Katoliknews.com – Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) Indonesia menyambut antusias terbitnya ensiklik Fratelli Tutti atau dalam bahasa Indonesia “Saudara Sekalian”” dari Paus Fransiskus, yang diluncurkan pada 3 Oktober lalu di Assisi, Italia.
“Fratelli Tutti amat aktual dan relevan dalam konteks Indonesia yang ditandai dengan semangat menjunjung tinggi persaudaraan dan gotong-royong dalam keanekaragaman budaya dan kemajemukan agama,” kata Ketua MNPK, Romo Dr. Vinsensius Darmin Mbula, OFM, kepada Katoliknews.com, Rabu, 14 Oktober 2020.
Pastor Fransiskan itu mengatakan, tantangan dengan terbitnya dokumen tersebut adalah mengaktualisasikan spirit ensiklik ke-3 dari Paus Fransiskus itu dalam membangun persaudaraan dan persahabatan sejati di tengah krisis kemanusiaan dan ekologis saat ini di Indonesia.
Oleh karena itu, lanjutnya, lembaga MNPK yang dinahkodainya berkomitmen menjadikan spirit Fratelli Tutti sebagai visi, misi, dan tujuan dari sekolah-sekolah Katolik di Indonesia. Hal itu sejalan dengan proyek yang dilakukan MNPK, yakni mewujudkan sekolah sebagai komunitas peradaban kasih persaudaran yang harmonis, humanis, dan ekologis.
“[Sekolah-sekolah Katolik] bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai komunitas peradaban kasih persaudaraan semesta, di mana sekolah-sekolah Katolik harus menjadi ruang perjumpaan yang terbuka untuk yang lain sebagai sesama saudara dan saudari,” tandasnya.
Untuk mewujudkan proyek itu, Darmin menjelaskan, pertama-tama mulai dengan mendesain kurikulum berbasis holistik untuk kehidupan yang baik, bahagia, dan damai dengan mengintegrasikan nilai-nilai persaudaraan dalam setiap mata pelajaran.
Kedua, lanjutnya, menata lingkungan budaya sekolah yang humanis dan ekologis dengan membiasakan seluruh elemen sekolah saling memaafkan, saling menolong, dan saling menyapa dengan santun.
Ketiga, sambung Pastor asal Manggara Timur itu, adalah “mengembangkan literasi ekologis, pluralis dan kebhinekaan agar semua makhluk dilihat sebagai saudara saudari.”
MNPK, kata Darmin, berkomitmen untuk mendorong sekolah-sekolah Katolik agar menyiapkan guru-guru yang mampu mengaktualisasikan harapan tersebut, yakni guru yang memiliki kompetensi tinggi, punya tanggung jawab moral yang tinggi serta bekerja sama dengan orang tua untuk mendidik dan mengajar anak-anak dan kaum muda agar mampu menghargai semua makhluk sebagai saudara dan saudari dalam hidup sehari hari.”
Di luar itu, Darmin menilai pentingnya live in di komunitas agama lain, seperti pesantren, wihara, dll, agar anak-anak “menjumpai yang lain dan memahami situasi keberagaman masyarakat.”
Sekolah-sekolah Katolik, kata Darmin, perlu membuka ruang ekspresi persaudaraan dan persahabatan sosial dalam bentuk kegiatan seni, budaya, tarian, permainan tradisional, juga “menjadikan media sosial sebagai ruang perjumpaan autentik untuk membangun harkat dan martabat manusia sebagai saudara dan saudari.”
Ian Saf
Komentar