Katoliknews.com – Tentara Myanmar dilaporkan mengancam dengan todongan senjata seorang imam Katolik di negara bagian Shan pada 30 Oktober.
Menurut laporan Mizzima Burma News imam berusia 46 tahun itu dipaksa untuk berlutut dan diancam dengan kata-kata “hanya satu peluru yang diperlukan untuk membunuhmu” oleh seorang tentara junta.
Imam itu dilaporkan sedang dalam perjalanan di wilayah Nguang Shwe ketika ia didatangi oleh tentara sekitar pukul tiga sore, seperti dilansir dari licas.news.
“Mobil dihentikan dan diperiksa,” kata salah satu penumpang. “Setelah itu imam itu dituduh mengumpulkan dana untuk para pemberontak dan mendukung para pemberontak dengan membeli obat-obatan dan senjata.”
“Ia kemudian diberitahu bahwa hanya perlu satu butir peluru untuk membunuhnya jika dia terlihat bepergian di daerah itu sekali lagi,” kata saksi mata.
Sementara itu, Amerika Serikat mengatakan sangat prihatin dengan laporan bahwa pasukan keamanan Myanmar melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan menghancurkan lebih dari 100 rumah serta gereja-gereja di negara bagian Chin.
“Serangan-serangan tidak berperikemanusiaan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban militer Burma dan mengambil tindakan untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah penyerahan senjata kepada militer,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.
Media lokal dan saksi mata melaporkan pada Jumat lalu bahwa pasukan junta telah menembaki kota Thantlang setelah konfrontasi dengan pasukan pertahanan lokal.
Kebakaran kemudian melanda kota itu, menghancurkan puluhan rumah dan bangunan – termasuk kantor Save the Children, sebuah badan amal yang berbasis di London.
Sebagian besar penduduk Thantlang telah meninggalkan kota selama bentrokan bulan lalu, banyak dari mereka melintasi perbatasan ke India.
Pihak junta mengkonfirmasi pada hari Sabtu bahwa dua gereja dan 70 rumah dibakar di kota itu, tetapi menuduh pasukan pertahanan rakyat setempat sebagai penyebab kebakaran, setelah pasukan keamanan bentrok dengan para pejuang mereka.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan kepada media bahwa menuduh militer berperan dalam penghancuran Thantlang adalah “tuduhan yang tidak berdasar.”
AFP tidak dapat secara independen memverifikasi laporan dari daerah terpencil itu.
Ned Price mengatakan Washington juga menyatakan prihatin atas “intensifnya operasi militer” oleh junta di seluruh Myanmar yang telah jatuh ke dalam kekacauan sejak kudeta bulan Februari, menewaskan lebih dari 1.200 orang ketika militer nasional menindak para demonstran.
Kemudian “pasukan pertahanan rakyat” (PDF) bermunculan di seluruh negeri untuk menghadapi junta, meningkatkan serangan dan pembalasan berdarah.
PBB mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia yang lebih luas di wilayah utara dan barat negara itu.
Pada bulan Mei, pasukan pemerintah menggunakan artileri untuk mengusir pemberontak dari kota Mindat di negara bagian Chin, dan kemudian memutus pasokan airnya, menurut juru bicara kelompok pemberontak setempat.
Komentar