Katoliknews.com – Wanita Katolik Republik Indonesia (Wanita Katolik RI), organisasi kemasyarakatan perempuan Katolik, melayangkan seruan terbuka dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2020, Senin, 30 November 2020.
Selain itu, seruan terbuka itu menyikapi tindakan terorisme berupa pembakaran Pos Pelayanan luar Gereja Bala Keselamatan (BK) di Lewonu, pembakaran rumah jemaat, dan pembunahan keji terhadap satu keluarga di Lewonu, Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, yang terjadi pada Jumat pagi, 27 November 2020.
Jusstina Rostiawati, Ketua Presidium DPP WKRI, dalam seruan terbuka yang diterima Katoliknews.com, Senin, 30 November 2020, menegaskan, organisasi yang dipimpinnya tidak menoleransi berbagai bentuk kekerasan, apalagi kekerasan yang berdampak terhadap perempuan dan anak.
Perihal kekerasan termasuk radikalisme dan terorisme, lanjut Justina, “Wanita Katolik Republik Indonesia mengajak seluruh komponen untuk merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjamin keberagaman yang merupakan modalitas dan kekayaan besar NKRI.”
Ia menambahkan, “Wanita Katolik Republik Indonesia mengingatkan kepada seluruh komponen bangsa agar menjamin teguhnya PANCASILA sebagai dasar NKRI untuk mengedepankan musyawarah demi mencapai cita-cita bersama, yaitu kesejahteraan dan keadilan bagi semua.”
Saat ini, seru Justina, seluruh komponen bangsa mesti memfokuskan seluruh daya dan upaya membantu pemerintah dalam rangka mencegah dan menanggulangi pandemi COVID-19 yang telah menjadi keprihatinan seluruh dunia.
Seluruh jajaran kepengurusan organisasi yang lahir pada 26 Juni 1924 itu, kata Justina, juga menyatakan keprihatinan dan belasungkawa kepada keluarga dan kerabat korban insiden di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
“Sebagai warga negara yang siap menjaga NKRI, mari kita bersama menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI – rumah kita bersama,” tutupnya.
Adapun isu terorisme-radikalisme merupakan salah satu isu utama yang menjadi perhatian WKRI selama lima tahun sejak 2018 sampai 2023, di samping isu korupsi dan lingkungan hidup.
Berkaitan dengan isu tersebut, menurut kajian Wahid Institute, radikalisme cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Yenny Wahid, Direktur Wahid Institut, pada 18 Januari 2020 lalu, mengatakan, ada sekitar 0,4% atau 600.000 jiwa Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal. Angka itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yang berjumlah sekitar 150 juta jiwa.
Di samping itu, sekitar 11,4 juta jiwa atau sekitar 7,1% kelompok masyarakat yang bersedia melakukan tindakan radikal jika diajak atau mendapat kesempatan.
Ian Saf
Komentar