Oleh: Romo Iron Rupa OFM
Selasa, 11 April 2017.
Bacaan I, Kitab Yesaya 49:1-6. Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.
Bacaan Injil Yohanes 13:21-33.36-38. Salah seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku…Sebelum ayam jantan berkokok, engkau akan menyangkal Aku tiga kali.
Salah satu hal yang tidak mudah untuk kita terima dan sangat menyakitkan kita adalah pengalaman dikhianati oleh orang yang kita kasihi. Mungkin kita sudah terlalu jauh mengenalnya. Hampir semua kepingan-kepingan kehidupan kita bahkan yang sangat pribadi pun sudah kita bagikan dengannya. Kita percaya kepadanya karena kita mengasihinya. Namun, ketika kasih dan kepercayaan kita dibalas dengan pengkhianatan, kita pasti merasakan betapa menyakitkan pengalaman seperti ini.
Kisah Yesus pada Injil Yohanes hari ini menunjukkan pengalaman pengkhianatan oleh murid-Nya sendiri. Yudas yang menjadi ekonom bagi murid-murid awal Yesus telah diam-diam bersekongkol dengan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Ia akan menyerahkan Yesus kepada mereka. Sebagai gantinya, mereka akan memberikannya uang. Demikianlah kasih yang tulus dari Yesus “diganjari” dengan penyerahan diri-Nya kepada maut oleh murid-Nya sendiri.
Bukan saja Yudas yang telah diketahui Yesus akan mengkhianati kasih-Nya. Anak manusia pun mengetahui bahwa Petrus, yang diserahkan Gereja Allah untuk digembalakan, juga akan mengkhianati-Nya dengan tidak mengakui bahwa dirinya sebagai murid Yesus. Kendati Petrus begitu heroik mau menyerahkan nyawanya bagi Yesus, Anak Manusia dengan keyakinan mengatakan pada Petrus, “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Yoh. 13:38).
Yesus tahu bahwa seyakin apa pun kita berjanji untuk setia dan berkorban bagi kasih-Nya, godaan dan cobaan untuk menyangkal dan mengkhianati kasih Yesus selalu membayangi hidup kita. Pengkhianatan dan penyangkalan kita pada-Nya terletak pada tutur kata dan tindakan kita yang acap kali tidak menunjukkan identitas kita sebagai pengikut-Nya.
Padahal kita dibuat dan dijadikan Allah sebagai terang bagi semua orang yang kita temui. Kita adalah anak-anak Terang. Kita dipanggil untuk membawa sukacita, damai dan keselamatan bagi banyak orang. Demikianlah, panggilan menjadi anak-anak Terang adalah pilihan Allah pada kita sejak dalam kandungan ibu. “Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku.” (Yes. 49:1).
Semoga kita mengingat kembali identitas kita sebagai anak-anak Terang yang hadir untuk membawa sukacita dan damai bagi sesama. Dengan demikian, kita belajar untuk tidak mengkhianati dan menyangkal sesama kita secara khusus mengkhianati dan menyangkal iman pada Yesus Kristus.
Sumber: https://ironrupa.wordpress.com/
Katoliknews
Komentar