Katoliknews.com – Dokter Néstor Ramírez Arrieta di Kolombia memanfaatkan setiap waktu senggang di sela-sela jadwal kerjanya yang padat sebagai dokter anestesi di rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 untuk berdoa Rosario.
Seorang temannya yang adalah Pendeta Evangelis, Luis Alberto Gallego, mengambil foto saat dia sedang berdoa, masih dengan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD).
Foto itu diungganya di Facebook dengan keterangan yang menggugah banyak orang. Saat ini, unggahan itu disukai, dikomentar, dibagikan ribuan kali.
“Foto seorang sahabat dan saudara saya yang hebat ini, dokter ahli anestesi, Nestor Ramírez, membuat hati saya terenyuh. Dia, seperti banyak dokter lain, yang harus melawati banyak jam kerja secara bergantian dan tak putus-putus. Mereka mendapat banyak tekanan emosional yang mungkin kebanyakan dari kita tidak dapat menanggungnya. Meski begitu, di sela-sela jam istirahat yang padat, ia mengeluarkan Rosario lalu berdoa. Meskipun kita berbeda dalam cara kita beribadah dan berdoa, adakah yang meragukan bahwa Allah mendengar doanya?” tulis sang pendeta.
Esta imagen de mi gran amigo y hermano el Doctor Anestesiólogo Nestor Ramírez, quebrantó mi corazón. Él como muchos…
Dikirim oleh Luis Alberto Gallego pada Sabtu, 27 Juni 2020
Sementara itu, kepada Aleteia.org, dr. Ramirez mengatakan, “Saya tidak ragu: Tuhan mendengarkan doa-doa kita. Yang paling disukai [Yesus] adalah menyembuhkan orang sakit dan saya menyaksikan kehadiran-Nya setiap hari. Dia berkarya melalui tanganku. Saya meminta-Nya untuk menggunakan pelayananku, terlebih lagi ketika kita menghadapi situasi sulit sekarang ini.”
Dr. Ramirez adalah adalah salah satu dari banyak dokter dan tenaga kesehatan yang berjuang untuk menyelamatkan nyawa banyak orang di negara itu di mana COVID-19 telah menciptakan krisis yang luar biasa baik kesehatan maupun ekonomi.
Saat pandemi ini, dokter, perawat, dan semua tenaga kesehatan adalah pihak yang paling berisiko, bukan hanya karena bahaya penularan, melainkan juga karena sistem layanan kesehatan di Kolombia yang tidak memadai.
Selain itu, sikap warga yang mencap para tenaga kesehatan sebagai orang yang mengancam mereka dengan kekerasan dan bahkan kematian; sesuatu yang tidak masuk akal di mana para tenaga kesehatan diperlakukan secara buruk.
Warga melihat tenaga kesehatan sebagai sumber penyakit atau penularan yang terjadi, atau berpikir bahwa tenaga kesehatan “menciptakan” atau membesar-besarkan penyakit tersebut dan membuat warga tidak melihat anggota keluarga mereka sendiri.
Sadar akan situasi ini, dr. Ramírez pergi bekerja setiap hari di Klinik Mother Bernarda — sebuah klinik yang ditangani oleh Kongregasi Suster-suster Fransiskan — dengan pikiran yang tenang.
Ketenangan itu, kata dia, bersumber dari “senjata-senjata terbaik”, seperti doa, Ekaristi, Rosario, dan Darah Kristus, dan sakramen-sakramen lainnya.
Ia menambahkan, hari-hari hidupnya dipenuhi dengan ketegangan, perjuangan untuk menyelamatkan hidup orang lain, tindakan pencegahan, pasien yang pulih, “mukzijat” hidup, dan doa yang rutin.
“Beberapa hari lalu saya harus melakukan trakeostomi di bangsal COVID. Ini adalah kali kedua saya merasa sangat takut selama pandemi ini, tetapi juga ada harapan besar. Setelah masuk dengan APD, seperti mengenakan dua gaun medis, masker, sarung tangan, dan masker wajah, kami melakukan tindakan medis -sebuah kesempatan yang memungkinkan sejumlah besar tim medis terjangkit penyakit tersebut. Jika orang memiliki kesempatan untuk melihat gambar-gambar ini, mereka tidak akan pergi ke jalan-jalan; mereka tidak akan terburu-buru membuka kembali sektor ekonomi dan mereka akan lebih berhati-hati.”
Setelah ia menyelesaikan tindakan medis, ia memanfaatkan ruang tunggu yang kosong untuk membaca satu perikop Alkitab. Pesan Tuhan jelas dan kuat: “Jangan takut; Aku bersamamu.” Itu cukup untuk meneguhkannya dan memberinya ketenangan batin untuk terus melayani.
Shift 24 jam yang melelahkan dan setiap tindakan medis adalah kesempatan bagi dr. Ramirez untuk berdoa.
“Banyak pasien, meskipun dibius total, mengatakan kepada saya bahwa mereka merasakan sesuatu yang spiritual; suatu sensasi yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Ketika saya melihat mereka dalam bahaya, saya berdoa untuk mereka, dan mereka merasakannya. Tuhan bekerja melalui tanganku,” katanya.
Rosario: Sahabat Setia
Perjalanan hidup dr. Néstor Ramírez terbagi dalam dua periode, yakni sebelum dan sesudah mengenal Kristus. Perjalanan spiritualnya yang sudah 18 tahun memungkinkannya untuk menginjili sambil menjalani profesinya sebagai ahli bius. Tidak mudah. Pada awalnya, beberapa orang mengolok-oloknya dan meminta berkatnya, tetapi perlahan-lahan rekan kerjanya menyadari bahwa dia adalah pria beriman yang sejati.
“Setelah melewati krisis dalam keluarga dan kehidupan duniawi, saya memiliki kesempatan untuk merasa bahwa saya berhadapan muka dengan Allah. Saya mulai menghadiri kelompok doa, saya membiarkan diri dibimbing oleh penasihat spiritual, saya kembali ke Ekaristi, saya mulai mempelajari kehidupan Bunda Maria, dan saya mulai mencintai Rosario,” katanyamelukiskan perjalanan imannya.
Rosario, tambahnya, adalah “sahabat” setia dalam kehidupan profesionalnya. Dia berdoa Rosario 5 sampai 10 kali setiap hari.
Doa istrinya, Maria Bernarda Lopez, membantu pertobatannya. Mereka telah menikah selama 36 tahun, dan mereka merasa bahwa Tuhan menyertai perjalanan keluarga mereka. Mereka dikarunia tiga anak dan satu cucu.
Sementara itu, selama karier profesionalnya, dr. Ramirez tidak pernah jauh dari ruang bedah.
“Terlepas dari kesulitan dalam menjalankan profesi saya, saya akan terus membantu begitu banyak orang sakit yang meminta bantuan, karena saya bekerja untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Saya akan melanjutkan selama Tuhan memberi saya kekuatan,” katanya.
Rahmat doa dan Rosario akan menyertai dr. Ramirez dalam misinya yang mulia untuk menyembuhkan banyak orang secara jasmani dan berdoa bagi jiwa-jiwa.
Ian Saf
Komentar