inventarisasi berbagai persoalan sosial dan diartikulasikan lewat agenda aksi liberatif. Semoga Natal melahirkan pemimpin-pemimpin meta-pragmatik. Kami berdoa, agar pemimpin mampu tampil sebagai “Terang” yang membebaskan rakyat dari realitas “kegelapan” sosial.
Tuhan Kristus Anak Domba Allah…Sertailah kami, agar Natal merivitalisasi hati sehingga pantas menjadi kandang suci, tempat Engkau dilahirkan. Semoga kelahiran-Mu mencitaptakan energi baru dalam diri kami. Seperti para pendengar Injil Yohanes, semoga cakrawala hati kami terbuka pada kehendak-Mu dan jangan biarkan kami berada dalam kegelapan.
Dengan demikian, tulisan Yohanes, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”, tidak membidik kami karena kami keengganan kami untuk menerima-Mu. Bantulah kami agar mampu menjabarkan dan mengkontekstualisasikan Natal di sisi-sisi kehidupan kami. Natal tidak boleh menjadi selebrasi nirmakna, tetapi membantu kami untuk berekspansi, untuk keluar dari diri, untuk mengevaluasi diri dan membuat terobosan-terobosan konstruktif yang mempertegas arti Natal.
Doronglah, agar Natal tak hanya dimaknai secara das Sein, tetapi juga sebagai momentum das Sollen. Semoga Natal mendobrak corak hidup kami yang mengutamakan interese parsial-pragmatik nan individual sambil mengabaikan apa yang menjadi konsensus serta kepentingan kolektif. Dengan demikian, kami bisa menciptakan “terang” dalam konteks sosial hidup.
Natal harus membantu kami agar memperhatikan sinkronisasi dan konektivitas kata dan tindakan. Semoga kami tak hanya beretorika tentang Natal, tetapi juga menjadi pribadi yang menjabarkan etos Natal secara bertanggung jawab. Demikian surat ini kami tulis, jika ada untaian terangkai salah dan ucap menoreh khilaf, mohon dimaafkan.
Penulis adalah rohaniwan dan pembina di Seminari Ritapiret-Maumere
[Artikel ini sebelumnya dimuat di Floresa.co]
Komentar