Katoliknews.com – Hampir 200 imam Katolik di Papua menyerukan kepada dunia internasional, termasuk ke Perserikatan Bangsa-bangsa agar memberi perhatian terhadap situasi keamanan di wilayah ujung timur Indonesia itu yang masih terus diwarnai konflik.
Selain para imam diosesan, para imam Fransiskan, Agustinian, Jesuit dan Misionaris Hati Kudus termasuk ke dalam daftar 194 imam itu yang menyatakan seruan mereka merupakan bagian dari upaya untuk “proaktif terlibat memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kedamaian.”
Dalam seruan itu mereka meminta agar negara-negara lain di dunia ikut bersuara mendesak semua kubu yang terlibat konflik, yaitu polisi dan tentara dengan Tentara Pembebasan Nasional Organsiasi Papua Merdeka agar segera mengadakan gencatan senjata.
“Kami juga dengan tegas mendukung diundangnya Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, supaya dapat melihat dan mendengar sendiri bagaimana kondisi HAM yang sebenarnya di Papua,” kata mereka.
Mereka juga berseru kepada negara dan instansi pemberi dana demi pembangunan di Papua agar dapat meninjau kembali bentuk kerja sama yang dibangun selama ini, karena dalam rangka pembangunan sarana fisik, terjadi penambahan pasukan, yang memicu praktek kekerasan dan pembungkaman ruang demokrasi.
“Bahkan ada yang menuding pastor yang berbicara tentang masalah-masalah ini sebagai bagian dari separatis,” kata mereka dalam pernyataan baru-baru ini.
Para imam mengatakan, mereka sedih menyaksikan kekerasan yang terus terjadi.
“Di mana-mana terjadi penembakan masyarakat sipil dengan pelbagai alasan. Terhadap kasus-kasus kemanusiaan seperti itu tidak ada proses hukum secara transparan, apalagi sampai tuntas,” kata mereka.
Beberapa konflik terbaru yang mereka singgung antara lain penghacuran ratusan rumah di Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang setelah dibom dengan helikopter oleh tantara pada bulan lalu dalam upaya pengejaran terhadap kelompok pemberontak.
Para imam menyatakan hal itu membuat ratusan warga melarikan diri, hingga ke negara tetangga Papua Nugini.
Mereka juga menyebut peristiwa meninggalnya seorang bocah laki-laki berusia dua tahun dan terlukan anak usia enam tahun saat bentrokan antara kelompok pemberontak dan tantara di Sugapa, Intan Jaya.
Pastor John Bunay, juru bicara para imam itu mengatakan, suara mereka mewakili masyarakat sipil yang hidupnya sedang terancam karena situasi yang bergolak.
“Kami meneruskan apa yang mereka harapan dan apa yang kami sendiri rasa penting untuk dilakukan demi menciptakan tanah Papua yang damai,” katanya.
Ia menjelaskan, mereka juga ingin agar warga Papua tetap merasakan kehadiran Gereja, “bahwa gereja di Papua hadir bersama umat.”
“Kami berasal dari lima keuskupan di Papua. Meskipun para uskup diam, kami berharap suara kami memiliki gema di hati umat,” tambahnya seperti dilansir UCA News, media Katolik Asia.
Ia menjelaskan, desakan bantuan internasional itu muncul karena pemerintah Indonesia seringkali tidak mengakui situasi yang butuk di Papua, bahkan menutup-nutupinya, termasuk dalam beberapa kali forum di PBB.
“Supaya saling bantah demikian tidak terjadi kembali, yang sangat memalukan, maka biarkan PBB datang ke sini melihat kondisi kami. Kami berharap negara-negara lain mendengarkan ini,” katanya.
Komentar