Katoliknews.com – Salah satu stasi di Keuskupan Agung Jakarta menggelar sebuah webinar akhir pekan lalu, di mana mereka mendalami nilai-nilai keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan atau justice, peace, and integrity of creatioan (JPIC).
Webinar pada Sabtu, 31 Juli itu yang diadakan oleh Stasi Kranggan Paroki, Kampung Sawah menghadirkan tiga narasumber, yaitu Direktur JPIC OFM Kapusin Medan, Pastor Hilarius Kemit, OFM Cap; Wakil Ketua JPIC FSGM, Sr. Valent, FSGM dan Penggiat JPIC di JPIC OFM Indonesia, Valens Dulmin.
Proses webinar dipandu oleh Florianus SP Sangsun, Ketua JPIC di stasi dengan nama pelindung Santo Stanislaus Kostka itu.
Dalam paparannya, Pastor Hilarius menjelaskan bahwa nilai-nilai JPIC merupakan elemen dasar Kerajaan Allah.
“Spirit dasar dari gerakan JPIC adalah cara hidup Yesus sendiri, didasarkan pada Kitab Suci dan Ajaran-ajaran Sosial Gereja,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa kecenderungan manusia pada zaman ini adalah menjadikan orang kecil dan tertindas serta alam ciptaan sebagai objek untuk sebuah prestise dan untuk mendapatkan keuntungan.
Lantas, kata dia, relasi yang dibangun adalah relasi subyek dan obyek.
“Sebenarnya iman Katolik mengajarkan kepada kita bahwa relasi antamanusia dan relasi manusia dengan alam adalah relasi antara subyek dan subyek, bukan subyek dan obyek,” katanya.
Di dalam relasi seperti itu, menurut Hillarius, “ada nilai-nilai keberlanjutan, kelestarian, keselarasan, persaudaraan, berlaku adil, sikap peduli, saling ketergantungan”
“Muara dari semua itu adalah hidup damai, sejahtera dan nyaman. Tanpa relasi seperti itu, tidak ada kedamaian diantara manusia, alam semakin rusak dan tidak dapat memberikan perlindungan terhadap kehidupan manusia dan kehidupan lainnya,” katanya.
Sementara itu, Sr. Valent menegaskan bahwa JPIC bukanlah sekadar nilai, tetapi harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari “melalui tindakan-tindakan nyata.”
Ia menyebut contoh-contoh konkret seperti berbagi makanan dengan mereka yang sedang kesulitan, membantu pembangunan rumah bagi keluarga miskin, memberi pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, pendampingan terhadap anak korban kekerasan seksual, pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan, pelayanan terhadap orang cacat dan membangun lingkungan bersih.
Namun, Sr. Valent mengingatkan bahwa gerakan pelayanan tersebut harus dilakukan secara bersama-sama, termasuk melibatkan kelompok agama lain.
Valens Dulmin, yang sehari-hari bekerja di kantor JPIC OFM Indonesia menjelaskan bahwa gerakan mewujudkan JPIC harus diwadahi, dilembagakan agar gerakan lebih teratur dan terarah.
Dalam refleksinya, Valens menyatakan bahwa hidup rohani orang beriman cenderung terpaku pada diri sendiri.
“Dampak lebih lanjutnya adalah gerakan kepedulian terhadap orang miskin dan tertindas, kampanye tentang kepedulian terhadap lingkungan cenderung menjadi gerakan individu atau perorangan,” jelasnya.
Karena itu, menurut Valens, dengan adanya wadah bersama seperti komisi JPIC, baik Komisi JPIC Ordo/Kongregasi maupun Komisi JPIC di tingkat Keuskupan, Paroki, dan Stasi, maka gerakan mewujudkan nilai-nilai JPIC akan lebih terarah dan teratur.
Ia menjelaskan bahwa kerja Komisi JPIC adalah memahami kenyataan yang dihayati oleh orang-orang beriman, menilai atau melakukan studi kecil atas kenyataan tersebut sebagai langkah untuk melakukan tindakan konkret.
“Kita yang bekerja di komisi perlu memberi perhatian pada bagaiamana melihat masalah-masalah yang terjadi di lingkungan kita, lalu lakukan analisis sosial atau studi kecil, mengapa hal itu terjadi. Hasil studinya menjadi langkah advokasi untuk melakukan tindakan-tindakan nyata yang sesuai dengan nilai-nilai JPIC,” jelasnya.
Valens menjelaskan, tindakan konkret atau kepedulian terhadap orang miskin dan tertindas, kepedulian terhadap keutuhan ciptaan haruslah menjadi tindakan yang menggembirakan, muncul dari sikap rohani yang kuat akan kabar gembira keselamatan Yesus Kristus sendiri.
Ia juga menjelaskan bahwa evaluasi menjadi unsur penting lain dalam menilai kegiatan JPIC.
“Evaluasi perlu untuk menilai apakah kerja kita memberi dampak bagi orang yang kita layani, apakah kita perlu melakukan rencana tindak lanjut agar karya-karya kita benar-benar sesuai dengan nilai-nilai JPIC?” jelasnya.
Webinar yang diikuti oleh 25 peserta ini dilaksanakan dalam rangka pembentukan Komisi JPIC di Stasi Kranggan, yang kini berstatus sebagai bakal paroki.
Florianus Sangsun mengatakan, webinar itu menjadi kesempata untuk belajar secara mendalam tentang JPIC dalam Gereja Katolik.
“Sebagai bakal paroki, kami sebagai pengurus JPIC perlu dibekali dengan pengetahuan dasar tentang spiritualitas JPIC, bagaimana cara kerjanya dan bagaimana mewujudkan nilai-nilai JPIC dalam kehidupan paroki, bermasyarakat, bernegara dan di dalam komunitas keluarga. Itulah maksud utama dari webinar ini,” katanya.
Eti Soebono, salah satu peserta mengaku beruntung bisa ikut berpartisipasi. “Saya banyak mendapat insight dari webinar ini,” katanya.
Hal senada disampaikan peserta lain, Janwasriman Damanik, di mana ia merasa wawasannya terbuka dan semakin termotivasi untuk mengimplementasikan nilai-nilai JPIC.
“Semoga pandemi segera berakhir sehingga kita bisa semakin giat beraksi nyata di (tengah) masyarakat. Semoga semakin banyak orang yang terbuka dań menyediakan diri untuk melayani bersama di bidang kesaksian, khususnya di komisi keadilan dan perdamaian yang penuh tantangan dan luas cakupannya,” katanya.
Allen
Komentar