Katoliknews.com – Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM menyebut diri sebagai “orang yang berutang” karena merasa masih banyak hal yang belum ia wujudkan dalam pelayanan selama 25 tahun imamat.
Ia menyampaikan hal itu saat merayakan Misa Syukur perak imamatnya, Rabu, 8 Juli 2020. Misa itu disiarkan live streaming di kanal YouTube Hidup TV dan Komsos Keuskupan Pangkalpinang.
Saat memulai homilinya, ia mengutip kata-kata Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Gaudete et Exsultate: “Bersukacitalah dan bergembiralah, Tuhan meminta segalanya dari kita tetapi juga menawarkan kepada kita kehidupan sejati, kebahagiaan yang untuknya kita diciptakan.”
Uskup yang yang juga guru besar bidang teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta menyebut kutipan itu cocok untuk merenungkan perjalanan panggilan imamatnya.
Ia pun mengajak untuk merenungkan dua pokok penting, yakni perihal Tuhan yang memberikan hadiah atau kehidupan sejati dan juga Tuhan yang meminta segalanya dari kita.
Ia mengatakan, untuk merenungi poin pertama soal hadiah, anugerah atau kemurahan Tuhan tidaklah sulit, karena dengan mudah kita temukan banyak anugerah dalam kehidupan kita.
Kemurahan Tuhan itu, kata dia, dialaminya sejak masa kecil dalam hidup bersama keluarga, kenangan bersama teman-teman di kampung, di sekolah, hidup dalam persaudaraan Fransiskan, menjadi imam dan menjadi dosen hingga akhirnya beralih ke Pangkalpinang.
“Kemurahan hati itu tidak berkurang tetapi malah tambah-tambah terus. Banyak anugerah yang saya terima dari kemurahan hati saudara-saudara,” ungkapnya.
Selanjutnya, ketika merenungi poin kedua, mantan Provinsial OFM Provinsi Indonesia ini mengaku tidak mudah.
Mengutip teks Injil Yohanes yang berbicara tentang ‘perintah untuk mengasihi’ dan mengaitkannya dengan pelayanan dan kesaksian St. Paulus, ia merasa sangat kurang.
“Saya mengalami dan mengakui belum sungguh-sungguh memberikan pelayanan yang tuntas, belum sungguh-sungguh mencari mereka yang hilang, merawat yang sakit, merangkul pendosa, sering kali kurang mendengar, tidak mau diganggu, dan belum berbau domba,” katanya.
Maka pertanyaannya, lanjutnya, “kalau sudah banyak sekali menerima tetapi sedikit sekali untuk memberi, istilah apa yang cocok untuk menamai hidup seperti ini?”
Menjawab pertanyaan itu, ia mengatakan istilah atau nama yang cocok menggambarkan hidup seperti itu ialah ‘orang yang berutang’.
“Tidak ada lain ya, menerima banyak, mengembalikannya baru sedikit, kesimpulan utang. Jadi, saya ini 25 tahun hidup imamat kesimpulannya menjadi orang yang berutang,” kata Sunarko.
Selanjutnya ia menambahkan, walaupun berutang ia “tetap merasa beruntung, masih bisa tersenyum dan tidur nyenyak.”
Ia juga merasa beruntung karena yang telah memberi begitu banyak itu atau yang telah memberi utang itu, tidak suka menuntut.
“Yang memberi utang adalah Allah yang Mahamurah dan Maharahim. Bahkan yang memberi utang ini terus-menerus memberi cara-cara baru untuk menolong agar bisa melaksanakan pesan-pesan-Nya”, jelasnya
“Dan tentu saja sesungguhya dari sudut Allah tidak ada utang piutang itu. Allah kita memberikan anugerah-Nya gratis,” katanya.
Allah, kata dia, “mempunyai satu rencana saja yaitu keselamatan manusia, tidak ada rencana untuk yang lain.”
“Perintah-perintah yang Ia berikan melulu hanya demi keselamatan kita semua”, tegasnya.
Menyimpulkan pokok renungannya, ia menggarisbawahi tiga hal penting sebagai inti penghayatan hidup imamatnya selama 25 tahun.
Pertama, kata dia, syukur atas banyak anugerah dan kemurahan hati yang sudah diterima. Kedua, pengakuan bahwa ia baru memberi sangat terbatas dan sedikit.
Tetapi, sekaligus, yang ketiga menurut dia adalah pengakuan bahwa ia tetap selalu diberi kesempatan dan didorong untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan dalam segala keterbatasan, yakni “perintah untuk memberikan semua, perintah untuk memberikan nyawa, untuk menghasilkan buah.
Uskup Sunarko menjadi gembala di Keuskupan Pangkalpinang sejak ditahbiskan sebagai uskup pada 23 September 2017, tiga bulan setelah ia ditunjuk Paus Fransiskus menggantikan pendahulunya, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD yang meninggal dunia pada 2016.
Saat ditunjuk sebagai uskup ia masih berstatus sebagai Provinsial OFM Indonesia, sambil mengajar di STF Driyarkara.
Sunarko yang lahir di Merauke, Papua pada 7 Desember 1966 ini ditahbiskan menjadi imam pada 08 Juli 1995 oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ.
Uskup yang dikenal rendah hati ini mendapat status sebagai guru besar bidang teologi pada Mei tahun lalu.
Di KWI, ia menjadi salah satu anggota presidium, mewakili Provinsi Gerejawi Palembang sekaligus sebagai Ketua Komisi Teologi.
Fidel Punter
Komentar